1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa serta negara.
1
Dengan demikian, pendidikan bukanlah kegiatan yang dilaksanakan secara asal-asalan tetapi kegiatan yang bertujuan karena dilakukan secara terencana
sehingga segala sesuatu yang dilakukan dalam kegiatan tersebut diarahkan pada tujuan pencapaian siswa untuk dapat mengembangkan seluruh potensi
yang dimilikinya secara optimal. Oleh karena itu, pendidikan harus dilakukan secara terarah, terpadu dan berkesinambungan.
Namun, pendidikan merupakan suatu sistem. Sistem adalah satu kesatuan yang satu sama lain saling berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai
suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
2
Suatu sistem selalu melibatkan berbagai komponen untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh sebab itu, suatu sistem tidak mungkin hanya
memiliki satu komponen saja melainkan memerlukan berbagai komponen yang saling berkaitan. Begitu banyak komponen yang dapat mempengaruhi
kualitas pendidikan, namun tidak mungkin upaya tersebut dilakukan secara serempak. Komponen yang selama ini sering di tuding sebagai orang yang
paling bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan adalah guru, karena guru merupakan komponen yang paling strategis dalam proses pendidikan.
Sehingga, tidak mengherankan apabila banyak pihak yang menaruh harapan besar terhadap guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan mengingat
bahwa kualitas pendidikan sangat menentukan mutu kehidupan bangsa.
1
Yahya Ismail, Ilmu Pendidikan Teoritis, Ganeca Exact, 2008 h. 1
2
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed. 1, Jakarta:Kencana, 2010, Cet. 7, h. 49
Bagaimanapun idealnya kurikulum pendidikan, serta lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan tanpa diimbangi kemampuan guru dalam
mengimplemantasikannya, maka semuanya akan kurang bermakna. Untuk itu, dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana belajar yang
kondusif sehingga siswa mampu memaham materi pembelajaran dengan baik. Hal tersebut mengingat bahwa, pada hahekatnya pembelajaran merupakan
upaya untuk mengarahkan siswa ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai yang diharapkan, dari yang tidak tahu
menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik.
Dengan demikian, dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk melakukan usaha yang kreatif. Salah satu upaya kreatif guru dalam proses
pembelajaran adalah mencari gagasan-gagasan baru dengan mencoba bermacam-macam metode pembelajaran dan mengupayakan pembuatan serta
penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran. Modal kreatif merupakan sebuah keharusan bagi guru agar dapat membuat siswa aktif dalam kegiatan
belajarnya. Siswa aktif dapat terlihat dari cara siswa mengikuti proses pmbelajaran, seperti siswa aktif bertanya dan aktif menjawab pertanyaan, serta
dapat mengikuti jalannya proses pembelajaran dengan baik. Dengan kreatifitas guru dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran diharapkan terciptanya
kondisi belajar yang efektif dan efisien. Belajar yang efektif dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan
intruksional yang ingin dicapai.
3
Sedangkan belajar yang efisien tercapai apabila dapat menggunakan strategi belajar yang tepat.
4
Meskipun telah disadari bahwa dalam proses pembelajaran memerlukan kreatifitas guru serta keterlibatan siswa secara aktif, namun kenyataan tidaklah
demikian. Seperti hasil pengamatan yang peneliti lakukan pada siswa kelas IV MI Darul Muttaqin yang menggambarkan bahwa selama ini peran guru dalam
proses pembelajaran merupakan figur sentral dan pengendali seluruh kegiatan
3
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2003, h.74
4
Ibid., h.76
belajar, sehingga kedudukan dan fungsi guru dalam proses pembelajaran masih sangat dominan. Dengan demikian, proses pembelajaran yang selama
ini dilakukan oleh guru cenderung meminimalkan peran dan keterlibatan siswa secara aktif, siswa lebih banyak menunggu sajian guru daripada
mencari dan menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan sehingga siswa kurang mendapatkan pengalaman belajarnya.
Terlebih lagi dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial IPS, materi pembahasan yang ada dalam pelajaran tersebut sangat menarik untuk dibahas
karena berhubungan erat dengan masyarakat. Tetapi cara mengajar yang diterapkan guru sangat
monoton dengan metode andalannya yaitu ceramah. Jamal Ma’mur Asmani menjelaskan bahwa “metode ceramah adalah sebuah
metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang umumnya diikuti secara pasif”.
5
Dengan demikian, materi yang disampaikan kepada siswa hanya bersifat informatif
serta hapalan. Keadaan tersebut membuat siswa beranggapan bahwa pelajaran IPS sangat membosankan dikarenakan materi yang dipelajari adalah sesuatu
yang sudah lama dan permasalahan yang selalu berkembang, ditambah lagi proses pembelajaran yang dilakukan mengharapkan mereka untuk duduk,
dengar dan catat. Hal tersebut mengakibatkan proses pembelajaran IPS yang seharusnya terdapat proses, sikap dan aplikasi menjadi terabaikan.
Dengan demikian, proses pembelajaran yang selama ini dilakukan menjadikan kondisi pembelajaran tidak proporsional yaitu guru aktif
mengajar sedangkan siswa pasif belajar. Hal tersebut terlihat bahwa, siswa akan menjawab pertanyaan guru jika ditunjuk oleh guru untuk menjawab,
sedangkan sebagian siswa lainnya berbicara dengan temannya. Sebagian siswa mengajukan pertanyaan apabila diberi kesempatan untuk bertanya,
sedangkan sebagian siswa lainnya hanya diam. Sebagian siswa mencatat materi yang disampaikan guru apabila guru mengintruksikan untuk mencatat,
sedangkan sebagian siswa lainnya sibuk sendiri.
5
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif Jogyakarta: DIVA press, 2011, cet.IX, h. 139
Dengan memperhatikan kenyataan tersebut, maka dibutuhkan kreatifitas guru agar dapat menarik simpati siswa untuk berperan aktif dalam
pembelajaran IPS sehingga tidak lagi beranggapan bahwa pembelajaran IPS sangat membosankan. Untuk itu, upaya memperbaiki proses pembelajaran
tersebut diperlukan pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pembelajaran. Maksud kondisi pembelajaran tersebut adalah tujuan
bidang studi, kendala bidang studi dan karakteristik siswa. Pemilihan metode pembelajaran harus dibangun berdasarkan asumsi bahwa tidak ada satupun
metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk semua bahan kajian, karena semua metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan.
Metote tertentu hanya baik digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan metode lain baik digunakan untuk tujuan lain.
Metode pembelajaran yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah diskusi. Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan
siswa pada suatu permasalahan. Namun, metode diskusi bukanlah debat yang bersifat argumentasi tetapi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk
menentukan keputusan tertuntu secara bersama-sama.
6
Sedangkan Muhibbin Syah 2000 dalam Jamal Ma’mur Asmani mendefinisikan metode diskusi
sebagai metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah problem solving.
7
Pendapat tersebut senada dengan Suryosubroto 1997:179 yang menyatakan bahwa diskusi adalah suatu percakapan ilmiah
oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu kelompok, untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari
pemecahan mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah.
8
Dengan demikian, metode diskusi adalah metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyumbangkan pikiran serta
berbagi informasi guna pemecahan masalah atau pengambilan keputusan.
6
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1, Jakarta:Kencana, 2010, Cet. 7, h. 154-155
7
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif, Jogyakarta:DIVA Press, 2011, Cet. IX, h.140
8
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Ed.1, Jakarta:Kencana, 2010, Cet.4, h.122