Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan Hasil Gambaran Tahap Proses dalam Sistem Pelaporan Near

“Evaluasi dari manajer safety itu memang seminggu sekali itu kita evaluasi ya dari pak manajer, deputi 101 dan 102 dimana dari lokasi kita yang istilahnya sangat riskan sangat kritikal mereka istilahnya selalu mengkomplain dari kebersihan keselamatan dan mereka selalu menyampaikan ke kita agar lebih memperbaiki. Kalaupun itu memang istilahnya sangat kuranglah itu biasanya di lapangan langsung ataupun juga kita dengan weekly meeting setiap jumat ” – IU8 Pernyataan wawancara dari safety officer bahwa evaluasi yang dilakukan adalah membahas temuan di weekly meeting atau meeting lainnya atau biasanya evaluasi bisa dilakukan saat dilapangan. Hal ini juga sejalan dengan hasil wawancara kepada informan pendukung yang menyatakan bahwa : “Ya ada bukti pelaporan baru bisa di evaluasi. Jadi harus kita tulis di record gitu. Jadi tuh setiap bulannya harus dilaporin ke kantor ya atau dibahas di meeting mingguan dan bulanan ” – IP1 “Bukan berat sih pertanyaannya sebenernya miris sih jawabannya. Sebenernya gampang sih cuma bikin geleng-geleng kepala. Gimana ya evaluasinya di meeting. Kita rapat dengan konsultaan itu pasti ada dan rutin. Ada HSE monthly meeting, weekly meeting, HSE meeting, HSE itu akan dibahas terus disitu cuman ya itu masalahnya temuannya akan itu-itu lagi. Temuan itu bisa ditemukan 10 kali dalam sebulan, misal pager. Pager itu lagi itu lagi yang dibahas ” – IP2 Pernyataan wawancara dari kedua informan pendukung bahwa evaluasi dapat dilakukan pada meeting mingguan atau meeting monthly meeting, HSE meeting,lainnya membahas temuan-temuan dan biasanya temuan yang sama akan dibahas. Hal ini belum sejalan dengan hasil wawancara dengan konsultan informan kunci yang biasanya memantau dan mengevaluasi hasil temuan perusahaan yang menyatakan bahwa : “Evaluasinya sementara ini masih belum ada yang saya evaluasi hanya sementara ini jelas mereka cenderung di cambuk dulu baru jalan, masih manajemen paku harus di martil dulu baru jalan, sementara manajemen safety itukan dari bawah keatas kalau dari atas kebawah udah berbeda itu pengawasan. Sementara pelaksanaan itu dari bawah ke atas kalau pengawasan dari atas ke bawah ” – IK Pernyataan wawancara dari informan kunci diatas bahwa evaluasi sementara masih belum ada namun saat ini upaya yang dilakukan konsultan untuk evaluasi adalah harus menegur dulu manajemen baru melaksanakan evaluasi. Jadi, untuk evaluasi pernyataan wawancara dari informan utama dan informan pendukung sudah sejalan mengenai evaluasi yang biasanya dilakukan adalah pada rapat mingguan, rapat bulanan, rapat lain SHE dengan membahas temuan-temuan dan didukung dengan hasil observasi yang dilakukan hanya saja yang belum sejalan adalah pernyataan dari konsultan bahwa sementara belum ada evaluasi namun upaya konsultan adalah menegur kepada manajemen perusahaan untuk dievaluasi. Berdasarkan hasil observasi di lapangan bahwa evaluasi yang sudah dilakukan oleh informan utama dan pendukung diperusahaan saat ini adalah berupa rapat mingguan SHE dan rapat lainnya dengan divisi konstruksi dan subkontraktor Gambar 5.14 yaitu sebagai berikut : Gambar 5.14 Weekly meeting SHE with Construction and Subcontractor Adapun terdapat hambatan di dalam sistem pelaporan, berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 informan utama 1-3 menyatakan bahwa : “Hambatan ya kadang komunikasi dan kompetensi dari personil kita yang masih kurang itu aja sehingga komunikasi ngga lancar atau terhambat ” – IU1 “Hambatan paling dari SO yang kompetensinya masih kurang dan terkadang ngga mencatat atau melaporkan near miss, unsafe act dan unsafe condition ” – IU2 “Hambatan-hambatan kita adalah datang dari diri kita sendiri. Maksudnya, hambatan itu terjadi karena tidak adanya pengertian satu dengan yang lain terhadap visi dan misi K3 awal, tak ada. Jadi kita bertindak sendiri, K3 lapor, K3 meeting dengan pak konsultan, yaudah sampai disitu ” – IU3 Pernyataan wawancara dari pihak manajemen divisi SHE diatas yang bertugas mengawasi dan memantau berjalannya sistem di perusahaan mengenai hambatan yang dirasakan dalam sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu berkaitan dengan individunya, komunikasi dan kompetensi K3 nya dari petugas yang melaksanakan sistem pelaporan. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari pihak konsultan informan kunci dan divisi lain yaitu QA informan pendukung 1 yang menyatakan bahwa : “Kurangnya pengetahuan jadi susah untuk menerapkan, itu dari eksekutor” – IK “Kesulitannya ya karena kita kesibukannya masing-masing jadi kaya gini kadang ngga ketemu antara satu orang dengan yang lain sehingga komunikasi tidak lancar ” – IP1 Selain itu hambatan yang dirasakan pihak manajemen divisi SHE yang berkaitan dengan administrasi pelaporan yaitu SHE engineer informan utama 4 dan 5 yang menyatakan bahwa : “Hambatannya banyak banget kita kan disitu ada pelaporan seperti yang performance kita, seperti SMT, induction semua itu udah tertera ya 20 item. Itu semua bolong dalam arti angot-angotan. Mereka dikasih tanggung jawab tapi tidak dilaksanakan. Kan kita udah sering kasih tau ini gimana sih TBM ngga ada, kita juga udah kasih solusi dalam arti gini mempermudah ” – IU4 “Ya paling hambatannya dari SO nya di lapangan tuh kadang ada yang melapor kadang engga masih perlu sosialisasi dan penegasan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ” – IU5 Pernyataan wawancara dari SHE engineer menyatakan bahwa hambatannya adalah dari SO yang tidak melakukan pelaporan sehingga pencatatannya menjadi tidak lengkap. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan yang melaksanakan pelaporan di lokasi kerja yaitu SO menyatakan bahwa hambatan yang dirasakan yaitu sebagai berikut : “Ya hambatan dari SO yang masih reakti ngga pro aktif”– IU6 “Bukan saya sok tahu dan gimana intinya hambatan yang pertama bekal untuk SO dia mengerti akan job-nya dia dan dia mencintai pekerjaannya. Kalau dia udah cinta sama pekerjaannya, prakteknya dilapangan itu langsung bisa ditindak lanjuti sama dia” – IU7 “Hambatan yang sering kita rasakan ya itu kadang istilahnya kita bertentangan dengan orang konstruksi dimana mereka punya progres dimana saya sebagai orang safety tugasnya melarang ya. Kita sering berargumentasi di lapangan sama pihak konstruksi ” – IU8 Pernyataan wawancara dari SO tersebut mengenai hambatan yang mereka rasakan saat melaksanakan pelaporan di lokasi kerja ada rekan kerja yang masih reaktif, tindak lanjutnya kurang, dan pertentangan dengan divisi konstruksi yang melaksanakan pekerjaan. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan informan pendukung lainnya yaitu risk engineer bahwa hambatan yang dirasakan adalah ketidakterbukaannya petugas yang melaksanakan pelaporan untuk di evaluasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan wawancara berikut : “Hambatannya adalah untuk mendapatkan lesson learned itu harus ada keterbukaan harus ada kemauan untuk di evaluasi, gitu. Kalau misalnya kemauan untuk evaluasi itu ngga ada yang namanya near miss itu ngga akan dilaporin ya dari personalnya ” – IP2 Jadi dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya hambatan yang dirasakan oleh semua informan diantaranya adalah karena komunikasi yang tidak lancar, kompetensi K3 yang kurang, ketidakdisiplinan dan ketidakterbukaan petugas yang melaksanakan, rekan kerja yang masih reaktif dan tindak lanjutnya kurang, serta pertentangan dengan divisi yang melaksanakan pekerjaan. Jadi di dalam tahap proses, evaluasi pelaksanaan pelaporan yang dilakukan oleh perusahaan berdasarkan pernyataan wawancara adalah dengan melakukan rapat mingguan, rapat bulanan, rapat lain SHE untuk membahas temuan-temuan dan terdapat hambatan dari pihak petugas dalam melaksanakan pelaporan yang dirasakan sejauh ini oleh manajemen.

D. Hasil Gambaran Tahap Output dalam Sistem Pelaporan Nearmiss,

Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 Hasil ini merupakan gambaran tahap output di dalam penelitian untuk mengetahui sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition. Informasi yang diperoleh untuk mendapatkan komponen output berdasarkan wawancara dengan enam informan yaitu lima informan utama dan informan kunci dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dan telaah dokumen. Saat melakukan telaah dokumen beberapa data dan informasi diperoleh dari hasil laporan yang ada di perusahaan. Komponen output penelitian ini terdiri dari laporan near miss, laporan unsafe act dan laporan unsafe condition.

1. Laporan Near miss

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 informan utama 1-3 menyatakan bahwa : “Near miss sejauh ini masih belum terlalu berjalan atau di laporkan jadi masih banyak yang kurang datanya ngga lengkap”– IU1 “Masih belum berjalan padahal disini near miss banyak ditemukan” – IU2 “Untuk laporan near miss masih sangat minim yang melaporkan, baru bulan februari kemarin dimulai dan disosialisasikan kembali pada semua SO. Laporan near miss belum ada sama sekali pengkategoriaan cuman dalam scope leading indicator dan untuk persentase belum” – IU3 Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas menyatakan bahwa laporan near miss sejauh ini belum berjalan, data yang dilaporkan masih kurang lengkap dan sangat minim. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE engineer informan utama 4 dan 5 yang mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan near miss yang menyatakan bahwa : “Laporannya sih bagus mungkin masih banyak yang harus revisi agar bentuk pelaporan kita lebih detail, gitu. Ya dalam arti gini kita kan belum tau nih kita pake apasih standar dokumennya gitu loh bagaimana sih dokumennya. Tau sendiri data disini masih kurang ” – IU4 “Untuk bulan ini pencatatannya masih ya bolong-bolong lah kalo di bilang masih belum semua SO bisa ngisi form itu, jadi seadanya saja yang di laporin ” – IU5 Pernyataan wawancara dari SHE engineer menyatakan bahwa format dari laporan yang dimiliki perusahaan sudah baik namun masih perlu revisi agar lebih detail tapi untuk data near miss nya masih kurang karena data yang dilaporkan seadanya. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara kepada konsultan JMCMC informan kunci yang menyatakan bahwa : “Near miss belum rutin dilaporkan, near miss kebanyakan penyebab utamanya gimana ya manusianya, manusia yang knowledge pengetahuannya masih rendah sama nearmiss mereka filosofinya belum sampe sana. Ada yg sudah tau tapi mereka menggangap itu menambah pekerjaan bukan menambah nilai uang sebenrya mereka menambah nilai uang” – IK Pernyataan wawancara dari konsultan JMCMC mengenai laporan near miss yaitu bahwa near miss masih belum rutin untuk dilaporkan dan kebanyakan penyebab utamanya adalah perilaku manusianya unsafe act. Hal ini didukung dengan hasil laporan near miss TWJO tahun 2016 pada dokumen HSE Monthly Report January-April 2016 Gambar 5.15. Gambar 5.15 Tabel Kejadian Near Miss pada HSE Monthly Report January-April 2016 Berdasarkan informasi diatas, data kejadian near miss yang terdapat pada kategori Non-Lost Time Injuries pada dokumen HSE Monthly Report January-April hanya tercatat sebanyak 1 kejadian selama 4 bulan di tahun 2016. Near miss yang terjadi di TWJO faktor penyebabnya adalah unsafe act. Berdasarkan record pelaporan SO yang dikumpulkan, terdapat 8 kejadian near miss yang tercatat. Hal ini membuktikan bahwa data near miss yang direkapitulasikan pada laporan bulanan masih sangat minim. Berikut ini adalah bukti lampiran data near miss yang dilaporkan SO Gambar 5.16.