besar  daripada  nilai  impornya,  maka  kurs  mata  uangnya  akan  menurun  atau dengan kata lain nilai mata uangnya mengalami peningkatan apresiasi.
27
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah
Dengan  perkembangan  ekonomi  internasional  yang  semakin  pesat, hubungan  ekonomi  antar  negara  akan  menjadi  saling  terkait  dan
mengakibatkan  peningkatan  arus  perdagangan  barang  maupun  uang  serta modal  antar  negara.  Terjadinya  perubahan  indikator  makro  di  negara  lain,
secara  tidak  langsung  akan  berdampak  ada  indikator  suatu  negara.  Dengan diberlakukannya  sistem  nilai  tukar  mengambang  penuhbebas  free  floating
system yang  dimulai  sejak  Agustus  1997,  posisi  nilai  tukar  rupiah  terhadap
mata  uang  asing  khususnya  US  ditentukan  oleh  mekanisme  pasar.  Sejak masa itu naik turunnya nilai tukar fluktuasi ditentukan oleh kekuatan pasar.
Pergerakan  nilai  tukar  rupiah  terhadap  US  pasca  diberlakukannya  sistem nilai tukar mengambang terus mengalami kemerosotan.
Pada  tahun  2005,  melambungnya  harga  minyak  dunia  yang  sempat menembus  level  US70barrel  memberikan  kontribusi  yang  cukup  besar
terhadap  meningkatnya  permintaan  valuta  asing  sebagai  konsekuensi  negara pengimpor  minyak.  Kondisi  ini  menyebabkan  nilai  tukar  rupiah  melemah
terhadap US dan berada kisaran Rp 9.200 sampai Rp 10.200 er US. Nilai tukar  rupiah  merupakan  satu  indikator  ekonomi  makro  yang  terkait  dengan
APBN.  Asumsi  nilai  tukar  rupiah  berhubungan  dengan  banyaknya  transaksi dalam  APBN  yang  terkait  dengan  mata  uang  asing,  seperti  penerimaan
27
Imamudin Yuliadi, Ekonomi Moneter Jakarta: PT. Indeks, 2008, hal. 61
pinjaman  dan  pembayaran  utang  luar  negeri,  penerimaan  minyak  dan pemberian subsidi BBM.
28
Hubungan Nilai Tukar Rupiah Dengan Pembiayaan Mudharabah Menurut Khamdi 2013 nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan negatif
terhadap  pertumbuhan  pembiayaan  di  BPRS.  Melemahnya  nilai  tukar  rupiah menyebabkan  kesulitan  pada  dunia  usaha  dalam  menjalankan  usahanya
terutama  bagi  mereka  yang  menggunakan  bahan  baku  dari  luar  negeri  atau menjual  barangnya  ke  pasar  ekspor.  Pengelolaan  nilai  tukar  rupiah  yang
realistis dan perubahan yang cukup rendah dapat memberikan kepastian dunia usaha  sebagaimana  yang  terjadi  pada  beberapa  waktu  terakhir  merupakan
suatu  hal  yang  penting  dalam  peningkatan  investasi  maupun  kegiatan  yang berorientasikan  pada  ekspor.  Keadaan  tersebut  pada  gilirannya  akan
mendorong  meningkatnya  permintaan  kredit  untuk  usaha  yang  produktif sehingga dapat mendorong perkembangan perbankan yang sehat.
29
G. Tingkat Bagi Hasil
1. Pengertian Bagi Hasil
Bank  syariah  menerapkan  nisbah  bagi  hasil  terhadap  produk-produk pembiayaan  yang  berbasis  Natural  Uncertainty  Contracts  NUC,  yaitu  akad
bisnis  yang  tidak  memberikan  kepastian  pendapatan  return,  baik  dari  segi jumlah maupun waktu, seperti mudharabah dan musyarakah.
30
28
M. Nur Rianto Al-Arif, Teori Makroekonomi Islam, hal. 128
29
Aulia  Pohan,  Potret  Kebijakan  Moneter  Indonesia  Jakarta:  PT  RajaGrafindo  Persada, 2008, hal. 55
30
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan , hal. 286
Tingkat  bagi  hasil  adalah  prosentase  pembagian  hasil  atas  keuntungan yang  akan  didapat  antara  kedua  belah  pihak  atau  lebih.  Besarnya  ketentuan
porsi  bagi  hasil  antara  kedua  belah  pihak  ditentukan  sesuai  kesepakatan bersama  dan  harus  terjadi  dengan  adanya  kerelaan  dimasing-masing  pihak
tanpa adanya unsur paksaan.
2. Kebijakan dalam Penentuan Nisbah Bagi Hasil
Faktor-faktor  yang  perlu  dipertimbangkan  dalam  penetapan  margin dan bagi hasil antara lain:
31
1.  Komposisi pendanaan Bagi  bank  syariah  yang  pendanaannya  sebagian  besar  diperoleh
dari  dana  giro  dan  tabungan,  yang  notabene  nisbah  nasabah  tidak setinggi pada deposan apalagi bonusathaya untuk giro cukup rendah
karena  diserahkan  sepenuhnya  pada  kebijakan  bank  syariah  yang bersangkutan,  maka  penentuan  keuntungan  margin  atau  bagi  hasil
bagi  bank  akan  lebih  kompetitif  jika  dibandingkan  suatu  bank  yang pendanaannya porsi terbesar berasal dari deposito.
2.  Tingkat persaingan Jika  tingkat  kompetisi  ketat,  porsi  keuntungan  bank  tipis,
sedangkan  pada  tingkat  persaingan  masih  longgar  bank  dapat mengambil keuntungan lebih tinggi.
3.  Risiko pembiayaan
31
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014, hal. 316
Untuk  pembiayaan  pada  sektor  yang  beresiko  tinggi,  bank  dapat mengambil  keuntungan  lebih  tinggi  dibanding  yang  berisiko  sedang
apalagi kecil. 4.  Jenis nasabah
Yang  dimaksud  adalah  nasabah  prima  dan  nasabah  biasa.  Bagi nasabah prima misal usahanya besar dan kuat bank cukup mengambil
keuntungan  tipis,  sedangkan  untuk  pembiayaan  kepada  para  nasabah biasa diambil keuntungan yang lebih tinggi.
5.  Kondisi perekonomian Silus ekonomi meliputi kondisi: revival, boompeak-puncak, resesi
dan depresi. Jika perekonomian secara umum berada pada dua kondisi pertama,  di  mana  usaha  berjalan  lancar,  maka  bank  dapat  mengambil
kebijkan  pengambilan  keuntungan  yang  lebih  longgar.  Namun  pada kondisi  lainnya  resesi  dan  depresi  bank  tidak  merugi  pun  bagus,
keuntungan sangat tipis.
3. Sistem dan Prinsip Distribusi Bagi Hasil
Ketentuan  yang  terkait  dengan  perhitungan  pembagian  hasil  usaha sudah  ditetapkan  dalam  Fatwa  DSN-MUI.  Dalam  Fatwa  Dewan  Syariah
Nasional  Nomor  14DSN-MUIIX2000  Tentang  Sistem  Distribusi  Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, ketentuannya adalah:
1.  Pada  prinsipnya,  LKS  boleh  menggunakan  sistem  Accrual  Basis maupun Cash Basis dalam administrasi keuangan.
2.  Dilihat dari segi kemaslahatan al-ashlah, dalam pencatatan sebaiknya digunakan  sistem  Accrual  Basis;  akan  tetapi,  dalam  distribusi  hasil
usaha  hendaknya  ditentukan  atas  dasar  penerimaan  yang  benar-benar terjadi Cash Basis.
3.  Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad. Kemudian  prinsip  distribusi  bagi  hasil  usaha  sudah  tertuang  dalam
Fatwa  Dewan  Syariah  Nasional  No.  15DSN-MUIIX2000  Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, dalam
fatwa tersebut ditetapkan sebagai berikut: 1.  Pada  dasarnya,  LKS  boleh  menggunakan  prinsip  Bagi  Hasil  Net
Revenue  Sharing maupun  Bagi  Untung  Profit  Sharing  dalam
pembagian hasil usaha dengan mitra nasabah-nya. 2.  Dilihat  dari  segi  kemaslahatan  al-ashlah,  saat  ini,  pembagian  hasil
usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil Net Revenue Sharing. 3.  Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati
dalam akad. Dasar  perhitungan  bagi  hasil  yang  menggunakan  revenue  sharing
adalah  perhitungan  bagi  hasil  yang  didasarkan  atas  penjualan  danatau pendapatan  kotor  atas  usaha  sebelum  dikurangi  dengan  biaya.  Bagi  hasil
dalam  revenue  sharing  dihitung  dengan  mengalihkan  nisbah  yang  telah disetujui  dengan  pendapatan  bruto.  Pada  umumnya  bagi  hasil  terhadap
investasi dana dari masyarakat menggunakan revenue sharing.