Hasil Uji Asumsi Klasik

dikatakan terbebas dari masalah multikolinieritas apabila nilai Tolerance 0,01 atau nilai VIF 10. Berikut ini adalah hasil uji multikolinieritas: Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinieritas dengan Nilai Tolerance dan VIF Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai Tolerance masing- masing variabel bebas DPK, CAR, Inflasi, Kurs dan TBH lebih besar dari 0,10. Begitu pula dengan nilai VIF variabel bebas DPK, CAR, Inflasi, Kurs dan TBH lebih kecil dari 10. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas pada semua variabel bebas tersebut. Berdasarkan syarat asumsi klasik regresi dengan OLS, maka model regresi linier yang baik adalah terbebas dari adanya multikolinieritas. Dengan demikian, model regresi yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari masalah multikolinieritas. 3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika residualnya mempunyai varians yang sama, disebut terjadi homoskedastisitas, dan jika variansnya tidak samaberbeda disebut terjadi heteroskedastisitas. Persamaan regresi yang baik adalah jika tidak terjadi heteroskedastisistas. Untuk menguji asumsi heteroskedastisitas dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis grafik scatter plot dan uji Glejser. 1 Grafik Scatterplot Ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari titik-titik yang membentuk pola gambar pada Scatterplot. Apabila titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu bergelombang, kemudian menyempit maka terjadi heteroskedastisitas. Tetapi, apabila tidak ada pola tertentu dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar Scatterplot, seperti pada gambar dibawah ini: Gambar 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas Pada gambar 4.8 terlihat bahwa titik-titik tidak membentuk suatu polaalur tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak terjadi heteriskedastisitas atau dengan kata lain terjadi homoskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dengan scatterplot ini rentan mengalami kesalahan dalam penarikan kesimpulannya. Hal ini karena penentuan ada tidaknya polaalur atas titik-titik yang ada pada gambar sangat bersifat subjektif. Bisa saja sebagian orang mengatakan tidak ada pola, tapi sebagian lainnya mengatakan ada pola yang terbentuk. Sehingga dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan uji Glejser untuk mendeteksi terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas pada model. 2 Uji Glejser Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Tabel 4.3 Hasil Uji Glejser Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 Constant -.581 .277 -2.101 .039 DPK .017 .027 .217 .644 .522 CAR .110 .091 .290 1.203 .233 Inflasi .101 .124 .116 .814 .419 Kurs .079 .054 .308 1.466 .147 TBH .213 .107 .289 1.985 .051 a. Dependent Variable: absres Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai t hitung DPK = 0,644, CAR = 1,203, inflasi = 0,814, kurs = 1,466 dan TBH = 1,985. Sedangkan Nilai t tabel dicari pada distribusi nilai t tabel dengan df = N – k atau 73 – 6 dengan signifikansi 0,05 maka diperoleh nilai t tabel = 1,996. Berdasarkan uji heteroskedastisitas dengan metode Glesjer diperoleh nilai t hitung lebih kecil t tabel, sehingga dapat dikatakan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Begitupula nilai signifikansi masing-masing variabel bebas DPK, CAR, inflasi, kurs dan TBH lebih besar dari 0,05, yang berarti dapat disimpulkan bahwa pada model regresi linier tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. 4. Uji Autokorelasi Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi antara satu variabel gangguan dengan variabel gangguan yang lain. Sedangkan salah satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan variabel gangguan adalah tidak adanya hubungan antara variabel gangguan satu dengan variabel gangguan yang lain. 1 Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson DW. Hasil uji autokorelasi dengan nilai Durbin-Watson DW dapat dilihat pada tabel hasil output SPSS berikut ini: 1 Agus Widarjono, Ekonometrika, hal. 141 Tabel 4.4 Hasil Uji Durbin-Watson Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .980 a .961 .958 .0263691 .612 a. Predictors: Constant, TBH, CAR, Inflasi, Kurs, DPK b. Dependent Variable: PM Berdasarkan tabel 4.4, nilai Durbin-Watson yang tertera pada output SPSS adalah sebesar 0,612. Nilai Durbin-Watson tersebut berada pada kisaran -2 dan +2, maka tidak terjadi masalah autokorelasi dan model regresi layak digunakan.

C. Analisis Regresi Linier Berganda

Hasil analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini dapat dilihat pada hasil output SPSS sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 Constant 3.156 .510 6.184 .000 DPK .542 .049 .778 10.987 .000 CAR -.413 .168 -.125 -2.457 .017 Inflasi .178 .228 .024 .782 .437 Kurs .282 .099 .126 2.842 .006 TBH .202 .198 .031 1.022 .310 a. Dependent Variable: PM Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada tabel 4.5 di atas, estimasi persamaan regresi yang didapatkan adalah sebagai berikut: PM = 3,156 + 0,542 DPK – 0,413 CAR + 0,178 Inflasi + 0,282 Kurs + 0,202 TBH Dari persamaan regresi di atas dapat dinyatakan nilai koefisien regresinya sebagai berikut: a. Nilai konstanta sebesar 3,156, berarti jika setiap variabel independen konstan bernilai nol atau tidak ada pengaruh dari variabel independen, maka akan meningkatkan pembiayaan mudharabah sebesar 3,156. b. Nilai koefisisen variabel DPK sebesar 0,542, berarti setiap peningkatan 1 DPK akan meningkatkan pembiayaan mudharabah sebesar 0,542 dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan konstan. c. Nilai koefisisen variabel CAR sebesar -0,413, berarti setiap peningkatan 1 CAR akan menurunkan pembiayaan mudharabah sebesar 0,413 dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan konstan. d. Nilai koefisisen variabel inflasi sebesar 0,178, berarti setiap peningkatan 1 inflasi akan meningkatkan pembiayaan mudharabah sebesar 0,178 dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan konstan. e. Nilai koefisisen variabel nilai tukar rupiah sebesar 0,282, berarti setiap peningkatan 1 kurs rupiah akan meningkatkan pembiayaan mudharabah sebesar 0,282 dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan konstan. f. Nilai koefisisen variabel tingkat bagi hasil sebesar 0,202, berarti setiap peningkatan 1 tingkat bagi hasil akan meningkatkan pembiayaan mudharabah sebesar 0,202 dengan asumsi variabel lainnya diabaikan dan konstan.

D. Pengujian Hipotesis

1. Uji t Parsial Uji t bertujuan untuk menguji apakah setiap variabel independen secara masing-masing parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel atau dapat juga menggunakan pengamatan nilai signifikansi t pada tingkat α yang digunakan yaitu sebesar 5. Hasil uji t dari output SPSS dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.6 Hasil Uji t B E Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 Constant 3.156 .510 6.184 .000 DPK .542 .049 .778 10.987 .000 CAR -.413 .168 -.125 -2.457 .017 Inflasi .178 .228 .024 .782 .437 Kurs .282 .099 .126 2.842 .006 TBH .202 .198 .031 1.022 .310 a. Dependent Variable: PM Berdasarkan tabel di atas, besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual parsial terhadap variabel dependen dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pengaruh DPK terhadap pembiayaan mudharabah Berdasarkan tabel koefisien di atas dapat diketahui bahwa t hitung variabel dana pihak ketiga DPK sebesar 10,987. Tabel distribusi t dicari pada tingkat kepercayaan α = 5 dengan derajat kebebasan df n –k–1 atau 72–5-1 = 66, maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,996. Karena t hitung t tabel atau 10,987 1,996 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti DPK berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. Variabel DPK mempunyai nilai probabilitas Sig. lebih kecil dibandingkan alpha α yaitu 0,000 0,05 maka Ho ditolak yang artinya variabel DPK mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan mudharabah. b. Pengaruh CAR terhadap pembiayaan mudharabah Berdasarkan tabel koefisien di atas dapat diketahui bahwa t hitung variabel capital adequacy ratio CAR sebesar -2,457. Tabel distribusi t dicari pada tingkat kepercayaan α = 5 dengan derajat kebebasan df n –k–1 atau 72–5-1 = 66, maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1,996. Karena t hitung t tabel atau 2,457 1,996 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti CAR berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan mudharabah.

Dokumen yang terkait

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Analisis pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dan Dollar Inflasi, dan Jumlah uang beredar (M2) terhadap dana pihak ketiga (DPK) serta implikasinya pada pembiayaan Mudharabah pada perbankan Syariah di Indonesia

0 13 137

Analisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), nilai tukar (kurs) dan inflasi terhadap pembiayaan bermasalah perbankan syariah di Indonesia periode Juli 2010-Desember 2013

9 73 133

Analisis Pengaruh Jumlah Dana Pihak ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF) dan Tingkat Inflasi terhadap Total Pembiayaan yang diberikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia (Periode januari 2007-Oktober 2012)

2 24 142

Analisis faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah di Indonesia Periode 2003-2009

2 9 189

PENGARUH DEPOSITO MUDHARABAH, SPREAD BAGI HASIL, DAN TINGKAT BAGI HASIL TERHADAP PEMBIAYAAN Pengaruh Deposito Mudharabah, Spread Bagi Hasil, Dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil (Studi Empiris pada Bank Syariah di Indones

10 23 17

PENGARUH DEPOSITO MUDHARABAH, SPREAD BAGI HASIL, DAN TINGKAT BAGI HASIL TERHADAP PEMBIAYAAN Pengaruh Deposito Mudharabah, Spread Bagi Hasil, Dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil (Studi Empiris pada Bank Syariah di Indones

0 0 15

PENDAHULUAN Pengaruh Deposito Mudharabah, Spread Bagi Hasil, Dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil (Studi Empiris pada Bank Syariah di Indonesia).

0 2 9

ANALISIS PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) ARTHA AMANAH UMMAT UNGARAN

1 2 121

ANALISIS PENGARUH NPF, CAR, FDR, DPK, DAN ROA TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA

4 27 17