syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw dan Rasulullah saw pun membolehkannya.” HR. Thabrani
5
3. Rukun Mudharabah
Faktor-faktor yang harus ada rukun dalam akad mudharabah adalah:
6
a. Pelaku pemilik modal maupun pelaksana usaha
Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal shahibul mal, sedangkan
pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha mudharib atau
‘amil. Tanpa dua pelaku ini, akad mudharabah tidak ada.
b. Objek mudharabah modal dan kerja Faktor kedua objek mudharabah merupakan konsekuensi logis
dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan
pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci
berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill, dan
lain-lain. Para fuqaha sebenarnya tidak membolehkan modal mudharabah
berbentuk barang. Ia harus uang tunai karena barang tidak dapat dipastikan taksiran harganya dan mengakibatkan ketidakpastian
5
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2009, hal. 95-96
6
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004, hal. 205-206
gharar besarnya modal mudharabah. Namun para ulama mazhab Hanafi membolehkannya dan nilai barang yang dijadikan setoran
modal harus disepakati pada saat akad oleh mudharib dan shahibul mal
. Yang jelas tidak boleh adalah modal mudharabah yang belum disetor. Para fuqaha telah sepakat tidak bolehnya mudharabah dengan
hutang. c. Persetujuan kedua belah pihak ijab-qabul
Faktor ketiga, yakni persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin-minkum sama-sama rela. Di
sini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah.
d. Nisbah keuntungan Faktor yang keempat yakni nisbah adalah rukun yang khas
dalam akad mudharabah, yang tidk ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yag berhak diterima oleh keduan pihak
yang bermudharabah.
4. Penerapan Mudharabah dalam Perbankan Syariah
Skema standar mudharabah adalah skema yang berlaku antara dua pihak saja secara langsung, yakni shahibul-mal berhubungan langsung dengan
mudharib . Dan inilah sesungguhnya praktik mudharabah yang dilakukan oleh
nabi dan para sahabat serta umat muslim sesudahnya. Dalam kasus ini, yang terjadi adalah investasi langsung direct financing antara shahibul-mal
sebagai surplus unit dengan mudharib sebagai deficit unit. Dalam direct
financing seperti ini, peran bank sebagai lembaga perantara intermediary
tidak ada.
Mudharabah klasik seperti ini memiliki ciri-ciri khusus, yakni bahwa biasanya hubungan antara shahibul-mal dengan mudharib merupakan
hubungan personal dan langsung serta dilandasi rasa saling percaya amanah. Shahibul-mal hanya mau menyerahkan modalnya kepada kepada
orang yang ia kenal dengan baik, profesionalitas maupun karakternya.
Modus mudharabah seperti itu tidak efisien lagi dan kecil
kemungkinannya untuk dapat diterapkan oleh bank, karena beberapa hal: a.
Sistem kerja pada bank adalah investasi berkelompok, di mana
mereka tidak saling mengenal. Jadi kecil sekali kemungkinannya
terjadi hubungan yang langsung dan personal. b.
Banyak investasi sekarang ini yang membutuhkan dana dalam
jumlah besar, sehingga diperlukan puluhan bahkan ratus ribuan shahibul-mal
untuk sama-sama menjadi penyandang dana untuk
satu proyek tertentu. c.
Lemahnya disiplin terhadap ajaran islam menyebabkan sulitnya
bank memperoleh jaminan keamanan atas modal yang
disalurkannya.
Untuk mengatasi hal di atas, khususnya masalah pertama dan kedua, maka ulama kontemporer melakukan inovasi baru atas skema mudharabah,
yakni mudharabah yang melibatkan tiga pihak. Tambahan satu pihak ini
diperankan oleh bank syariah sebagai lembaga perantara yang
mempertemukan shahibul-mal dengan mudharib.
Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Mudharabah
Dalam skema indirect financing di atas, bank menerima dana dari shahibul-mal
dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana-dana ini dapat berupa tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu
bervariasi. Selanjutnya, dana-dana yang sudah terkumpul ini disalurkan kembali oleh bank ke dalam bentuk pembiayaan-pembiayaan yang
menghasilkan earning assets. Keuntungan dari penyaluran pembiayaan inilah yang akan dibagi hasilkan antara bank dengan pemilik dana pihak
ketiga.
7
C. Dana Pihak Ketiga DPK
Dana pihak ketiga simpanan menurut UU Perbankan RI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah
kepada Bank Syariah danatau UUS berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain
7
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 210-211
Mudharib Pelaku
usaha Bank Syariah
Intermediasi Keuangan
Shahibul- mal
Pemilik dana
Penitipan dana Penyaluran dana
Bagi Hasil Bagi Hasil
Defisit Unit Surplus Unit
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah.
8
BPRS tidak melakukan penghimpunan dana dalam bentuk giro, maka pembahasan DPK dalam penelitian ini hanya tabungan dan deposito.
1. Tabungan Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati,
tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, danatau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
a. Tabungan Wadiah
Berkaitan dengan produk tabungan wadiah, Bank Syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah. Beberapa ketentuan
umum tabungan wadiah sebagai berikut:
1. Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat on call
sesuai dengan kehendak pemilik harta.
8
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 107
2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi milik atau tanggungan bank, sedangkan nasabah
penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. 3. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta
sebagai sebuah insentif selama tidak diperjanjikan dalam akad pembukaan rekening.
b. Tabungan Mudharabah Tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan
berdasarkan akad mudharabah. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib pengelola dana, sedangkan nasabah bertindak
sebagai shahibul mal pemilik dana. Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib, mempunyai kuasa untuk melakukan
berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah
dengan pihak lain. Namun, di sisi lain, Bank Syariah juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah trustee, yang berarti bank harus
berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya.
Beberapa ketentuan umum tabungan mudharabah sebagai berikut: 1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau
pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam bentuk akad pembukaan rekening
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
9
2. Deposito Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang
dimaksud dengan deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan
akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah danatau UUS. Jangka waktu deposito bisa 1, 3, 6 dan 12 bulan.
Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, DSN MUI telah
9
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 297-301