Material Gambaran Tahap Input dalam Sistem Pelaporan Near miss,

persetujuan dari konsultan terkait form pelaporannya. Dimana form tersebut dapat didistribusikan dan diterapkan apabila telah mendapatkan persetujuan dari pihak konsultan. Form pencacatan dan pelaporan yang dimiliki terdiri dari selembar form dan sudah mendapat persetujuan dari konsultan untuk digunakan. Karena lembar pelaporan dalam jumlah yang banyak akan menyulitkan pelapor dalam mengisi form. F orm pelaporan dan pencatatan sebaiknya sederhana atau simple, mudah dibawa dan selalu tersedia McKinnon, 2012. b. Kebijakan K3 Komponen material lain berdasarkan hasil penelitian berupa kebijakan perusahaan salah satunya yaitu kebijakan K3. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja SMK3 harus dimulai dari membuat suatu kebijakan yang dapat dilaksanakan dan ditindaklanjuti oleh manajemen McKinnon, 2012. Kebijakan K3 TWJO yaitu memiliki komitmen yang kuat untuk mendorong praktek kerja yang aman pada Proyek Konstruksi Jakarta Mass Rapid Transit CP 101 dan CP 102 sesuai dengan Undang-Undang keselamatan dan kesehatan kerja serta aturan dan Peraturan Pemerintah Indonesia dan otoritas terkait yang memiliki kewenangan hukum. Dimana kebijakan policy merupakan pernyataan resmi organisasi atau perusahaan yang merefleksikan tekad dan komitmen yang dijadikan sebagai landasan utama dan acuan organisasi dalam rangka pencapaian visi dan misi organisasi. Kebijakan yang dibuat berisi tentang bagaimana komitmen perusahaan yang berkaitan untuk melakukan pelaporan McKinnon, 2012. Isi dari kebijakan juga menyatakan tujuan organisasi dan mengapa organisasi melakukan hal tersebut Tathagati, 2015. Di dalam kebijakan K3 TWJO menjelaskan bahwa perusahaan bermaksud untuk memenuhi komitmen tersebut dengan memastikan praktek dan prosedur kerja yang aman. Semua pegawai TWJO diwajibkan untuk melakukan perlindungan terhadap K3 diri sendiri dan pegawai lainnya. TWJO akan mendukung manajer dan supervisor yang bertindak untuk kepentingan K3. Menurut McKinnon 2012 kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah komitmen bahwa tim manajemen dan karyawan setuju dalam menciptakan keselamatan. c. Standar Perusahaan Komponen material lainnya berdasarkan hasil penelitian berupa standar perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen penelitian, standar yang dimiliki TWJO mengacu pada dokumen site safety plan, standar yang terlampir hanya spesifik pada standar operasional prosedur penggunaan alat dan jenis-jenis pekerjaan belum spesifik terhadap standar pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di konstruksi. Menurut McKinnon 2012 di dalam NEMIR System terdapat dokumen-dokumen yang mengacu pada standar sistem pelaporan near miss, dimana mendeskripsikan tentang komitmen perusahaan untuk melaporkan dan melakukan investigasi serta tanggung jawab apa saja yang ada. TWJO belum memiliki standar prosedur yang mengatur sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition. Sedangkan prosedur merupakan dokumen yang menjabarkan metode atau proses yang digunakan untuk mengimplementasikan hal-hal yang telah diterapkan dalam pedoman Tathagati, 2015. Menurut Tathagati 2015 dalam organisasi yang besar, prosedur harus dibuat untuk membakukan proses atau aktivitas yang dilakukan sekaligus memudahkan koordinasi antar unit kerja. Selain itu di dalam standar prosedur NEMIR system yang digunakan perusahaan perlu adanya penjelasan mengenai definisi near miss, unsafe act dan unsafe condition. Definisi definitions diperlukan untuk mendefinisikan atau menjelaskan istilah-istilah yang terdapat di dalam standar agar mudah dipahami McKinnon, 2012. Berdasarkan hasil wawancara penelitian, pemahaman dari informan yang sejalan menyatakan bahwa near miss adalah suatu kejadian yang belum, nyaris atau hampir celaka. Namun pernyataan wawancara dari satu informan menyatakan bahwa near miss berkaitan dengan orang luka dan ada tahapannya tidak sesuai dengan definisi near miss. Near miss adalah sebuah peristiwa yang hampir menyebabkan cidera atau kerusakan McKinnon, 2012. Dimana near miss tidak mengakibatkan cidera, sakit atau kerusakan tetapi memiliki potensi untuk mengakibatkan hal-hal tersebut. Oleh karena itu, mengenali dan melaporkan near miss dapat meningkatkan keselamatan pekerja dan meningkatkan budaya keselamatan organisasi NSC, 2013. Berdasarkan hasil wawancara penelitian, pemahaman dari informan mengenai unsafe act adalah suatu perilaku seseorang atau tindakan-tindakan yang tidak selamat, memaksakan, diluar batas yang dapat merugikan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan misalnya tidak sesuai prosedur dan tidak menggunakan APD. Menurut Cooper 2001, definisi perilaku tidak aman adalah tindakan yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden near miss. Perilaku tidak aman tersebut diantaranya yaitu bekerja atau mengoperasikan peralatan tanpa kewenangan, gagal dalam memperingatkan, gagal dalam mengamankan, menggunakan APD secara tidak benar, dll Bird and Germain, 1990. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara penelitian, pemahaman dari informan mengenai unsafe condition adalah kondisi yang dipaksakan, tidak aman dan melanggar batasan misalnya kondisi peralatan yang tidak sesuai, akses kerja terhalang, dsb. Menurut definisinya unsafe condition kondisi tidak aman adalah desain kondisi tempat kerja yang buruk dimana terdapat bahaya mekanik dan fisik Rausand dkk., 2011. Kondisi tidak aman diantaranya yaitu barrier atau pengaman yang tidak memadai, alat pelindung diri APD yang tidak memadai atau tidak layak, peralatan atau material yang cacat, proses yang tersendat, housekeeping atau tata ruang yang buruk, tempat kerja yang berantakan, dll Bird and Germain, 1990. Pemahaman unsafe act dan unsafe condition yang sejalan diperlukan pada sistem pelaporan agar sesuai dalam mengidentifikasi dan mengkategorikan hal tersebut. Karena manajemen organisasi harus memahami dengan jelas definisi dari kejadian near miss, unsafe act dan unsafe condition untuk mengembangkan standar tertulis dalam melaporkan, memberikan pemahaman dan melatih para pekerjanya terlibat di dalam sistem pelaporan McKinnon, 2012.

2. Sumber Daya Manusia SDM

Sumber daya manusia menjadi unsur paling menentukan dalam menjalankan perusahaan, karena memiliki akal, bakat, tenaga, keinginan, pengetahuan, perasaan, dan kreatifitas untuk mencapai visi dan misi perusahaan Ilfani and Nugraheni, 2013. Peran SDM sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi Purnastuti and Mustikawati, 2007 Menurut McKinnon 2012 NEMIR system tidak seharusnya menjadi tanggung jawab penuh departemen safety, semua karyawan semua tingkatan manajemen harus bersedia untuk berpartisipasi agar sistem dapat berjalan dengan efektif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa berdasarkan hasil penelitian komponen input berupa sumber daya manusia yang terdapat di perusahaan semuanya terlibat di dalam melaksanakan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition hanya saja yang banyak berperan adalah divisi SHE dengan tugas dan tanggung jawab yang dimiliki masing-masing jabatan. Divisi SHE khususnya SO saat di lokasi kerja harus mengingatkan, melaporkan dan menindaklanjuti temuan yang ada baik itu near miss, unsafe act dan unsafe condition. Manajemen melibatkan sumber daya mencakup keseluruhan manusia yang ada di dalam perusahaan yaitu mereka yang secara keseluruhan terlibat dalam operasional perusahaan Purnastuti and Mustikawati, 2007. Oleh karena itu sumber daya manusia membuat perencanaan dan melakukan proses untuk mencapai tujuan tersebut, tanpa adanya sumber daya manusia maka tidak ada proses kerja maka keterlibatannya dibutuhkan. Karena manusia merupakan sumber yang penting, bervariasi dan terkadang menjadi masalah yang harus digunakan oleh sebagian organisasi sampai tingkat yang lebih tinggi atau lebih sedikit Mathis and Jackson, 2006.

3. Metode

Metode yaitu cara untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan amat menentukan kelancaran jalannya manajemen Poerwanto, 2012. Untuk melakukan kegiatan secara guna dan berhasil guna, manusia dihadapkan kepada metode atau cara menjalankan pekerjaan tersebut sehingga cara yang dilakukannya dapat menjadi sarana atau alat manajemen untuk mencapai tujuan dengan efektif dan efisien Purnastuti and Mustikawati, 2007. Metode pelaporan yang dimiliki perusahaan berdasarkan hasil wawancara penelitian dalam sistem pelaporan near miss, unsafe act, dan unsafe condition adalah dengan cara melihat atau observasi, memantau, mengkomunikasikan lalu membuat laporan. Dimana hal ini sesuai dengan metode yang terdapat pada NEMIR system. Metode di dalam mengumpulkan data near miss yaitu dengan reporting-based methods dan observation-based methods. Reporting-based methods merupakan metode yang melibatkan pegawai untuk melaporkan kejadian near miss sebagai bagian dari pekerjaannya dalam mencegah terjadinya kecelakaan di masa mendatang atau untuk melatih dirinya McKinnon, 2012. Sedangkan observation-based methods merupakan metode yang melibatkan pegawai yang tidak hanya melaporkan namun melakukan pengamatan terlebih dahulu untuk menyadari dan memahami tindakan dan kondisi apa saja yang ada dalam mengurangi kecelakaan di tempat kerja. McKinnon, 2012. Program observasi atau pengamatan memiliki tujuan untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan serta mengenali near miss, perilaku dan kondisi berisiko ditempat kerja OSHA, 2013. Oleh karena itu TWJO sudah menggunakan metode untuk pelaporan dan investigasi terhadap non injury loss-producing accident dan near misses dapat mengidentifikasi penyebab langsung dan penyebab dasar dari kejadian dan merekomendasikan pencegahan. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam sistem pelaporan yang dimiliki TWJO, komponen tahap input berupa material perusahaan sudah memiliki kebijakan K3 yang sesuai. Untuk standar perusahaan belum sepenuhnya sesuai karena masih terdapat pemahamanan terkait definisi near miss yang berbeda. Untuk form pelaporan near miss dan unsafe condition sudah sesuai karena telah memiliki form dan format pelaporan yang dibuat perusahaan sedangkan untuk form pelaporan unsafe act nya belum ada.