Saran Potret Buruh Indonesia pada Masa Orde Baru

KNI. “Penyair Wiji Thukul Mendapat Sambutan Hangat di Kedutaan Jerman” dalam Harian Haluan, Tahun 40, Nomor 307, Senin, 13 Nopember 1989. LHS. “Wiji Thukul Benih yang Terus Tumbuh” dalam Majalah Pembebasan Nomor 18VJuli2000. Mandey, Berthus dan Adrian Prasetya S.. “Istri Para Aktivis yang Tetap Tegar: Jangan Tanyakan Teror”, dalam Harian Suara Pembaruan Tahun XVII Nomor 6263, Minggu, 12 Desember 2004. Sawega, Ardus M. dan Maria Hartiningsih. “Sipon” dalam Harian Kompas Tahun 38 Nomor 179, Minggu, 29 Desember 2002. Sudjatmiko, Budiman. ”Arti Penting Buruh” dalam Majalah Pembebasan Nomor 18VJuli 2000 Tim Edisi Khusus Lekra Majalah Tempo. “Lekra dan Geger 1965” Edisi 30 September-6 Oktober 2013. Ton. “Penyair Wiji Thukul, Pemotret Kemiskinan dan Kekejaman” dalam Warta Kota, Tahun II nomor 82, Minggu, 30 Juli 2000. Media Online Anonim, “Buruh”, http:id.wikipedia.orgwikiBuruh , diunduh pada Kamis, 10 April 2014 Pukul 20:07. Anonim, https:www.kontras.orgindex.php?hal=siaran_persid=148 , Diunduh pada Kamis, 10 April Pukul 20:15. Anonim. “Orde Baru”, http:id.wikipedia.orgwikiOrde_Baru , diunduh pada Kamis, 10 April 2014 Pukul 20:23. Anonim, http:id.wikipedia.orgwikiWidji_Thukul diunduh pada 26 Maret 2014 pukul 21:33. Tabel II Penggunaan Imaji dalam Puisi Wiji Thukul tentang Buruh No. Judul Puisi Jenis Imaji Keterangan Imaji 1 “Catatan Malam” Imaji auditif Anjing nyalak 2 “Catatan Malam” Imaji visual Lampuku padam 3 “Catatan Malam” Imaji visual Aku nelentangsendiriankepal a di bantal 4 “Catatan Malam” Imaji visual Gelap makin pekat 5 “Sajak kepada Bung Dadi” Imaji visual Rumah-rumah yang berdesakkan 6 “Sajak kepada Bung Dadi” Imaji visual Buruh-buruh berangkat pagi pulang sore 7 “Lingkungan Kita si Mulut Besar” Imaji visual Anjing-anjing yang taat beribadahmenyingkiri para pengangguryang mabuk minuman murahan 8 “Lingkungan Kita si Mulut Besar” Imaji visual Raksasa yang membisuyang anak- anaknya terus dirampok 9 “Lingkungan Kita si Mulut Besar” Imaji visual Dihibur oleh film-film kartun amerika 10 “Lingkungan Kita si Mulut Besar” Imaji visual Perempuannya disetorke mesin-mesin industri 11 “Lingkugan Kita si Mulut Besar” Imaji visual Lingkungan kita si mulut besarsakit perut dan terus berakmencret oli dan logambusa dan plastik 12 “Lingkungan Kita si Mulut Besar” Imaji visual Zat-zat pewarna yang merangsangmenggerogot i tenggorokan bocah- bocahyang mengulum es 13 “Kuburan Purwoloyo” Imaji visual Di sini terbaringmbok cipyang mati di rumah 14 “Kuburan Purwoloyo” Imaji visual Di sini terbaringpak pinyang mati terkejut karena rumahnya digusur 15 “Kuburan Purwoloyo” Imaji visual Di tanah ini terkubur orang-orang yang sepanjang hidupnya memburuh 16 “Lumut” Imaji visual Kini los rumah yang dulu kami tempatijadi bangunan berpagar tembok tinggi 17 “Lumut” Imaji visual Aku jalan lagimelewati rumah yang pernah disewariyanto 18 “Lumut” Imaji visual Kampung ini tak memiliki tanah lapang lagi 19 “Lumut” Imaji visual Tanah-tanah kosong sudah dibeli orang 20 “Lumut” Imaji visual Dalam gangsetengah gelap setengah terang 21 “Lumut” Imaji visual Kita ini lumutmenempel di tembok-tembok bangunan 22 “Lumut” Imaji visual Berkembang di pinggir- pinggir selokan 23 “Lumut” Imaji visual Di musim kemarau kering 24 “Lumut” Imaji visual Diterjang banjir 25 “Lumut” Imaji auditif Pikiranku menggumam 26 “Suti” Imaji visual Pucat ia duduk dekat ambennya 27 “Suti” Imaji auditif Batuknya memburu 28 “Suti” Imaji visual Dahaknya berdarah 29 “Suti” Imaji visual Suti kusut masai 30 “Suti” Imaji auditif Di benaknya menggelegar suara mesin 31 “Suti” Imaji visual Kuyu matanya 32 “Suti” Imaji visual Buruh-buruh yang berangkat pagipulang petang 33 “Suti” Imaji visual Suti meraba wajahnya sendiri 34 “Suti” Imaji visual Tubuhnya makin susut saja 35 “Suti” Imaji visual Makin kurus menonjol tulang pipinya 36 “Suti” Imaji auditif Suti batuk-batuk lagi 37 “Suti” Imaji visual Suti meludahlagi-lagi darah 38 “Suti” Imaji visual Suti memejamkan mata 39 “Suti” Imaji auditif Suara mesin kembali menggemuruh 40 “Suti” Imaji visual Bayangan kawannya bermunculan 41 “Suti” Imaji visual Suti menggeleng 42 “Suti” Imaji visual Suti meludahdan lagi-lagi darah 43 “Suti” Imaji visual Suti merenungi nasib dokter 44 “Kampung” Imaji visual Bila pagi pecah 45 “Kampung” Imaji auditif Mulailah sumpah serapah 46 “Kampung” Imaji visual Anak dipisuhi ibunya 47 “Kampung” Imaji auditif Suami istri ribut-ribut 48 “Kampung” Imaji visual Bila pagi pecah 49 “Kampung” Imaji auditif Mulailah sumpah serapah 50 “Kampung” Imaji auditif Kiri-kanan ribut 51 “Kampung” Imaji auditif Anak-anak menangis 52 “Kampung” Imaji visual Suami istri bertengkar 53 “Kampung” Imaji auditif Silih berganti dengan radio 54 “Kampung” Imaji visual Orang-orang bergegasrebutan sumur- sumur 55 “Kampung” Imaji visual Lalu gadis-gadis umur belasankeluar kampung menuju pabrikpulang petangbermata kusut keletihan 56 “Kampung” Imaji visual Rumahnya di pinggir selokan 57 “Kampung” Imaji visual Bermain di muka genangan sampah 58 “Kampung” Imaji visual Di belakang tembok- tembokmenyumpal gang- gang 59 “Kampung” Imaji visual Mencari tanah lapang 60 “Jangan Lupa, Kekasihku” Imaji visual Jika terang bulankita jalan-jalan 61 “Jangan Lupa, Kekasihku” Imaji visual Yang tidur di depan rumahdi pinggir selokanitu tetangga kita 62 “Jangan Lupa, Kekasihku” Imaji visual Buruh-buruh perempuanyang matanya letihjalan sama-sama denganmuberbondong- bondong 63 “Jangan Lupa, Kekasihku” Imaji visual Yang menarik becak itu 64 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Seharian berdiri di pabrik 65 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Ini sudah malam 66 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Apa celana dan kutangmu digeledah lagi 67 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Menyelipkan moto 68 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Apa kamu masuk salonpotong rambut lagi 69 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Kawan-kawan sudah datang 70 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Kita sudah berkumpul di sini 71 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Kita akan latihan sandiwara lagi 72 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Kerjanya cuma mbordir saputangan di rumah 73 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Ia pun Cuma penjahit pakaian biasadi perusahaan konveksi milik tante lili 74 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Kami menunggumu di sini 75 “Ayolah, Warsini” Imaji visual Kita akan latihan sandiwara lagi 76 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Pada malam itu kami berkumpul 77 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji auditif Masing-masing berbicara tentang keinginannya yang sederhana 78 “Teka-teki yang Ganjil Imaji visual Ingin bikin dapurdi rumah kontraknya 79 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Mereka juga belum punya panci, komporgelas minum dan wajan penggoreng 80 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Odol, sampo, sewa rumah 81 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Teh hangat 82 “Teka-teki yang Ganjil Imaji visual Letak tempat tidur dan gantungan pakaian 83 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Kamar mandi 84 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Harga semen dan cat tembok 85 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Bekerja tak kurang dai 8 jam 86 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Diperlakukan seperti kerbau 87 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Sekaleng cat 88 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Mereka tiap hari menghasilkan berton-ton barang 89 “Teaka-teki yang Ganjil” Imaji visual Salah seorang dari kami berdirimemandang kami satu persatu 90 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji auditif Kemudian bertanya:adakah barang- barang yang kalian pakaiyang tidak dibikin oleh buruh 91 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Mengamatibarang-barang yang ada di sekitar kamineon, televisi, radio, baju, buku 92 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Menghitung upah kami 93 “Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual Odol-sampo-sewa rumah 94 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Jualan bakso 95 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Si lakinya terbaring di amben kontrakkan 96 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Terbaring pucat 97 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Lembur sampai pagi 98 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Pulang lungai lemas ngantuk letih 99 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Membungkuk 24 jam 100 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Luntang-lantung cari kerjaan 101 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Bini hamil tiga bulan 102 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Diperah seperti sapi 103 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Tak bisa dibungkam kodim 104 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Tak bisa dibungkam popor senapan 105 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Satu barisan 106 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Kemarin kami datang 107 “Satu Mimpi Satu Barisan” Imaji visual Umpama dirontgen pasti tampakisi dadaku ini pasti rusak 108 “Nonton Harga” Imaji visual Keluar keliling kota 109 “Nonton Harga” Imaji visual Tak beli apalihat-lihat saja 110 “Nonton Harga” Imaji visual Durenapel-pisang- rambutan-anggur 111 “Nonton Harga” Imaji visual Orang cantik 112 “Nonton Harga” Imaji visual Di kota kita banyak gedung bioskop 113 “Nonton Harga” Imaji visual Kita bisa nonton posternya 114 “Nonton Harga” Imaji visual Ke diskotek 115 “Nonton Harga” Imaji visual Di depan pintu 116 “Nonton Harga” Imaji auditif Detak musik 117 “Nonton Harga” Imaji auditif Denting botol 118 “Nonton Harga” Imaji auditif Lengking dan tawa 119 “Nonton Harga” Imaji penciuman Aroma minyak wangi luar negeri 120 “Nonton Harga” Imaji visual Kita keliling kota 121 “Nonton Harga” Imaji visual Peresmian hotel baruberbintang limadibuka pejabat tinggidihadiri artis-artis ternama 122 “Nonton Harga” Imaji visual Mobil para tamu berderet- deretsatu kilometer panjangnya 123 “Nonton Harga” Imaji visual Hari sudah malam 124 “Nonton Harga” Imaji visual Pulangke rumah kontrakan 125 “Nonton Harga” Imaji visual Tidur berderet-deret seperti ikan tangkapan 126 “Nonton Harga” Imaji visual Ke pabrikkembali bekerja 127 “Nonton Harga” Imaji visual Sarapan nasi bungkus 128 “Terus Terang Saja” Imaji visual Tepung terigu 129 “Terus Terang Saja” Imaji visual Gumpalan kapas 130 “Terus Terang Saja” Imaji visual Cabe busuk 131 “Terus Terang Saja” Imaji visual Kayu gelondongan 132 “Terus Terang Saja” Imaji visual Hutan-hutanyang kini botak 133 “Terus Terang Saja” Imaji visual Gergaji mesin pembangunan 134 “Terus Terang Saja” Imaji visual Kaki kursikah 135 “Terus Terang Saja” Imaji visual Botol kosong 136 “Terus Terang Saja” Imaji visual Rakyat lebak yang harus bekerja bakti mencabuti rumputhalaman kadipatenkarena tuan pejabat gubernemen mau lewat 137 “Terus Terang Saja” Imaji auditif Rakyat yang berdebar- debar di sekitar hari proklamasimenyimak pidato soekarno 138 “Terus Terang Saja” Imaji visual Jugun ianfu yang tak henti-henti diperkosa 139 “Terus Terang Saja” Imaji visual Yang menuntut kenaikan upahditangkapdijeblosk an ke penjara 140 “Terus Terang Saja” Imaji visual Tidak bermulut 141 “Harimau” Imaji visual Orang mendirikan kandanguntuk memelihara harimau 142 “Harimau” Imaji visual Harimau itu pun beranak- pinak 143 “Harimau” Imaji visual Di dalam tempurung kepalanya 144 “Harimau” Imaji visual Aku telah membakarnya 145 “Harimau” Imaji visual Orang-orang kebingungan 146 “Harimau” Imaji auditif Suara tawa 147 “Harimau” Imaji visual Daincam dengan undang- undang subversi 148 “Harimau” Imaji visual Para terdakwa dimasukkan ke bui dan diadili 149 “Harimau” Imaji visual Hukuman mati 150 “Harimau” Imaji auditif Suara tawa itu tak juga berhenti 151 “Harimau” Imaji auditif Orang yang berbicara tertawaberpendapat 152 “Harimau” Imaji visual Berserikat 153 “Harimau” Imaji visual Tembak di tempat 154 “Harimau” Imaji visual Hanya hakimlah yang kelihatannya tak berpura- pura 155 “Harimau” Imaji auditif Kalau semua rakyat tertawa 156 “Harimau” Imaji visual Buruh-buruh mogok kerja 157 “Leuwigajah” Imaji visual Leuwigajah berputardari pagi sampai pagi 158 “Leuwigajah” Imaji visual Jalan-jalan gemetar 159 “Leuwigajah” Imaji visual Debu-debu mebubungdari asap knalpot kendaraan pengangkut 160 “Leuwigajah” Imaji auditif Mesin-mesin terus membangunkan buruh- buruh 161 “Leuwigajah” Imaji visual Tidur berjejer-jejer alas tikar 162 “Leuwigajah” Imaji visual Tanpa jendelatanpa cahaya matahari 163 “Leuwigajah” Imaji taktil Lantai-dinding dingin, lembab, pengap 164 “Leuwigajah” Imaji auditif Lidah-lidah penghuni rumah kontrakterus menyemburkan cerita buruk 165 “Leuwigajah” Imaji visual Lembur paksa sampai pagi 166 “Leuwigajah” Imaji visual Jari jempol putus 167 “Leuwigajah” Imaji visual Kecelakaan-kecelakaan 168 “Leuwigajah” Imaji visual Kencing dilarang 169 “Leuwigajah” Imaji visual Mogok 170 “Leuwigajah” Imaji visual Pecatseperti nyabuti bulu ketiak 171 “Leuwigajah” Imaji visual Tubuh-tubuh mudaterus mengalir ke leuwigajah 172 “Leuwigajah” Imaji visual Seperti buah-buah disedot vitaminnya 173 “Leuwigajah” Imaji visual Mesih-mesin terus menggilas 174 “Leuwigajah” Imaji visual Memerah tenaga murah 175 “Leuwigajah” Imaji visual Satu kali dua puluh empat jammasuk, absen, tombol ditekan 176 “Leuwigajah” Imaji visual Truk-truk pengangkut produksimeluncur terus ke pasar 177 “Leuwigajah” Imaji visual Cerobong asap terus mengotori langit 178 “Leuwigajah” Imaji visual Limbah mengental selokan berwarna 179 “Leuwigajah” Imaji visual Leuwigajah terus minta darah tenaga muda 180 “Leuwigajah” Imaji visual Leuwigajah makin panasberputar dan terus mengurastenaga-tenaga murah 181 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Leuwigajah tak mau berhentidari pagi sampai pagi 182 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Bus-mobil pengangkut tenaga murah bikin gemetar jalan-jalan 183 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Debu-debu tebal membubung 184 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji auditif Mesin-mesin tak mau berhentimembangunkan buruh 185 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Tanpa jendela, tanpa cahaya matahari 186 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Jejer-berjejer alas tikar 187 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji taktil Lantai-dinding dingin, lembab, pengap 188 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji auditif Lidah-lidah penghuni rumah kontrakterus bercerita buruk 189 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Lembur paksa sampai pagi 190 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Tubuh mengelupas 191 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Jari jempol putus 192 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Mogok 193 “Leuwigajah Masih Imaji visual Pecatseperti nyabuti bulu Haus” ketiak 194 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Tubuh-tubuh muda terus mengalir ke leuwigajah 195 “Leuwigajah Masih haus” Imaji visual Seperti buah-buah disedot vitaminnya 196 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Mesin-mesin terus menggilasmemerah tenaga murah 197 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Satu kali dua puluh empat jammasuk absen tombol ditekan 198 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Truk-truk pengangkut produlsimeluncur terus ke pasar 199 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Leuwigajah tak mau berhentidari pagi sampai pagi 200 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Asap cerobong terus kotor 201 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Selokan air limbah berwarna 202 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Mesin-mesin tak mau berhentiterus minta darah tenaga murah 203 “Leuwigajah Masih Haus” Imaji visual Leuwigajah makin panasberputar dan terus menguras 204 “Makin Terang Bagi Kami” Imaji visual Tempat pertemuan kami sempitbola lampu kecil, cahaya sedikit 205 “Makin Terang Bagi Kami” Imaji visual Di langit bintang kelap- kelip 206 “Makin Terang Bagi Kami” Imaji visual Kegelapan disibak tukar pikiran 207 “Makin Terang Bagi Kami” Imaji visual Cuma kacang dan air putih 208 “Makin Terang Bagi Kami” Imaji visual Mesin berhenti 209 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Buruh mogokdia telepon kodim, pangdam 210 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Datang senjata sebatalion 211 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Dia terus makantetes, ya, tetes-tetes keringat kita 212 “Bukan Kata Baru” Imaji auditif Rasakan kembali jantungyang gelisah memukul-mukul marah 213 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Dia hidupbahkan berhadap-hadapan 214 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Bertarung 215 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Lengan dan otot kau-aku 216 “Bukan Kata Baru” Imaji visual Jika mesin-mesin berhenti 217 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Cahaya yang terang- benderang 218 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Jalan-jalan sempitdi kampungku yang gelap 219 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Sorot mata para penjaga 220 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Lampu-lampu yang mengitariku 221 “Seorang Buruh Masuk Imaji visual Aku melihat kakiku, jari- Toko” jarinya bergerak 222 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Aku melihat sendal jepitku 223 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Aku menoleh ke kiri ke kanan 224 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji penciuman Bau-bau harum 225 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji taktil Bulu tubuhku berdiri merasakan desirkias angin 226 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Kipas angin yang berputar- putar 227 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Badanku makin mingkup 228 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Aku melihat barang- barang 229 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Aku menghitung upahku 230 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Menggerakkan mesin- mesin di pabrik 231 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Aku melihat harga-harga kebutuhan di etalase 232 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Aku melihat bayangankumakin letih 233 “Seorang Buruh Masuk Toko” Imaji visual Terus diisap 234 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Imaji visual Berkereta api kelas ekonomi murah 235 “Bukan di Mulut Imaji visual Tak dapat kursi Politikus Bukan di Meja SPSI” melengkung tidur di kolong 236 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Imaji visual Pas tepat di kepala kami bokong-bokong 237 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Imaji visual Kiri kanan telapak kaki- tas-sandal-sepatu 238 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Imaji visual Tak apa di pertemuan ketemu lagi kawan 239 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Imaji visual Pulang tengah malam dapat bus rongsok 240 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Imaji visual Sepanjang jalan hujan kami jongkok di tempat duduknempel jendela 241 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Imaji visual Bocorbocor 242 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Imaji visual Sepanjang jalan tangan terus mengelapiagar pakaian tak basah 243 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Imaji taktil Dingindingin 244 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Imaji auditif Kepala dan dada masih penuh nyanyi panas 245 “Bukan di Mulut Imaji visual Bukan di mulut politikus Politikus Bukan di Meja SPSI” 246 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Imaji visual Bukan di mejas SPSI 247 “Edan” Imaji visual Dia dituduh maling 248 “Edan” Imaji visual Mengumpulkan serpihan kain 249 “Edan” Imaji visual Dia sambung-sambung jadi mukena 250 “Edan” Imaji visual Padahal mukena dia taruhdi tempat kerja 251 “Edan” Imaji visual Sudah diperasdituduh maling juga 252 “Edan” Imaji visual Karena istirahat gaji dipotong 253 “Edan” Imaji visual Karena main kartulima kawannya langsung dipecat Keterangan: Jumlah imaji visual : 219 Jumlah imaji auditif : 28 Jumlah imaji taktil : 4 Jumlah imaji penciuman : 2 Total imaji : 253 Tabel III Penggunaan Majas dalam Puisi Wiji Thukul tentang Buruh No. Judul Puisi Jenis Majas Keterangan Majas 1 “Catatan Malam” Metafora Kukibaskan pikiran 2 “Catatan Malam” Sinekdoke pars pro toto Pikiran menerawang 3 “Sajak kepada Bung Dadi” Sinisme Ini tanah airmudi sini kita bukan turis 4 “Sajak kepada Bung Dadi” personifikasi Rumah-rumah yang berdesakkan 5 “Lingkungan Kita si Mulut Besar” Sarkasme Lintah-lintahyang kenyang mengisap darah keringat tetangga 6 “Lingkungan Kita si Mulut Besar” Simbolik Lingkungan Kita si Mulut Besar 7 “Lingkungan Kita si Mulut Besar” Sarkasme Anjing-anjing yang taat beribadah 8 “Lingkungan Kita si Mulut Besar” Simbolik Raksasa yang membisu 9 “Lingkungan Kita si Mulut Besar” Sinisme Perempuannya disetor ke mesin-mesin industri yang membayar murah 10 “Lingkungan Kita si Mulut Besar” Sarkasme Lingkunag kita si mulut besarsakit perut dan terus berakmencret oli dan logambusa dan plastik 11 “Lingkungan Kita si Mulut Besar” personifikasi Zat-zat pewarna yang merangsangmenggerogoti tenggorokan bocah-bocah 12 “Kuburan Purwoloyo” Sinisme Di sini terbaring mbok cip yang mati di rumah karena ke rumah sakit tak ada biaya 13 “Kuburan Purwoloyo” Sinisme Di sini terbaring pak pin yang mati terkejut karena rumahnya digusur 14 “Kuburan Purwoloyo” Sinisme Di sini terkubur orang- orang yang sepanjang hidupnya memburuh terisap dan menanggung utang 15 “Kuburan Purwoloyo” Sinisme Di sini gali-gali tukan becak orang-orang kampung yang berjasa dalam setiap pemilu terbaring dan keadilan masih saja hanya janji 16 “Lumut” Asosiasi Gang pikiranku 17 “Lumut” Metafora Kita ini lumut 18 “Gunung Batu” Sinekdoke totem pro parte Desa yang melahirkan laki-laki 19 “Gunung Batu” Asosiasi Memikul kerja 20 “Gunung Batu” Sinekdoke pars pro toto Di rumah ditunggu mulut- perut anak-istri 21 “Gunung Batu” Asosiasi Dipagari hutan 22 “Gunung Batu” personifikasi pantai-pantai cantik 23 “Suti” personifikasi Batuknya memburu 24 “Suti” Hiperbola Suti kusut masai dibenaknya menggelegar suara mesin 25 “Suti” personifikasi Dicekik kebutuhan 26 “Suti” Hiperbola Suti meraba wajahnya sendiritubuhnya makin susut sajamakin kurus menonjol tulang pipinyaloyo tenaganyabertahun-tahun diisap kerja 27 “Suti” Repetisi Tak ada uangtak ada obat 28 “Suti” Sinisme Suti menggelengtahu ia dibayar murah 29 “Suti” Hiperbola Suara mesin kembali menggemuruh 30 “Kampung” Asosiasi Bila pagi pecah 31 “Kampung” Asosiasi Menyumpal gang-gang 32 “Kampung” Asosiasi Bila pagi pecah 33 “Kampung” Hiperbola Anak-anak terus lahir berdesakkan 34 “Kampung” Hiperbola Berputar dalam bayang- bayangmencari tanah lapang 35 “Ayolah, Warsini” Repetisi Apa kamu sudah pulang kerja, warsini? Apa kamu tidak letih? ... Apa celana dan kutangmu digeledah lagi? .. Apa kamu bingung hendak membagi gaji? ... Apa kamu masuk salon potong rambut lagi? 36 “Ayolah, Warsini” Repetisi Jangan malu, warsini Jangan takut dikatakan kemayu 37 “Teka-teki yang Ganjil” Asosiasi Keinginan itu dengan cepat terkuburoleh keletihan kami 38 “Teka-teki yang Ganjil” Asosiasi Upah kami dalam waktu singkat telah berubahmenjadi odol- sampo-sewa rumah 39 “Teka-teki yang Ganjil” personifikasi Pembicaraan meloncat ke soal harga semen 40 “Teka-teki yang Ganjil” Simile Diperlakukan seperti kerbau 41 “Teka-teki yang Ganjil” personifikasi Pertanyaan itu mendorong kami 42 “Teka-teki yang Ganjil” Simbolik Teka-teki yang ganjil 43 “Teka-teki yang Ganjil” personifikasi Teka-teki itu selalu muncul 44 “Teka-teki yang Ganjil” Sinisme Kekuatan macam apakah yang telah mengisap tenaga dan hasil kerja kami? 45 “Teka-teki yang Ganjil” Sinisme Tiga partai politik yang ada kami simpulkantak ada hubungannya sama sekali dengan kami:buruhmereka hanya memanfaatkan suara kamidemi kedudukan mereka 46 “Teka-teki yang Ganjil” Ironi Kami tertawa karena menyadaribertahun-tahun kami dikibuli 47 “Satu Mimpi Satu Barisan” Sinekdoke totem pro parte Dipecat perusahaan 48 “Satu Mimpi Satu Barisan” Repetisi Karena upah, ya, karena upah 49 “Satu Mimpi Satu Barisan” personifikasi Dihantam tipus 50 “Satu Mimpi Satu Barisan” Repetisi Dia dipecat, ya, dipecat 51 “Satu Mimpi Satu Barisan” Repetisi Karena amoniak, ya, amoniak 52 “Satu Mimpi Satu Barisan” Repetisi Membungkuk 24 jam, ya 24 jam 53 “Satu Mimpi Satu Barisan” Simile Terus diperah seperti sapi 54 “Satu Mimpi Satu Barisan” personifikasi Tak bisa dibungkam popor senapan 55 “Satu Mimpi Satu Barisan” Pars pro toto Tak bisa dibungkam kodim 56 “Nonton Harga” Repetisi Tak perlu ongkos tak perlu biaya 57 “Nonton Harga” Simile Tidur berderet-deret seperti ikan tangkapan 58 “Terus Terang Saja” Asosiasi Apakah aku ini tepung terigu atau gumpalan kapas atau cabe busuk yang merosot harganya 59 “Terus Terang Saja” Personifikasi Hutan-hutan yang kini botak 60 “Terus Terang Saja” Sinekdoke pars pro toto Hutan-hutan yang botak karena hph dan gergaji mesin pembangunan 61 “Terus Terang Saja” Asosiasi Apakah aku inikaki kursikahatau botol kosong 62 “Terus Terang Saja” Asosiasi Apakah aku ini si Bagero yang sudah merdeka 63 “Terus Terang Saja” Sinisme Ataukah tetap jugun ianfu yang tak henti-hentinya diperkosa perusahaan multinasional 64 “Terus Terang Saja” Asosiasi Apakah aku ini Cuma angka-angka yang menarik untuk bahan disertasi 65 “Terus Terang Saja” Personifikasi Karena aku dibungkam oleh demokrasi 100 66 “Terus Terang Saja” Personifikasi Kemelaratan belum dilumpuhkan 67 “Harimau” Simbolik Harimau 68 “Harimau” Asosiasi Harimau yang mereka hidupkan dari ketakutan 69 “Harimau” Hiperbola Aku semakin geli melihat orang-orang kebingungan 70 “Harimau” Hiperbola Suara tawa itu tak juga kunjung berhenti meskipun surat kabar, radio, dan televisi telah menyiarkan ke seluruh sudut negeri 71 “Harimau” Asosiasi Harimau itu pun beranak- pinak di dalam tempurung kepalanya 72 “Leuwigajah” Simbolik Leuwigajah 73 “Leuwigajah” Asosiasi Leuwigajah berputar dari pagi sampai pagi 74 “Leuwigajah” Hiperbola Jalan-jalan gemetardebu- debu membubungdari knalpot kendaraan pengangkut 75 “Leuwigajah” personifikasi Mesin-mesin terus membangunkan buruh- buruh 76 “Leuwigajah” Sinekdoke pars pro toto Lidah-lidah penghuni rumah kontrak terus menyemburkan cerita buruk 77 “Leuwigajah” Simile Mogok? Pecat Seperti nyabuti bulu ketiak 78 “Leuwigajah” Simile Tubuh-tubuh muda terus mengalir ke leuwigajah seperti buah-buah disedot vitaminnya 79 “Leuwigajah” personifikasi Mesin-mesin terus menggilas memeras tenaga murah 80 “Leuwigajah” personifikasi Cerobong asap terus mengotori angit 81 “Leuwigajah” Personifikasi Leuwigajah terus minta darah tenaga muda 82 “Leuwigajah” personifikasi Leuwigajah makin panasberputar dan terus mengurastenaga-tenaga murah 83 “Leuwigajah” Repetisi Tanpa jendela, tanpa cahaya matahari 84 “Leuwigajah Masih Haus” Asosiasi Leuwigajah tak mau berhenti dari pagi sampai pagi 85 “Leuwigajah Masih Haus” Simbolik Leuwigajah 86 “Leuwigajah Masih Haus” Hiperbola Bus-mobil pengangkut tenaga murahbikin gemetar jalan-jalan dan debu-debu tebal membubung 87 “Leuwigajah Masih Haus” personifikasi Mesin-mesin tak mau berhentimembangunkan buruh 88 “Leuwigajah Masih Haus” Repetisi Tanpa jendela, tanpa cahaya matahari 89 “Leuwigajah Masih Haus” Sinekdoke pars pro toto Lidah-lidah penghuni rumah kontrak terus bercerita buruk 90 “Leuwigajah Masih Simile Mogok? Pecat Seperti Haus” nyabuti bulu ketiak 91 “Leuwigajah Masih Haus” Simile Tubuh-tubuh muda terus mengalir ke leuwigajah seperti buah-buah disedot vitaminnya 92 “Leuwigajah Masih Haus” personifikasi Mesin-mesin terus menggilasmemerah tenaga murah 93 “Leuwigajah Masih Haus” personifikasi Mesin-mesin tak mau berhentiterus minta tenaga muda 94 “Leuwigajah Masih Haus” personifikasi Leuwigajah makin panasberputar dan terus menguras 95 “Makin Terang Bagi Kami” Asosiasi Pikiran ini makin luas 96 “Makin Terang Bagi Kami” Asosiasi Kegelapan disibak tukar pikiran 97 “Makin Terang Bagi Kami” Personifikasi Kesadaran kami tumbuh menyirami 98 “Makin Terang Bagi Kami” Sinekdoke pars pro toto Kami adalah nyawa yang menggerakkannya 99 “Bukan Kata Baru” Asosiasi Sudah lama kita diisap 100 “Bukan Kata Baru” Sinekdoke pars pro toto Datang senjata sebatalionkita dibungkam 101 “Bukan Kata Baru” Sarkasme Dia terus makantetes, ya, tetes keringat kita 102 “Bukan Kata Baru” Sinekdoke pars pro toto Jantung yang gelisah memukul-mukul marah 103 “Bukan Kata Baru” Asosiasi Darah dan otak jalan 104 “Bukan Kata Baru” Repetisi Bertarung, ya bertarung 105 “Bukan Kata Baru” Asosiasi Berapa harga lengan dan otot kau-aku 106 “Bukan Kata Baru” Metafora Jembatan ke dunia baru 107 “Bukan Kata Baru” Repetisi Dunia baru, ya, dunia baru 108 “Seorang Buruh Masuk Toko” personifikasi Lampu-lampu yang mengitarikuseperti sengaja hendak menunjukkan dari mana asalku 109 “Seorang Buruh Masuk Toko” Sinekdoke pars pro toto Tenagakuyang menggerakkan mesin- mesin di pabrik 110 “Seorang Buruh Masuk Toko” Hiperbola Aku melihat bayangankumakin letihdan terus diisap 111 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Repetisi Bocorbocor 112 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Repetisi Dingindingin 113 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Asosiasi Diri telah ditempa 114 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja SPSI” Asosiasi Kepala dan dada masih penuh nyanyi panas 115 “Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja Sinisme Hari depan buruh di tangan kami sendiribukan di SPSI” mulut politikusbukan di meja spsi 116 “Edan” Repetisi Padahal mukena tak dibawa pulangpadahal mukena dia taruh di tempat kerja 117 “Edan” Sarkasme Edansudah diperasdituduh maling pula 118 “Edan” Asosiasi Pemotongan gaji 119 “Edan” Repetisi Padahal tak pakai uangpadahal pas waktu luang Keterangan Majas asosiasi : 27 Majas personifikasi : 24 Majas repetisi : 16 Majas sinisme : 11 Majas hiperbola : 10 Majas sinekdoke pars pro toto : 10 Majas simile : 7 Majas simbolik : 6 Majas sarkasme : 5 Majas sinekdoke totem pro parte : 2 Majas ironi : 1 Total : 119 Catatan Malam anjing nyalak lampuku padam aku nelentang sendirian kepala di bantal pikiran menerawang membayang pernikahan pacarku buruh harganya tak lebih dua ratus rupiah per jam kukibaskan pikiran tadi dalam gelap makin pekat aku ini penyair miskin tapi kekasihku cinta cinta menuntun kami ke masa depan Solo-Kalangan, 23 Februari 88 Sajak kepada Bung Dadi ini tanahmu juga rumah-rumah yang berdesakkan manusia dan nestapa kampung halaman gadis-gadis muda buruh-buruh berangkat pagi pulang sore dengan gaji tak pantas kampung orang-orang kecil yang dibikin bingung oleh surat-surat izin dan kebijaksanaan dibikin tunduk mengangguk bungkuk ini tanah airmu di sini kita bukan turis Solo-Sorogenen, malam pemilu 87 Lingkungan Kita si Mulut Besar lingkungan kita si mulut besar dihuni lintah-lintah yang kenyang menisap darah keringat tetangga dan anjing-anjing yang taat beribadah menyingkiri para penganggur yang mabuk minuman murahan lingkungan kita si mulut besar raksasa yang membisu yang anak-anaknya terus dirampok dan dihibur film-film kartun amerika perempuannya disetor ke mesin-mesin industri yang membayar murah lingkungan kita si mulut besar sakit perut dan terus berak mencret oli dan logam busa dan plastik dan zat-zat pewarna yang merangsang menggerogoti tenggorokan bocah-bocah yang mengulum es lima puluh perak Kalangan-Solo, Desember 1991 Kuburan Purwoloyo di sini terbaring mbok cip yang mati di rumah karena ke rumah sakit tak ada biaya di sini terbaring pak pin yang mati terkejut karena rumahnya digusur di tanah ini terkubur orang-orang yang sepanjang hidupnya memburuh terisap dan menanggug utang di sini gali-gali tukang becak orang-orang kampung yang berjasa dalam setiap pemilu terbaring dan keadilan masih saja hanya janji di sini kubaca kembali: sejarah kita belum berubah Jagalan, Kalangan-Solo, 25 Oktober 88 Lumut dalam gang pikiranku menggumam seperti kemarin saja kini los rumah yang dulu kami tempati jadi bangunan berpagar tembok tinggi aku jalan lagi melewati rumah yang pernah disewa riyanto buruh kawan sekerjaku ke mana lagi dia sekeluarga rumah itu kini gantian disewa keluarga mbak nina kampung ini tak memiliki tanah lapang lagi tanah-tanah kosong sudah dibeli orang dalam gang setengah gelap, setengah terang aku menemukan perumpamaan: kita ini lumut menempel di tembok-tembok bangunan berkembang di pinggir-pinggir selokan di musim kemarau kering diterjang banjir tetap hidup kalau keadaan berubah perumpamaan boleh berubah menurutmu sendiri kita ini siapa? Kalangan-Solo, 8 Februari 91 Gunungbatu gunungbatu desa yang melahirkan laki-laki kuli-kuli perkebunan seharian memikul kerja setiap pagi makin bungkuk dijaga mandor dan traktor delapan ratus gaji sehari di rumah ditunggu mulut-perut anak-istri gunungbatu desa yang melahirkan laki-laki pencuri-pencuri menembak binatang di hutan lindung mengambil telur penyu di pantai terlarang demi piring nasi kehidupan sehari-hari gunungbatu desa terpencil jawa barat dipagari hutan dibatasi pantai-pantai cantik ujung genteng, cibuaya, pangumbahan sulit transportasi -jakarta dekat- sulit komunikasi sejarah gunung batu sejarah kuli-kuli sejak kolonial sampai republik merdeka sejarah gunungbatu sejarah kuli-kuli gunung batu masih di tanah air ini November 87 Suti suti tidak pergi kerja pucat ia duduk dekat ambennya suti di rumah saja tidak ke pabrik tidak ke mana-mana suti tidak ke rumah sakit batuknya memburu dahaknya berdarah tak ada biaya suti kusut masai di benaknya menggelegar suara mesin kuyu matanya membayangkan buruh-buruh yang berangkat pagi pulang petang hidup pas-pasan gaji kurang dicekik kebutuhan suti meraba wajahnya sendiri tubuhnya makin susut saja makin kurus menonjol tulang pipinya loyo tenaganya bertahun-tahun diisap kerja suti batuk-batuk lagi ia ingat kawannya sri yang mati karena rusak paru-parunya suti meludah dan lagi-lagi darah suti memejamkan mata suara mesin kembali menggemuruh bayangan kawannya bermunculan suti menggeleng tahu mereka dibayar murah suti meludah dan lagi-lagi darah suti merenungi resep dokter tak ada uang tak ada obat Solo, 27 Februari 88 Kampung bila pagi pecah mulailah sumpah serapah anak dipisuhi ibunya suami-istri ribut-ribut bila pagi pecah mulailah sumpah serapah kiri-kanan ribut anak-anak menangis suami-istri bertengkar silih berganti dengan radio orang-orang bergegas rebutan sumur umum lalu gadis-gadis umur belasan keluar kampung menuju pabrik pulang petang bermata kusut keletihan menjalani hidup tanpa pilihan dan anak-anak terus lahir berdesakkan tak mengerti rumahnya di pinggir selokan bermain di muka genangan sampah di belakang tembok-tembok menyumpal gang-gang berputar dalam bayang-bayang mencari tanah lapang Solo, Sorogenen, Juli 88 Jangan Lupa, Kekasihku jangan lupa, kekasihku jika terang bulan kita jalan-jalan yang tidur di depan rumah di pinggir selokan itu tetangga kita, kekasihku jangan lupa, kekasihku jika pukul lima buruh-buruh perempuan yang matanya letih jalan samasama denganmu berbondong-bondong itu kawanmu, kekasihku jangan lupa, kekasihku pada siapa pun yang bertanya sebutkan namamu jangan malu itu namamu, kekasihku Kalangan-Solo, 14 Maret 88 Ayolah, Warsini warsini warsini apa kamu sudah pulang kerja, warsini? apa kamu tidak letih? seharian berdiri di pabrik, warsini apa celana dan kutangmu digeledah lagi? karena majikanmu curiga kamu menyelipkan moto ini malam minggu, warsini berapa utangmu minggu ini? apa kamu bingung hendak membagi gaji? apakah kamu masuk salon potong rambut lagi? ayolah, warsini kawan-kawan sudah datang kita sudah berkumpul di sini kita akan latihan sandiwara lagi kamu nanti jadi mbok bodong si joko biar jadi rentenirnya jangan malu, warsini jangan takut dikatakan kemayu kamu tak perlu minder dengan pekerjaanmu sebab mas yanto juga tidak sekolah, warsini ia pun cuma tukang pelitur marni juga tidak sekolah kerjanya cuma mbordir saputangan di rumah wahyuni juga tidak sekolah bapaknya tak kuat mbayar uang pangkal sma partini? ia pun cuma penjahit pakaian jadi di perusahaan konveksi milik tante lili ayolah, warsini ini malam minggu, warsini kami menunggumu di sini kita akan latihan sandiwara lagi Teka-teki yang Ganjil pada malam itu kami berkumpul dan berbicara dari mulut kami tidak keluar hal-hal yang besar masing-masing berbicara tentang keinginannya yang sederhana dan masuk akal ada yang sudah lama sekali ingin bikin dapur di rumah kontraknya dan itu mengingatkan yang lain bahwa mereka juga belum punya panci, kompor gelas minum dan wajan penggoreng mereka jadi ingat bahwa mereka pernah ingin membeli barang-barang itu tetapi keinginan itu dengan cepat terkubur oleh keletihan kami dan upah kami dalam waktu singkat telah berubah menjadi odol-sampo-sewa rumah dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi ternyata banyak di antara kami yang masih susah menikmati teh hangat karena kami masih pusing bagaimana mengatur letak tempat tidur dan gantungan pakaian ada yang sudah lama ingin mempunyai kamar mandi sendiri dari situ pembicaraan meloncat ke soal harga semen dan juga cat tembok yang harganya tak pernah turun kami juga berbicara tentang kampanye pemilihan umum yang sudah berlalu tiga partai politik yang ada kami simpulkan tak ada hubungannya sama sekali dengan kami: buruh mereka hanya memanfaatkan suara kami demi kedudukan mereka kami tertawa karena menyadari bertahun-tahun kami dikubuli dan diperlakukan seperti kerbau akhirnya kami bertanya mengapa sedemikian sulitnya buruh membeli sekaleng cat padahal tiap hari ia bekerja tak kurang dari 8 jam mengapa sedemikian sulitnya bagi buruh untuk menyekolahkan anak-anaknya padahal mereka setiap hari menghasilkan berton-ton barang lalu salah seorang di antara kami berdiri memandang kami satu per satu kemudian bertanya: “adakah barang-barang yang kalian pakai yang tidak dibikin oleh buruh?” pertanyaan itu mendorong kami untuk mengamati barang-barang yang ada di sekitar kami neon, televisi, radio, baju, buku.... sejak itu kami selalu merasa seperti sedang menghadapi teka-teki yang ganjil dan teka-teki itu selalu muncul ketika kami berbicara tentang panci-kompor- gelas minum-wajan penggorengan juga di saat kami menghitung upah kami yang dalam waktu singkat telah berubah menjadi odol-sampo-sewa rumah dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi kami selalu heran dan bertanya-tanya kekuatan macam apakah yang telah mengisap tenaga dan hasil kerja kami Kalangan-Solo, 21 September 93 Satu Mimpi Satu Barisan di lembang ada kawan sofyan jualan bakso kini karena dipecat perusahaan karena mogok karena ingin perbaikan karena upah, ya, karena upah di ciroyom ada kawan sodiyah si lakinya terbaring di amben kontrakan buruh pabrik teh terbaring pucat dihantam tipus juga ada neni kawan bariah bekas buruh pabrik kaus kaki kini jadi buruh di perusahaan lagi dia dipecat, ya dipecat kesalahannya: karena menolak diperlakukan sewenang-wenang di cimahi ada kawan udin buruh sablon kemarin kami datang dia bilang umpama dirontgen pasti tampak isi dadaku ini pasti rusak karena amoniak, ya amoniak di cigugur ada kawan siti punya cerita harus lembur sampai pagi pulang lunglai lemas ngantuk letih membungkuk 24 jam ya, 24 jam di majalaya ada kawan eman buruh pabrik handuk dulu kini luntang-lantung cari kerjaan bini hamil tiga bulan kesalahan: karena tak sudi terus diperah seperti sapi di mana-mana ada sofyan, ada sodiyah, ada bariyah tak bisa dibungkam kodim tak bisa dibungkam popor senapan di mana-mana ada neni, ada udin, ada siti di mana-mana ada eman di bandung, solo, jakarta, tangerang tak bisa dibungkam kodim tak bisa dibungkam popor senapan satu mimpi satu barisan Bandung, 21 Mei 92 Nonton Harga ayo keluar keliling kota tak perlu ongkos, tak perlu biaya masuk toko perbelanjaan tingkat lima tak beli apa lihat-lihat saja kalau pengin durian apel-pisang-rambutan-anggur ayo... kita bisa cium baunya mengumbar hidung cuma-cuma tak perlu ongkos, tak perlu biaya di kota kita buah macam apa asal mana saja ada kalau pengin lihat orang cantik di kota kita banyak gedung bioskop kita bisa nonton posternya atau ke diskotek di depan pintu kau boleh mengumbar telinga cuma-cuma mendengarkan detak musik denting botol lengking dan tawa bisa juga kaunikmati aroma minyak wangi luar negeri cuma-cuma aromanya saja ayo... kita keliling kota hari ini ada peresmian hotel baru berbintang lima dibuka pejabat tinggi dihadiri artis-artis ternama ibukota lihat mobil para tamu berderet-deret satu kilometer panjangnya kota kita memang makin megah dan kaya tapi hari sudah malam ayo kita pulang ke rumah kontrakan sebelum kehabisan kendaraan ayo kita pulang ke rumah kontrakan tidur berderet-deret seperti ikan tangkapan siap dijual di pelelangan besok pagi kita ke pabrik kembali bekerja sarapan nasi bungkus ngutang seperti biasa 18 November 96 Terus Terang Saja apakah aku ini tepung terigu atau gumpalan kapas atau cabe busuk yang merosot harganya sehingga harus ditolong atau kayu gekondongan bahan baku plywood kualitas ekspor dari hutan-hutan yang kini botak karena hph dan gergaji mesin pembangunan keadilan berkemakmuran dan kemakmuran berkeadilan siapakah aku ini kaki kursikah atau botol kosong atau rakyat lebak yang harus bekerja bakti mencabuti rumput halaman kadipaten karena tuan pejabat gubernemen mau lewat apakah aku ini rakyat yang berdebar-debar di sekitar hari proklamasi menyimak pidato soekarno apakah aku ini si bagero yang sudah merdeka? ataukah tetap jugun ianfu yang tak henti-henti diperkosa perusahaan multinasional yang menuntut kenaikan upah ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara? apakah aku ini cuma angka-angka yang menarik untuk bahan disertasi dan meraih gelar doktor yang tidak berotak tidak bermulut yang secara rutin dilaporkan kepada bank dunia sebagai jaminan utang dan landasan tinggal landas? sekarang demokrasi sudah 100 bulat tanpa debat tapi aku belum menjadi aku sejati karena aku dibungkam oleh demokrasi 100 yang tak bisa salah namun aku sangsi karena kemelaratan belum dilumpuhkan aku sangsi kepada yang 100 benar terus terang saja 2 Oktober 96 Harimau aku pernah menyaksikan banyak orang mendirikan kandang untuk memelihara harimau yang mereka hidupkan dari ketakutan sehingga harimau itu pun beranak pinak di dalam tempurung kepalanya tapi aku ogah memelihara aku telah membakarnya dulu waktu aku bosan dan tak mau lagi ditakut-takuti karena geli dan hari ini aku semakin geli melihat orang-orang kebingungan karena harimau itu tak mampu mengaum lagi mungkin karena capek sebagai gantinya di mana-mana sekarang aku mendengar semakin banyak suara tawa tapi penguasa risi rupanya karena itu orang yang berani tertawa diancam dengan undang-undang subversi dan hukuman mati tapi meskipun para terdakwa sudah dimasukkan bui dan diadili suara tawa itu tak juga kunjung berhenti meskipun surat kabar radio dan televisi telah menyiarkan ke seluruh sudut negeri bahwa tertawa terbahak-bahak itu liberal bertentangan dengan budaya nasional dan merongrong stabilitas negara karena itu orang yang berbicara tertawa berpendapat dan berserikat harus mencantumkan apa azasnya kalau nekat tembak di tempat sekarang hanya hakimlah yang kelihatannya tak berpura-pura karena kalau ia ikutan tertawa akan punahlah harimau yang tinggal satu-satunya karena itu harus ada yang didakwa dan dipersalahkan agar tuntutan jaksa tampak serius dan tak menggelikan sebab kalai seluruh rakyat tertawa dan buruh-buruh mogok kerja, apa jadinya? 27 Januari 97 Leuwigajah leuwigajah berputar dari pagi sampai pagi jalan-jalan gemetar debu-debu membubung dari knalpot kendaraan pengangkut mesin-mesin terus membangunkan buruh-buruh tak berkamarmandi tidur jejer-berjejer alas tikar tanpa jendela, tanpa cahaya matahari lantai-dinding dingin, lembab, pengap lidah-lidah penghuni rumah kontrak terus menyemburkan cerita buruk: lembur paksa sampai pagi, upah rendah jari jempol putus, kecelakaan-kecelakaan kencing dilarang, sakit ongkos sendiri mogok? pecat seperi nyabuti bulu ketiak tubuh-tubuh muda terus mengalir ke leuwigajah seperti buah-buah disedot vitaminnya mesin-mesin terus menggilas memerah tenaga murah satu kali dua puluh empat jam masuk, absen, tombol ditekan dan truk-truk pengangkut produksi meluncur terus ke pasar leuwigajah tak mau berhenti dari pagi sampai pagi cerobong asap terus mengotori langit limbah mengental selokan berwarna leuwigajah terus minta darah tenaga muda leuwigajah makin panas berputar dan terus menguras tenaga-tenaga murah Bandung-Solo, 21 Mei-16 Juni Leuwigajah Masih Haus leuwigajah tak mau berhenti dari pagi sampai pagi bus-mobil pengangkut tenaga murah bikin gemetar jalan-jalan dan debu-debu tebal membubung mesin-mesin tak mau berhenti membangunkan buruh-buruh tak berkamarmandi tanpa jendela, tanpa cahaya matahari tidur jejer-berjejer alas tikar lantai-dinding dingin, lembab, pengap lidah-lidah penghuni rumah kontrak terus bercerita buruk: lembur paksa sampai pagi tubuh mengelupas, jari jempol putus, upah rendah mogok? pecat seperi nyabuti bulu ketiak tubuh-tubuh muda terus mengalir ke leuwigajah seperti buah-buah disedot vitaminnya mesin-mesin terus menggilas memerah tenaga murah satu kali dua puluh empat jam masuk, absen, tombol ditekan dan truk-truk pengangkut produksi meluncur terus ke pasar leuwigajah tak mau berhenti dari pagi sampai pagi asap cerobong terus kotor selokan air limbah berwarna mesin-mesin tak mau berhenti terus minta darah tenaga muda leuwigajah makin panas berputar dan terus menguras Bandung, 21 Mei 92 Makin Terang Bagi Kami tempat kami sempit bola lampu kecil, cahaya sedikit tapi makin terang bagi kami tangerang, solo, jakarta kawan kami kami satu: buruh kami punya tenaga tempat pertemuan kami sempit di langit bintang kelap-kelip tapi makin terang bagi kami banyak pemogokan di sana-sini tempat pertemuan kami sempit tapi pikiran ini makin luas makin terang bagi kami kegelapan disibak tukar pikiran kami satu: buruh kami punya tenaga tempat pertemuan kami sempit tanpa buah cuma kacang dan air putih tapi makin terang bagi kami kesadaran kami tumbuh menyirami kami satu: buruh kami punya tenaga jika kami satu hati kami tahu mesin berhenti sebab kami adalah nyawa yang menggerakkannya Bandung, 21 Mei 92 Bukan Kata Baru ada kata baru kapitalis, baru? ah, tidak, tidak sudah lama kita diisap bukan kata baru, bukan kita dibayar murah sudah lama, sudah lama sudah lama kita saksikan buruh mogok dia telepon kodim, pangdam datang senjata sebatalion kita dibungkam tapi tidak, tidak dia belum hilang kapitalis dia terus makan tetes, ya, tetes-tetes keringat kita dia terus makan sekarang rasakan kembali jantung yang gelisah memukul-mukul marah karena darah dan otak jalan kapitalis dia hidup bahkan berhadap-hadapan kau-aku buruh, mereka kapitalis sama-sama hidup bertarung ya, bertarung sama-sama? tidak, tidak bisa kita tidak bisa bersama-sama sudah lama, ya, sejak mula kau-aku tahu berapa harga lengan dan otot kau-aku kau tahu berapa upahmu kau tahu jika mesin-mesin berhenti kau tahu berapa harga tenagamu mogoklah maka kau akan melihat dunia mereka jembatan ke dunia baru dunia baru, ya, dunia baru Tebet, 9 Mei 92 Seorang Buruh Masuk Toko masuk toko yang pertama kurasa adalah cahaya yang terang benderang tak seperti jalan-jalan sempit di kampungku yang gelap sorot mata para penjaga dan lampu-lampu mengitariku seperti sengaja hendak menunjukkan dari mana asalku aku melihat kakiku, jari-jarinya bergerak aku melihat sendal jepitku aku menoleh ke kiri ke kanan, bau-bau harum aku menatap betis-betis dan sepatu bulu tubuhku berdiri merasakan desir kipas angin yang berputar-putar halus lembut badanku makin mingkup aku melihat barang-barang yang dipajang aku menghitung-hitung aku menghitung upahku aku menghitung harga tenagaku yang menggerakkan mesin-mesin di pabrik aku melihat harga-harga kebutuhan di etalase aku melihat bayanganku makin letih dan terus diisap Bukan di Mulut Politikus, Bukan di Meja SPSI berlima dari solo, berkereta api kelas ekonomi murah tak dapat kursi melengkung tidur di kolong pas tepat di kepala kami bokong-bokong kiri-kanan telapak kaki, tas, sandal, sepatu tak apa di pertemuan ketemu lagi kawan dari krawang-bandung-jakarta-jogja-tangerang buruh pabrik plastik, tekstil, kertas, dan macam-macam datang dengan satu soal dari jakarta pulang tengah malam dapat bus rongsok pulang letih tak apa, diri telah ditempa sepanjang jalan hujan kami jongkok di tempat duduk nempel jendela bocor bocor sepanjang jalan tangan terus mengelapi agar pakaian tak basah dingin dingin tapi tak apa diri telah ditempa kepala dan dada masih penuh nyanyi panas hari depa buruh di tangan kami sendiri bukan di mulut politikus bukan di mejas spsi Solo, 14 Mei 92 Edan sudah dengar cerita mursilah? edan dia dituduh maling karena mengumpulkan serpihan kain dia sambung-sambung jadi mukena untuk sembahyang padahal mukena tak dibawa pulan padahal mukena dia taruh di tempat kerja edan sudah diperas dituduh maling pula sudah dengar cerita santi? edan karena istirahat gaji dipotong edan karena main kartu lima kawannya langsung dipecat majikan padahal tak pakai uang padahal pas waktu luang edan kita mah bukan sekrup Bandung, 21 Mei 92 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RPP Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas SMA Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia KelasSemester : XII2 Alokasi waktu : 2x45 menit Standar Kompetensi Membaca memahami dan Menulis Kompetensi Dasar Membaca dan memahami puisi 1. Memahami hakikat puisi 2. Memahami struktur dan kaidah teks puisi, baik lisan maupun tulisan 3. Membuat analisa struktur pembangun puisi Indikator 1. Siswa mampu memahami pengertian puisi dan struktur lahir dan batin pembangun puisi 2. Siswa mampu menganalisa struktur pembangun puisi 3. Siswa mampu mengaitkan pesan yang terdapat dalam puisi dengan realitas sosial yang ada

A. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat memahami hakikat puisi 2. Siswa mampu menganalisa struktur pembangun puisi dan mengaitkannya dengan realita sosial yang ada 3. Siswa mampu menyusun hasil analisis struktur pembangun puisi dengan mengunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar 4. Siswa memiliki sikap percaya diri, rasa ingin tahu dan kreatif dalam mengapresiasi karya sastra, serta kritis, tanggungjawab, peduli dan peka terhadap apa yang terjadi dengan lingkungannya Karakter Siswa yang diharapkan: Kritis, Kreatif, Komunikatif

B. Materi Ajar

puisi -langkah menganalisa puisi -contoh puisi karya penyair Indonesia

C. Metode Pembelajaran

1. Pendekatan : Pembelajaran Kontekstual 2. Metode : Ceramah dan tanya jawab 3. Model Pembelajaran : Pembelajaran kooperatif

D. Langkah-langkah Pembelajaran 1. Kegiatan awal 10’

a. Guru membuka pelajaran doasalam, kemudian presensi kehadiran siswa b. Guru menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran c. Guru memberikan motivasi siswa tentang pendidikan d. Perwakilan siswa menampilkan apresiasi sastra di depan kelas

2. Kegiatan inti 70’ a. Eksplorasi

1 Siswa bersama guru bertanya jawab tentang puisi pengertian, struktur pembangun puisi, manfaat puisi, dan beberapa puisi karya Wiji Thukul tentang buruh 2 Siswa bersama guru mendiskusikan tujuan dan macam-macam puisi 3 Siswa membaca puisi yang akan dikaji Puisi Wiji Thukul yang berjudul “Satu Mimpi, Satu Barisan” 4 Siswa membuat analisis struktur puisi yang dikaji dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

b. Elaborasi

1 Siswa menyimak pemaparan materi yang disampaikan oleh guru 2 Siswa ditugaskan untuk mencatat pokok materi yang disampaikan

c. Konfirmasi

1 Siswa bersama guru memberikan apresiasi positif pada pembelajaran yang telah dilakukan 2 Guru memberikan penguatan tentang materi yang sudah dibahas

3. Kegiatan penutup 10’

1 Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dibahas 2 Guru dan siswa membaca doa bersama Alat Bahan Sumber 1. Buku paket Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA kelas XII semester II 2. Kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul

E. PENILAIAN

Penilaian dilaksanakan selama proses dan sesudah pembelajaran Indikator Pencapaian Penilaian Teknik penilaian Bentuk instrumen Soal instrumen i. Mampu mencatat pokok-pokok masalah atau inti materi yang telah didengar atau disimak ii. Memahami pengertian puisi, unsur-unsur lahir dan batin puisi Tes tulis uraian 1. Catatlah pokok- pokok materi yang telah disampaikan 2. Buatlah analisa unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik berdasarkan puisi yang telah diberikan oleh guru puisi “Satu iii. Memahami manfaat dan fungsi puisi dalam kehidupan sehari- hari Mimpi, Satu Barisan karya Wiji Thukul 3. Buatlah analisa mengenai manfaat dan fungsi puisi dalam kehidupan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan kondisi sosial Soal penugasan No. Butir Soal Skor maksimal 1. 2. 3. Sebutkan dan jelaskan unsur pembangun puisi, baik lahir maupun batin Bacalah puisi “Satu Mimpi, Satu Barisan” karya Wiji Thukul Kemudian analisa unsur-unsur lahir dan batin yang terdapat dalam puisi tersebut Bacalah puisi “Satu Mimpi, Satu Barisan” karya Wiji Thukul dengan seksama, kemudian tentukan manfaat dan fungsi puisi tersebut dalam kehidupan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan kondisi sosial 50 100 50 Jakarta, 14 November 2014 Kepala sekolah Guru Mapel

Dokumen yang terkait

MAKNA KRITIK SOSIAL PADA PUISI KARYA WIJI THUKUL ( Analisis Semiotika Puisi Wiji Thukul pada Buku Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput )

14 78 22

Fenomena Sosial dalam Puisi "Pesan Uang" dan "Bercukur Sebelum Tidur" Karya Joko Pinurbo dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

7 35 123

Potret buruh Indonesia pada masa orde baru dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah

2 61 0

Potret Sejarah Revolusi Indonesia dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Karya Mochtar Lubis dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

6 81 167

NILAI-NILAI EDUKASI DALAM NOVEL AKAR KARYA DEWI LESTARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Nilai-Nilai Edukasi Dalam Novel Akar Karya Dewi Lestari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA.

0 3 12

NILAI-NILAI EDUKASI DALAM NOVEL AKAR KARYA DEWI LESTARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Nilai-Nilai Edukasi Dalam Novel Akar Karya Dewi Lestari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA.

0 2 11

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI LALU AKU KARYA RADHAR PANCA DAHANA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 1 12

KRITIK SOSIAL DALAM KUMPULAN PUISI LALU AKU KARYA RADHAR PANCA DAHANA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Kritik Sosial Dalam Kumpulan Puisi Lalu Aku Karya Radhar Panca Dahana: Tinjauan Sosiologi Sastra.

2 10 13

SAJAK NYANYIAN ANGSA KARYA WS. RENDRA AN

0 2 19

Aspek-aspek Stilistika dan Nilai Pendidikan Karakter pada Buku Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul serta Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas - UNS Institutional Repository

0 0 17