Saran Potret Buruh Indonesia pada Masa Orde Baru
KNI. “Penyair Wiji Thukul Mendapat Sambutan Hangat di Kedutaan Jerman” dalam Harian Haluan, Tahun 40, Nomor 307, Senin, 13 Nopember 1989.
LHS. “Wiji Thukul Benih yang Terus Tumbuh” dalam Majalah Pembebasan Nomor 18VJuli2000.
Mandey, Berthus dan Adrian Prasetya S.. “Istri Para Aktivis yang Tetap Tegar: Jangan Tanyakan Teror”, dalam Harian Suara Pembaruan Tahun XVII
Nomor 6263, Minggu, 12 Desember 2004. Sawega, Ardus M. dan Maria Hartiningsih. “Sipon” dalam Harian Kompas Tahun
38 Nomor 179, Minggu, 29 Desember 2002. Sudjatmiko, Budiman. ”Arti Penting Buruh” dalam Majalah Pembebasan Nomor
18VJuli 2000 Tim Edisi Khusus Lekra Majalah Tempo. “Lekra dan Geger 1965” Edisi 30
September-6 Oktober 2013. Ton. “Penyair Wiji Thukul, Pemotret Kemiskinan dan Kekejaman” dalam Warta
Kota, Tahun II nomor 82, Minggu, 30 Juli 2000.
Media Online
Anonim, “Buruh”, http:id.wikipedia.orgwikiBuruh
, diunduh pada Kamis, 10 April 2014 Pukul 20:07.
Anonim, https:www.kontras.orgindex.php?hal=siaran_persid=148
, Diunduh pada Kamis, 10 April Pukul 20:15.
Anonim. “Orde Baru”, http:id.wikipedia.orgwikiOrde_Baru
, diunduh pada Kamis, 10 April 2014 Pukul 20:23.
Anonim, http:id.wikipedia.orgwikiWidji_Thukul
diunduh pada 26 Maret 2014 pukul 21:33.
Tabel II Penggunaan Imaji dalam Puisi Wiji Thukul tentang Buruh
No. Judul Puisi
Jenis Imaji Keterangan Imaji
1 “Catatan Malam”
Imaji auditif Anjing nyalak
2 “Catatan Malam”
Imaji visual Lampuku padam
3 “Catatan Malam”
Imaji visual Aku
nelentangsendiriankepal a di bantal
4 “Catatan Malam”
Imaji visual Gelap makin pekat
5 “Sajak kepada Bung
Dadi” Imaji visual
Rumah-rumah yang berdesakkan
6 “Sajak kepada Bung
Dadi” Imaji visual
Buruh-buruh berangkat pagi pulang sore
7 “Lingkungan Kita si
Mulut Besar” Imaji visual
Anjing-anjing yang taat beribadahmenyingkiri
para pengangguryang mabuk minuman murahan
8 “Lingkungan Kita si
Mulut Besar” Imaji visual
Raksasa yang membisuyang anak-
anaknya terus dirampok 9
“Lingkungan Kita si Mulut Besar”
Imaji visual Dihibur oleh film-film
kartun amerika 10
“Lingkungan Kita si Mulut Besar”
Imaji visual Perempuannya disetorke
mesin-mesin industri 11
“Lingkugan Kita si Mulut Besar”
Imaji visual Lingkungan kita si mulut
besarsakit perut dan terus berakmencret oli dan
logambusa dan plastik 12
“Lingkungan Kita si Mulut Besar”
Imaji visual Zat-zat pewarna yang
merangsangmenggerogot
i tenggorokan bocah- bocahyang mengulum es
13 “Kuburan Purwoloyo”
Imaji visual Di sini terbaringmbok
cipyang mati di rumah 14
“Kuburan Purwoloyo” Imaji visual
Di sini terbaringpak pinyang mati terkejut
karena rumahnya digusur 15
“Kuburan Purwoloyo” Imaji visual
Di tanah ini terkubur orang-orang yang
sepanjang hidupnya memburuh
16 “Lumut”
Imaji visual Kini los rumah yang dulu
kami tempatijadi bangunan berpagar tembok
tinggi 17
“Lumut” Imaji visual
Aku jalan lagimelewati rumah yang pernah
disewariyanto 18
“Lumut” Imaji visual
Kampung ini tak memiliki tanah lapang lagi
19 “Lumut”
Imaji visual Tanah-tanah kosong sudah
dibeli orang 20
“Lumut” Imaji visual
Dalam gangsetengah gelap setengah terang
21 “Lumut”
Imaji visual Kita ini lumutmenempel
di tembok-tembok bangunan
22 “Lumut”
Imaji visual Berkembang di pinggir-
pinggir selokan 23
“Lumut” Imaji visual
Di musim kemarau kering
24 “Lumut”
Imaji visual Diterjang banjir
25 “Lumut”
Imaji auditif Pikiranku menggumam
26 “Suti”
Imaji visual Pucat ia duduk dekat
ambennya 27
“Suti” Imaji auditif
Batuknya memburu 28
“Suti” Imaji visual
Dahaknya berdarah 29
“Suti” Imaji visual
Suti kusut masai 30
“Suti” Imaji auditif
Di benaknya menggelegar suara mesin
31 “Suti”
Imaji visual Kuyu matanya
32 “Suti”
Imaji visual Buruh-buruh yang
berangkat pagipulang petang
33 “Suti”
Imaji visual Suti meraba wajahnya
sendiri 34
“Suti” Imaji visual
Tubuhnya makin susut saja
35 “Suti”
Imaji visual Makin kurus menonjol
tulang pipinya 36
“Suti” Imaji auditif
Suti batuk-batuk lagi 37
“Suti” Imaji visual
Suti meludahlagi-lagi darah
38 “Suti”
Imaji visual Suti memejamkan mata
39 “Suti”
Imaji auditif Suara mesin kembali
menggemuruh 40
“Suti” Imaji visual
Bayangan kawannya bermunculan
41 “Suti”
Imaji visual Suti menggeleng
42 “Suti”
Imaji visual Suti meludahdan lagi-lagi
darah
43 “Suti”
Imaji visual Suti merenungi nasib
dokter 44
“Kampung” Imaji visual
Bila pagi pecah 45
“Kampung” Imaji auditif
Mulailah sumpah serapah 46
“Kampung” Imaji visual
Anak dipisuhi ibunya 47
“Kampung” Imaji auditif
Suami istri ribut-ribut 48
“Kampung” Imaji visual
Bila pagi pecah 49
“Kampung” Imaji auditif
Mulailah sumpah serapah 50
“Kampung” Imaji auditif
Kiri-kanan ribut 51
“Kampung” Imaji auditif
Anak-anak menangis 52
“Kampung” Imaji visual
Suami istri bertengkar 53
“Kampung” Imaji auditif
Silih berganti dengan radio 54
“Kampung” Imaji visual
Orang-orang bergegasrebutan sumur-
sumur 55
“Kampung” Imaji visual
Lalu gadis-gadis umur belasankeluar kampung
menuju pabrikpulang petangbermata kusut
keletihan 56
“Kampung” Imaji visual
Rumahnya di pinggir selokan
57 “Kampung”
Imaji visual Bermain di muka
genangan sampah 58
“Kampung” Imaji visual
Di belakang tembok- tembokmenyumpal gang-
gang 59
“Kampung” Imaji visual
Mencari tanah lapang 60
“Jangan Lupa, Kekasihku”
Imaji visual Jika terang bulankita
jalan-jalan
61 “Jangan Lupa,
Kekasihku” Imaji visual
Yang tidur di depan rumahdi pinggir
selokanitu tetangga kita 62
“Jangan Lupa, Kekasihku”
Imaji visual Buruh-buruh
perempuanyang matanya letihjalan sama-sama
denganmuberbondong- bondong
63 “Jangan Lupa,
Kekasihku” Imaji visual
Yang menarik becak itu
64 “Ayolah, Warsini”
Imaji visual Seharian berdiri di pabrik
65 “Ayolah, Warsini”
Imaji visual Ini sudah malam
66 “Ayolah, Warsini”
Imaji visual Apa celana dan kutangmu
digeledah lagi 67
“Ayolah, Warsini” Imaji visual
Menyelipkan moto 68
“Ayolah, Warsini” Imaji visual
Apa kamu masuk salonpotong rambut lagi
69 “Ayolah, Warsini”
Imaji visual Kawan-kawan sudah
datang 70
“Ayolah, Warsini” Imaji visual
Kita sudah berkumpul di sini
71 “Ayolah, Warsini”
Imaji visual Kita akan latihan
sandiwara lagi 72
“Ayolah, Warsini” Imaji visual
Kerjanya cuma mbordir saputangan di rumah
73 “Ayolah, Warsini”
Imaji visual Ia pun Cuma penjahit
pakaian biasadi perusahaan konveksi milik
tante lili 74
“Ayolah, Warsini” Imaji visual
Kami menunggumu di sini
75 “Ayolah, Warsini”
Imaji visual Kita akan latihan
sandiwara lagi 76
“Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual
Pada malam itu kami berkumpul
77 “Teka-teki yang Ganjil”
Imaji auditif Masing-masing berbicara
tentang keinginannya yang sederhana
78 “Teka-teki yang Ganjil
Imaji visual Ingin bikin dapurdi
rumah kontraknya 79
“Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual
Mereka juga belum punya panci, komporgelas
minum dan wajan penggoreng
80 “Teka-teki yang Ganjil”
Imaji visual Odol, sampo, sewa rumah
81 “Teka-teki yang Ganjil”
Imaji visual Teh hangat
82 “Teka-teki yang Ganjil
Imaji visual Letak tempat tidur dan
gantungan pakaian 83
“Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual
Kamar mandi 84
“Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual
Harga semen dan cat tembok
85 “Teka-teki yang Ganjil”
Imaji visual Bekerja tak kurang dai 8
jam 86
“Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual
Diperlakukan seperti kerbau
87 “Teka-teki yang Ganjil”
Imaji visual Sekaleng cat
88 “Teka-teki yang Ganjil”
Imaji visual Mereka tiap hari
menghasilkan berton-ton barang
89 “Teaka-teki yang Ganjil”
Imaji visual Salah seorang dari kami
berdirimemandang kami
satu persatu 90
“Teka-teki yang Ganjil” Imaji auditif
Kemudian bertanya:adakah barang-
barang yang kalian pakaiyang tidak dibikin
oleh buruh 91
“Teka-teki yang Ganjil” Imaji visual
Mengamatibarang-barang yang ada di sekitar
kamineon, televisi, radio, baju, buku
92 “Teka-teki yang Ganjil”
Imaji visual Menghitung upah kami
93 “Teka-teki yang Ganjil”
Imaji visual Odol-sampo-sewa rumah
94 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Jualan bakso
95 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Si lakinya terbaring di amben kontrakkan
96 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Terbaring pucat
97 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Lembur sampai pagi
98 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Pulang lungai lemas ngantuk letih
99 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Membungkuk 24 jam
100 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Luntang-lantung cari kerjaan
101 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Bini hamil tiga bulan
102 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Diperah seperti sapi
103 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Tak bisa dibungkam kodim
104 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Tak bisa dibungkam popor senapan
105 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Satu barisan
106 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Kemarin kami datang
107 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Imaji visual
Umpama dirontgen pasti tampakisi dadaku ini
pasti rusak 108
“Nonton Harga” Imaji visual
Keluar keliling kota 109
“Nonton Harga” Imaji visual
Tak beli apalihat-lihat saja
110 “Nonton Harga”
Imaji visual Durenapel-pisang-
rambutan-anggur 111
“Nonton Harga” Imaji visual
Orang cantik 112
“Nonton Harga” Imaji visual
Di kota kita banyak gedung bioskop
113 “Nonton Harga”
Imaji visual Kita bisa nonton posternya
114 “Nonton Harga”
Imaji visual Ke diskotek
115 “Nonton Harga”
Imaji visual Di depan pintu
116 “Nonton Harga”
Imaji auditif Detak musik
117 “Nonton Harga”
Imaji auditif Denting botol
118 “Nonton Harga”
Imaji auditif Lengking dan tawa
119 “Nonton Harga”
Imaji penciuman
Aroma minyak wangi luar negeri
120 “Nonton Harga”
Imaji visual Kita keliling kota
121 “Nonton Harga”
Imaji visual Peresmian hotel
baruberbintang limadibuka pejabat
tinggidihadiri artis-artis ternama
122 “Nonton Harga”
Imaji visual Mobil para tamu berderet-
deretsatu kilometer panjangnya
123 “Nonton Harga”
Imaji visual Hari sudah malam
124 “Nonton Harga”
Imaji visual Pulangke rumah
kontrakan 125
“Nonton Harga” Imaji visual
Tidur berderet-deret seperti ikan tangkapan
126 “Nonton Harga”
Imaji visual Ke pabrikkembali
bekerja 127
“Nonton Harga” Imaji visual
Sarapan nasi bungkus 128
“Terus Terang Saja” Imaji visual
Tepung terigu 129
“Terus Terang Saja” Imaji visual
Gumpalan kapas 130
“Terus Terang Saja” Imaji visual
Cabe busuk 131
“Terus Terang Saja” Imaji visual
Kayu gelondongan 132
“Terus Terang Saja” Imaji visual
Hutan-hutanyang kini botak
133 “Terus Terang Saja”
Imaji visual Gergaji mesin
pembangunan 134
“Terus Terang Saja” Imaji visual
Kaki kursikah 135
“Terus Terang Saja” Imaji visual
Botol kosong 136
“Terus Terang Saja” Imaji visual
Rakyat lebak yang harus bekerja bakti mencabuti
rumputhalaman
kadipatenkarena tuan pejabat gubernemen mau
lewat 137
“Terus Terang Saja” Imaji auditif
Rakyat yang berdebar- debar di sekitar hari
proklamasimenyimak pidato soekarno
138 “Terus Terang Saja”
Imaji visual Jugun ianfu yang tak
henti-henti diperkosa 139
“Terus Terang Saja” Imaji visual
Yang menuntut kenaikan upahditangkapdijeblosk
an ke penjara 140
“Terus Terang Saja” Imaji visual
Tidak bermulut 141
“Harimau” Imaji visual
Orang mendirikan kandanguntuk
memelihara harimau 142
“Harimau” Imaji visual
Harimau itu pun beranak- pinak
143 “Harimau”
Imaji visual Di dalam tempurung
kepalanya 144
“Harimau” Imaji visual
Aku telah membakarnya 145
“Harimau” Imaji visual
Orang-orang kebingungan 146
“Harimau” Imaji auditif
Suara tawa 147
“Harimau” Imaji visual
Daincam dengan undang- undang subversi
148 “Harimau”
Imaji visual Para terdakwa dimasukkan
ke bui dan diadili 149
“Harimau” Imaji visual
Hukuman mati 150
“Harimau” Imaji auditif
Suara tawa itu tak juga berhenti
151 “Harimau”
Imaji auditif Orang yang berbicara
tertawaberpendapat 152
“Harimau” Imaji visual
Berserikat 153
“Harimau” Imaji visual
Tembak di tempat 154
“Harimau” Imaji visual
Hanya hakimlah yang kelihatannya tak berpura-
pura 155
“Harimau” Imaji auditif
Kalau semua rakyat tertawa
156 “Harimau”
Imaji visual Buruh-buruh mogok kerja
157 “Leuwigajah”
Imaji visual Leuwigajah berputardari
pagi sampai pagi 158
“Leuwigajah” Imaji visual
Jalan-jalan gemetar 159
“Leuwigajah” Imaji visual
Debu-debu mebubungdari asap
knalpot kendaraan pengangkut
160 “Leuwigajah”
Imaji auditif Mesin-mesin terus
membangunkan buruh- buruh
161 “Leuwigajah”
Imaji visual Tidur berjejer-jejer alas
tikar 162
“Leuwigajah” Imaji visual
Tanpa jendelatanpa cahaya matahari
163 “Leuwigajah”
Imaji taktil Lantai-dinding dingin,
lembab, pengap 164
“Leuwigajah” Imaji auditif
Lidah-lidah penghuni rumah kontrakterus
menyemburkan cerita
buruk 165
“Leuwigajah” Imaji visual
Lembur paksa sampai pagi 166
“Leuwigajah” Imaji visual
Jari jempol putus 167
“Leuwigajah” Imaji visual
Kecelakaan-kecelakaan 168
“Leuwigajah” Imaji visual
Kencing dilarang 169
“Leuwigajah” Imaji visual
Mogok 170
“Leuwigajah” Imaji visual
Pecatseperti nyabuti bulu ketiak
171 “Leuwigajah”
Imaji visual Tubuh-tubuh mudaterus
mengalir ke leuwigajah 172
“Leuwigajah” Imaji visual
Seperti buah-buah disedot vitaminnya
173 “Leuwigajah”
Imaji visual Mesih-mesin terus
menggilas 174
“Leuwigajah” Imaji visual
Memerah tenaga murah 175
“Leuwigajah” Imaji visual
Satu kali dua puluh empat jammasuk, absen, tombol
ditekan 176
“Leuwigajah” Imaji visual
Truk-truk pengangkut produksimeluncur terus
ke pasar 177
“Leuwigajah” Imaji visual
Cerobong asap terus mengotori langit
178 “Leuwigajah”
Imaji visual Limbah mengental selokan
berwarna 179
“Leuwigajah” Imaji visual
Leuwigajah terus minta darah tenaga muda
180 “Leuwigajah”
Imaji visual Leuwigajah makin
panasberputar dan terus mengurastenaga-tenaga
murah 181
“Leuwigajah Masih Haus”
Imaji visual Leuwigajah tak mau
berhentidari pagi sampai pagi
182 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji visual
Bus-mobil pengangkut tenaga murah bikin
gemetar jalan-jalan 183
“Leuwigajah Masih Haus”
Imaji visual Debu-debu tebal
membubung 184
“Leuwigajah Masih Haus”
Imaji auditif Mesin-mesin tak mau
berhentimembangunkan buruh
185 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji visual
Tanpa jendela, tanpa cahaya matahari
186 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji visual
Jejer-berjejer alas tikar
187 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji taktil
Lantai-dinding dingin, lembab, pengap
188 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji auditif
Lidah-lidah penghuni rumah kontrakterus
bercerita buruk 189
“Leuwigajah Masih Haus”
Imaji visual Lembur paksa sampai pagi
190 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji visual
Tubuh mengelupas
191 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji visual
Jari jempol putus
192 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji visual
Mogok
193 “Leuwigajah Masih
Imaji visual Pecatseperti nyabuti bulu
Haus” ketiak
194 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji visual
Tubuh-tubuh muda terus mengalir ke leuwigajah
195 “Leuwigajah Masih
haus” Imaji visual
Seperti buah-buah disedot vitaminnya
196 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji visual
Mesin-mesin terus menggilasmemerah
tenaga murah 197
“Leuwigajah Masih Haus”
Imaji visual Satu kali dua puluh empat
jammasuk absen tombol ditekan
198 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji visual
Truk-truk pengangkut produlsimeluncur terus
ke pasar 199
“Leuwigajah Masih Haus”
Imaji visual Leuwigajah tak mau
berhentidari pagi sampai pagi
200 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji visual
Asap cerobong terus kotor
201 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji visual
Selokan air limbah berwarna
202 “Leuwigajah Masih
Haus” Imaji visual
Mesin-mesin tak mau berhentiterus minta darah
tenaga murah 203
“Leuwigajah Masih Haus”
Imaji visual Leuwigajah makin
panasberputar dan terus menguras
204 “Makin Terang Bagi
Kami” Imaji visual
Tempat pertemuan kami sempitbola lampu kecil,
cahaya sedikit
205 “Makin Terang Bagi
Kami” Imaji visual
Di langit bintang kelap- kelip
206 “Makin Terang Bagi
Kami” Imaji visual
Kegelapan disibak tukar pikiran
207 “Makin Terang Bagi
Kami” Imaji visual
Cuma kacang dan air putih
208 “Makin Terang Bagi
Kami” Imaji visual
Mesin berhenti
209 “Bukan Kata Baru”
Imaji visual Buruh mogokdia telepon
kodim, pangdam 210
“Bukan Kata Baru” Imaji visual
Datang senjata sebatalion 211
“Bukan Kata Baru” Imaji visual
Dia terus makantetes, ya, tetes-tetes keringat kita
212 “Bukan Kata Baru”
Imaji auditif Rasakan kembali
jantungyang gelisah memukul-mukul marah
213 “Bukan Kata Baru”
Imaji visual Dia hidupbahkan
berhadap-hadapan 214
“Bukan Kata Baru” Imaji visual
Bertarung 215
“Bukan Kata Baru” Imaji visual
Lengan dan otot kau-aku 216
“Bukan Kata Baru” Imaji visual
Jika mesin-mesin berhenti 217
“Seorang Buruh Masuk Toko”
Imaji visual Cahaya yang terang-
benderang 218
“Seorang Buruh Masuk Toko”
Imaji visual Jalan-jalan sempitdi
kampungku yang gelap 219
“Seorang Buruh Masuk Toko”
Imaji visual Sorot mata para penjaga
220 “Seorang Buruh Masuk
Toko” Imaji visual
Lampu-lampu yang mengitariku
221 “Seorang Buruh Masuk
Imaji visual Aku melihat kakiku, jari-
Toko” jarinya bergerak
222 “Seorang Buruh Masuk
Toko” Imaji visual
Aku melihat sendal jepitku
223 “Seorang Buruh Masuk
Toko” Imaji visual
Aku menoleh ke kiri ke kanan
224 “Seorang Buruh Masuk
Toko” Imaji
penciuman Bau-bau harum
225 “Seorang Buruh Masuk
Toko” Imaji taktil
Bulu tubuhku berdiri merasakan desirkias
angin 226
“Seorang Buruh Masuk Toko”
Imaji visual Kipas angin yang berputar-
putar 227
“Seorang Buruh Masuk Toko”
Imaji visual Badanku makin mingkup
228 “Seorang Buruh Masuk
Toko” Imaji visual
Aku melihat barang- barang
229 “Seorang Buruh Masuk
Toko” Imaji visual
Aku menghitung upahku
230 “Seorang Buruh Masuk
Toko” Imaji visual
Menggerakkan mesin- mesin di pabrik
231 “Seorang Buruh Masuk
Toko” Imaji visual
Aku melihat harga-harga kebutuhan di etalase
232 “Seorang Buruh Masuk
Toko” Imaji visual
Aku melihat bayangankumakin letih
233 “Seorang Buruh Masuk
Toko” Imaji visual
Terus diisap
234 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Imaji visual Berkereta api kelas
ekonomi murah
235 “Bukan di Mulut
Imaji visual Tak dapat kursi
Politikus Bukan di Meja SPSI”
melengkung tidur di kolong
236 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Imaji visual Pas tepat di kepala kami
bokong-bokong
237 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Imaji visual Kiri kanan telapak kaki-
tas-sandal-sepatu
238 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Imaji visual Tak apa di pertemuan
ketemu lagi kawan
239 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Imaji visual Pulang tengah malam
dapat bus rongsok
240 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Imaji visual Sepanjang jalan hujan
kami jongkok di tempat duduknempel jendela
241 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Imaji visual Bocorbocor
242 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Imaji visual Sepanjang jalan tangan
terus mengelapiagar pakaian tak basah
243 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Imaji taktil Dingindingin
244 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Imaji auditif Kepala dan dada masih
penuh nyanyi panas
245 “Bukan di Mulut
Imaji visual Bukan di mulut politikus
Politikus Bukan di Meja SPSI”
246 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Imaji visual Bukan di mejas SPSI
247 “Edan”
Imaji visual Dia dituduh maling
248 “Edan”
Imaji visual Mengumpulkan serpihan
kain 249
“Edan” Imaji visual
Dia sambung-sambung jadi mukena
250 “Edan”
Imaji visual Padahal mukena dia
taruhdi tempat kerja 251
“Edan” Imaji visual
Sudah diperasdituduh maling juga
252 “Edan”
Imaji visual Karena istirahat gaji
dipotong 253
“Edan” Imaji visual
Karena main kartulima kawannya langsung
dipecat
Keterangan:
Jumlah imaji visual : 219
Jumlah imaji auditif : 28
Jumlah imaji taktil : 4
Jumlah imaji penciuman : 2
Total imaji : 253
Tabel III Penggunaan Majas dalam Puisi Wiji Thukul tentang Buruh
No. Judul Puisi
Jenis Majas Keterangan Majas
1 “Catatan Malam”
Metafora Kukibaskan pikiran
2 “Catatan Malam”
Sinekdoke pars pro toto
Pikiran menerawang
3 “Sajak kepada Bung
Dadi” Sinisme
Ini tanah airmudi sini kita bukan turis
4 “Sajak kepada Bung
Dadi” personifikasi
Rumah-rumah yang berdesakkan
5 “Lingkungan Kita si
Mulut Besar” Sarkasme
Lintah-lintahyang kenyang mengisap darah
keringat tetangga 6
“Lingkungan Kita si Mulut Besar”
Simbolik Lingkungan Kita si Mulut
Besar 7
“Lingkungan Kita si Mulut Besar”
Sarkasme Anjing-anjing yang taat
beribadah 8
“Lingkungan Kita si Mulut Besar”
Simbolik Raksasa yang membisu
9 “Lingkungan Kita si
Mulut Besar” Sinisme
Perempuannya disetor ke mesin-mesin industri yang
membayar murah 10
“Lingkungan Kita si Mulut Besar”
Sarkasme Lingkunag kita si mulut
besarsakit perut dan terus berakmencret oli dan
logambusa dan plastik 11
“Lingkungan Kita si Mulut Besar”
personifikasi Zat-zat pewarna yang
merangsangmenggerogoti tenggorokan bocah-bocah
12 “Kuburan Purwoloyo”
Sinisme Di sini terbaring mbok cip
yang mati di rumah karena ke rumah sakit tak ada
biaya 13
“Kuburan Purwoloyo” Sinisme
Di sini terbaring pak pin yang mati terkejut karena
rumahnya digusur 14
“Kuburan Purwoloyo” Sinisme
Di sini terkubur orang- orang yang sepanjang
hidupnya memburuh terisap dan menanggung
utang 15
“Kuburan Purwoloyo” Sinisme
Di sini gali-gali tukan becak orang-orang
kampung yang berjasa dalam setiap pemilu
terbaring dan keadilan masih saja hanya janji
16 “Lumut”
Asosiasi Gang pikiranku
17 “Lumut”
Metafora Kita ini lumut
18 “Gunung Batu”
Sinekdoke totem pro parte
Desa yang melahirkan laki-laki
19 “Gunung Batu”
Asosiasi Memikul kerja
20 “Gunung Batu”
Sinekdoke pars pro toto
Di rumah ditunggu mulut- perut anak-istri
21 “Gunung Batu”
Asosiasi Dipagari hutan
22 “Gunung Batu”
personifikasi pantai-pantai cantik
23 “Suti”
personifikasi Batuknya memburu
24 “Suti”
Hiperbola Suti kusut masai
dibenaknya menggelegar suara mesin
25 “Suti”
personifikasi Dicekik kebutuhan
26 “Suti”
Hiperbola Suti meraba wajahnya
sendiritubuhnya makin susut sajamakin kurus
menonjol tulang pipinyaloyo
tenaganyabertahun-tahun diisap kerja
27 “Suti”
Repetisi Tak ada uangtak ada obat
28 “Suti”
Sinisme Suti menggelengtahu ia
dibayar murah 29
“Suti” Hiperbola
Suara mesin kembali menggemuruh
30 “Kampung”
Asosiasi Bila pagi pecah
31 “Kampung”
Asosiasi Menyumpal gang-gang
32 “Kampung”
Asosiasi Bila pagi pecah
33 “Kampung”
Hiperbola Anak-anak terus lahir
berdesakkan 34
“Kampung” Hiperbola
Berputar dalam bayang- bayangmencari tanah
lapang 35
“Ayolah, Warsini” Repetisi
Apa kamu sudah pulang kerja, warsini?
Apa kamu tidak letih? ...
Apa celana dan kutangmu digeledah lagi?
.. Apa kamu bingung hendak
membagi gaji?
... Apa kamu masuk salon
potong rambut lagi? 36
“Ayolah, Warsini” Repetisi
Jangan malu, warsini Jangan takut dikatakan
kemayu 37
“Teka-teki yang Ganjil” Asosiasi
Keinginan itu dengan cepat terkuburoleh
keletihan kami 38
“Teka-teki yang Ganjil” Asosiasi
Upah kami dalam waktu singkat telah
berubahmenjadi odol- sampo-sewa rumah
39 “Teka-teki yang Ganjil”
personifikasi Pembicaraan meloncat ke
soal harga semen 40
“Teka-teki yang Ganjil” Simile
Diperlakukan seperti kerbau
41 “Teka-teki yang Ganjil”
personifikasi Pertanyaan itu mendorong
kami 42
“Teka-teki yang Ganjil” Simbolik
Teka-teki yang ganjil 43
“Teka-teki yang Ganjil” personifikasi
Teka-teki itu selalu muncul
44 “Teka-teki yang Ganjil”
Sinisme Kekuatan macam apakah
yang telah mengisap tenaga dan hasil kerja
kami? 45
“Teka-teki yang Ganjil” Sinisme
Tiga partai politik yang ada kami simpulkantak
ada hubungannya sama sekali dengan
kami:buruhmereka hanya memanfaatkan suara
kamidemi kedudukan mereka
46 “Teka-teki yang Ganjil”
Ironi Kami tertawa karena
menyadaribertahun-tahun kami dikibuli
47 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Sinekdoke totem
pro parte Dipecat perusahaan
48 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Repetisi
Karena upah, ya, karena upah
49 “Satu Mimpi Satu
Barisan” personifikasi
Dihantam tipus
50 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Repetisi
Dia dipecat, ya, dipecat
51 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Repetisi
Karena amoniak, ya, amoniak
52 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Repetisi
Membungkuk 24 jam, ya 24 jam
53 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Simile
Terus diperah seperti sapi
54 “Satu Mimpi Satu
Barisan” personifikasi
Tak bisa dibungkam popor senapan
55 “Satu Mimpi Satu
Barisan” Pars pro toto
Tak bisa dibungkam kodim
56 “Nonton Harga”
Repetisi Tak perlu ongkos tak perlu
biaya 57
“Nonton Harga” Simile
Tidur berderet-deret seperti ikan tangkapan
58 “Terus Terang Saja”
Asosiasi Apakah aku ini tepung
terigu atau gumpalan kapas atau cabe busuk
yang merosot harganya 59
“Terus Terang Saja” Personifikasi
Hutan-hutan yang kini botak
60 “Terus Terang Saja”
Sinekdoke pars pro toto
Hutan-hutan yang botak
karena hph dan gergaji mesin pembangunan
61 “Terus Terang Saja”
Asosiasi Apakah aku inikaki
kursikahatau botol kosong
62 “Terus Terang Saja”
Asosiasi Apakah aku ini si Bagero
yang sudah merdeka 63
“Terus Terang Saja” Sinisme
Ataukah tetap jugun ianfu yang tak henti-hentinya
diperkosa perusahaan multinasional
64 “Terus Terang Saja”
Asosiasi Apakah aku ini Cuma
angka-angka yang menarik untuk bahan disertasi
65 “Terus Terang Saja”
Personifikasi Karena aku dibungkam
oleh demokrasi 100 66
“Terus Terang Saja” Personifikasi
Kemelaratan belum dilumpuhkan
67 “Harimau”
Simbolik Harimau
68 “Harimau”
Asosiasi Harimau yang mereka
hidupkan dari ketakutan 69
“Harimau” Hiperbola
Aku semakin geli melihat orang-orang kebingungan
70 “Harimau”
Hiperbola Suara tawa itu tak juga
kunjung berhenti meskipun surat kabar,
radio, dan televisi telah menyiarkan ke seluruh
sudut negeri 71
“Harimau” Asosiasi
Harimau itu pun beranak- pinak di dalam tempurung
kepalanya 72
“Leuwigajah” Simbolik
Leuwigajah 73
“Leuwigajah” Asosiasi
Leuwigajah berputar dari pagi sampai pagi
74 “Leuwigajah”
Hiperbola Jalan-jalan gemetardebu-
debu membubungdari knalpot kendaraan
pengangkut 75
“Leuwigajah” personifikasi
Mesin-mesin terus membangunkan buruh-
buruh 76
“Leuwigajah” Sinekdoke pars
pro toto Lidah-lidah penghuni
rumah kontrak terus menyemburkan cerita
buruk 77
“Leuwigajah” Simile
Mogok? Pecat Seperti nyabuti bulu ketiak
78 “Leuwigajah”
Simile Tubuh-tubuh muda terus
mengalir ke leuwigajah seperti buah-buah disedot
vitaminnya 79
“Leuwigajah” personifikasi
Mesin-mesin terus menggilas memeras tenaga
murah 80
“Leuwigajah” personifikasi
Cerobong asap terus mengotori angit
81 “Leuwigajah”
Personifikasi Leuwigajah terus minta
darah tenaga muda 82
“Leuwigajah” personifikasi
Leuwigajah makin panasberputar dan terus
mengurastenaga-tenaga murah
83 “Leuwigajah”
Repetisi Tanpa jendela, tanpa
cahaya matahari 84
“Leuwigajah Masih Haus”
Asosiasi Leuwigajah tak mau
berhenti dari pagi sampai pagi
85 “Leuwigajah Masih
Haus” Simbolik
Leuwigajah
86 “Leuwigajah Masih
Haus” Hiperbola
Bus-mobil pengangkut tenaga murahbikin
gemetar jalan-jalan dan debu-debu tebal
membubung 87
“Leuwigajah Masih Haus”
personifikasi Mesin-mesin tak mau
berhentimembangunkan buruh
88 “Leuwigajah Masih
Haus” Repetisi
Tanpa jendela, tanpa cahaya matahari
89 “Leuwigajah Masih
Haus” Sinekdoke pars
pro toto Lidah-lidah penghuni
rumah kontrak terus bercerita buruk
90 “Leuwigajah Masih
Simile Mogok? Pecat Seperti
Haus” nyabuti bulu ketiak
91 “Leuwigajah Masih
Haus” Simile
Tubuh-tubuh muda terus mengalir ke leuwigajah
seperti buah-buah disedot vitaminnya
92 “Leuwigajah Masih
Haus” personifikasi
Mesin-mesin terus menggilasmemerah
tenaga murah 93
“Leuwigajah Masih Haus”
personifikasi Mesin-mesin tak mau
berhentiterus minta tenaga muda
94 “Leuwigajah Masih
Haus” personifikasi
Leuwigajah makin panasberputar dan terus
menguras 95
“Makin Terang Bagi Kami”
Asosiasi Pikiran ini makin luas
96 “Makin Terang Bagi
Kami” Asosiasi
Kegelapan disibak tukar pikiran
97 “Makin Terang Bagi
Kami” Personifikasi
Kesadaran kami tumbuh menyirami
98 “Makin Terang Bagi
Kami” Sinekdoke pars
pro toto Kami adalah nyawa yang
menggerakkannya 99
“Bukan Kata Baru” Asosiasi
Sudah lama kita diisap 100
“Bukan Kata Baru” Sinekdoke pars
pro toto Datang senjata
sebatalionkita dibungkam 101
“Bukan Kata Baru” Sarkasme
Dia terus makantetes, ya, tetes keringat kita
102 “Bukan Kata Baru”
Sinekdoke pars pro toto
Jantung yang gelisah memukul-mukul marah
103 “Bukan Kata Baru”
Asosiasi Darah dan otak jalan
104 “Bukan Kata Baru”
Repetisi Bertarung, ya bertarung
105 “Bukan Kata Baru”
Asosiasi Berapa harga lengan dan
otot kau-aku 106
“Bukan Kata Baru” Metafora
Jembatan ke dunia baru 107
“Bukan Kata Baru” Repetisi
Dunia baru, ya, dunia baru 108
“Seorang Buruh Masuk Toko”
personifikasi Lampu-lampu yang
mengitarikuseperti sengaja hendak
menunjukkan dari mana asalku
109 “Seorang Buruh Masuk
Toko” Sinekdoke pars
pro toto Tenagakuyang
menggerakkan mesin- mesin di pabrik
110 “Seorang Buruh Masuk
Toko” Hiperbola
Aku melihat bayangankumakin
letihdan terus diisap 111
“Bukan di Mulut Politikus Bukan di Meja
SPSI” Repetisi
Bocorbocor
112 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Repetisi Dingindingin
113 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Asosiasi Diri telah ditempa
114 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI”
Asosiasi Kepala dan dada masih
penuh nyanyi panas
115 “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja Sinisme
Hari depan buruh di tangan kami sendiribukan di
SPSI” mulut politikusbukan di
meja spsi 116
“Edan” Repetisi
Padahal mukena tak dibawa pulangpadahal
mukena dia taruh di tempat kerja
117 “Edan”
Sarkasme Edansudah
diperasdituduh maling pula
118 “Edan”
Asosiasi Pemotongan gaji
119 “Edan”
Repetisi Padahal tak pakai
uangpadahal pas waktu luang
Keterangan
Majas asosiasi : 27
Majas personifikasi : 24
Majas repetisi : 16
Majas sinisme : 11
Majas hiperbola : 10
Majas sinekdoke pars pro toto : 10
Majas simile : 7
Majas simbolik : 6
Majas sarkasme : 5
Majas sinekdoke totem pro parte : 2
Majas ironi : 1
Total : 119
Catatan Malam
anjing nyalak lampuku padam
aku nelentang sendirian
kepala di bantal pikiran menerawang
membayang pernikahan pacarku buruh harganya tak lebih dua ratus rupiah per
jam kukibaskan pikiran tadi dalam gelap makin pekat
aku ini penyair miskin tapi kekasihku cinta
cinta menuntun kami ke masa depan
Solo-Kalangan, 23 Februari 88
Sajak kepada Bung Dadi
ini tanahmu juga rumah-rumah yang berdesakkan
manusia dan nestapa kampung halaman gadis-gadis muda
buruh-buruh berangkat pagi pulang sore dengan gaji tak pantas
kampung orang-orang kecil yang dibikin bingung
oleh surat-surat izin dan kebijaksanaan dibikin tunduk mengangguk
bungkuk ini tanah airmu
di sini kita bukan turis
Solo-Sorogenen, malam pemilu 87
Lingkungan Kita si Mulut Besar
lingkungan kita si mulut besar dihuni lintah-lintah
yang kenyang menisap darah keringat tetangga dan anjing-anjing yang taat beribadah
menyingkiri para penganggur yang mabuk minuman murahan
lingkungan kita si mulut besar raksasa yang membisu
yang anak-anaknya terus dirampok dan dihibur film-film kartun amerika
perempuannya disetor ke mesin-mesin industri
yang membayar murah lingkungan kita si mulut besar
sakit perut dan terus berak mencret oli dan logam
busa dan plastik dan zat-zat pewarna yang merangsang
menggerogoti tenggorokan bocah-bocah yang mengulum es
lima puluh perak
Kalangan-Solo, Desember 1991
Kuburan Purwoloyo
di sini terbaring mbok cip
yang mati di rumah karena ke rumah sakit
tak ada biaya di sini terbaring pak pin
yang mati terkejut karena rumahnya digusur
di tanah ini terkubur orang-orang yang sepanjang hidupnya memburuh
terisap dan menanggug utang di sini
gali-gali tukang becak
orang-orang kampung yang berjasa dalam setiap pemilu
terbaring dan keadilan masih saja hanya janji
di sini kubaca kembali: sejarah kita belum berubah
Jagalan, Kalangan-Solo, 25 Oktober 88
Lumut
dalam gang pikiranku menggumam seperti kemarin saja
kini los rumah yang dulu kami tempati jadi bangunan berpagar tembok tinggi
aku jalan lagi melewati rumah yang pernah disewa
riyanto buruh kawan sekerjaku ke mana lagi dia sekeluarga
rumah itu kini gantian disewa keluarga mbak nina
kampung ini tak memiliki tanah lapang lagi tanah-tanah kosong sudah dibeli orang
dalam gang setengah gelap, setengah terang
aku menemukan perumpamaan: kita ini lumut
menempel di tembok-tembok bangunan berkembang di pinggir-pinggir selokan
di musim kemarau kering diterjang banjir
tetap hidup kalau keadaan berubah
perumpamaan boleh berubah menurutmu sendiri
kita ini siapa?
Kalangan-Solo, 8 Februari 91
Gunungbatu
gunungbatu desa yang melahirkan laki-laki
kuli-kuli perkebunan seharian memikul kerja
setiap pagi makin bungkuk dijaga mandor dan traktor
delapan ratus gaji sehari di rumah ditunggu
mulut-perut anak-istri gunungbatu
desa yang melahirkan laki-laki pencuri-pencuri
menembak binatang di hutan lindung mengambil telur penyu
di pantai terlarang demi piring nasi
kehidupan sehari-hari gunungbatu
desa terpencil jawa barat dipagari hutan
dibatasi pantai-pantai cantik ujung genteng, cibuaya, pangumbahan
sulit transportasi -jakarta dekat-
sulit komunikasi sejarah gunung batu
sejarah kuli-kuli sejak kolonial
sampai republik merdeka
sejarah gunungbatu sejarah kuli-kuli
gunung batu masih di tanah air ini
November 87
Suti
suti tidak pergi kerja pucat ia duduk dekat ambennya
suti di rumah saja tidak ke pabrik tidak ke mana-mana
suti tidak ke rumah sakit batuknya memburu
dahaknya berdarah tak ada biaya
suti kusut masai di benaknya menggelegar suara mesin
kuyu matanya membayangkan buruh-buruh yang berangkat pagi
pulang petang hidup pas-pasan
gaji kurang dicekik kebutuhan
suti meraba wajahnya sendiri tubuhnya makin susut saja
makin kurus menonjol tulang pipinya loyo tenaganya
bertahun-tahun diisap kerja
suti batuk-batuk lagi ia ingat kawannya
sri yang mati karena rusak paru-parunya
suti meludah dan lagi-lagi darah
suti memejamkan mata suara mesin kembali menggemuruh
bayangan kawannya bermunculan suti menggeleng
tahu mereka dibayar murah
suti meludah dan lagi-lagi darah
suti merenungi resep dokter tak ada uang
tak ada obat
Solo, 27 Februari 88
Kampung
bila pagi pecah mulailah sumpah serapah
anak dipisuhi ibunya suami-istri ribut-ribut
bila pagi pecah mulailah sumpah serapah
kiri-kanan ribut anak-anak menangis
suami-istri bertengkar silih berganti dengan radio
orang-orang bergegas rebutan sumur umum
lalu gadis-gadis umur belasan keluar kampung menuju pabrik
pulang petang bermata kusut keletihan
menjalani hidup tanpa pilihan
dan anak-anak terus lahir berdesakkan tak mengerti rumahnya di pinggir selokan
bermain di muka genangan sampah di belakang tembok-tembok
menyumpal gang-gang berputar dalam bayang-bayang
mencari tanah lapang
Solo, Sorogenen, Juli 88
Jangan Lupa, Kekasihku
jangan lupa, kekasihku jika terang bulan
kita jalan-jalan yang tidur di depan rumah
di pinggir selokan itu tetangga kita, kekasihku
jangan lupa, kekasihku jika pukul lima
buruh-buruh perempuan yang matanya letih
jalan samasama denganmu berbondong-bondong
itu kawanmu, kekasihku
jangan lupa, kekasihku pada siapa pun yang bertanya
sebutkan namamu jangan malu
itu namamu, kekasihku
Kalangan-Solo, 14 Maret 88
Ayolah, Warsini
warsini warsini apa kamu sudah pulang kerja, warsini?
apa kamu tidak letih? seharian berdiri di pabrik, warsini
apa celana dan kutangmu digeledah lagi? karena majikanmu curiga
kamu menyelipkan moto ini malam minggu, warsini
berapa utangmu minggu ini? apa kamu bingung hendak membagi gaji?
apakah kamu masuk salon potong rambut lagi?
ayolah, warsini kawan-kawan sudah datang
kita sudah berkumpul di sini kita akan latihan sandiwara lagi
kamu nanti jadi mbok bodong si joko biar jadi rentenirnya
jangan malu, warsini jangan takut dikatakan kemayu
kamu tak perlu minder dengan pekerjaanmu sebab mas yanto juga tidak sekolah, warsini
ia pun cuma tukang pelitur marni juga tidak sekolah
kerjanya cuma mbordir saputangan di rumah wahyuni juga tidak sekolah
bapaknya tak kuat mbayar uang pangkal sma
partini? ia pun cuma penjahit pakaian jadi di perusahaan konveksi milik tante lili
ayolah, warsini ini malam minggu, warsini
kami menunggumu di sini kita akan latihan sandiwara lagi
Teka-teki yang Ganjil
pada malam itu kami berkumpul dan berbicara dari mulut kami tidak keluar hal-hal yang besar
masing-masing berbicara tentang keinginannya yang sederhana dan masuk akal
ada yang sudah lama sekali ingin bikin dapur di rumah kontraknya
dan itu mengingatkan yang lain bahwa mereka juga belum punya panci, kompor
gelas minum dan wajan penggoreng mereka jadi ingat bahwa mereka pernah
ingin membeli barang-barang itu tetapi keinginan itu dengan cepat terkubur
oleh keletihan kami dan upah kami dalam waktu singkat telah berubah
menjadi odol-sampo-sewa rumah dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi
ternyata banyak di antara kami yang masih susah menikmati teh hangat
karena kami masih pusing bagaimana mengatur letak tempat tidur dan gantungan pakaian
ada yang sudah lama ingin mempunyai kamar mandi sendiri
dari situ pembicaraan meloncat ke soal harga semen dan juga cat tembok yang harganya tak pernah turun
kami juga berbicara tentang kampanye pemilihan umum yang sudah berlalu
tiga partai politik yang ada kami simpulkan tak ada hubungannya sama sekali dengan kami: buruh
mereka hanya memanfaatkan suara kami demi kedudukan mereka
kami tertawa karena menyadari bertahun-tahun kami dikubuli
dan diperlakukan seperti kerbau
akhirnya kami bertanya mengapa sedemikian sulitnya buruh membeli sekaleng cat
padahal tiap hari ia bekerja tak kurang dari 8 jam mengapa sedemikian sulitnya bagi buruh
untuk menyekolahkan anak-anaknya padahal mereka setiap hari menghasilkan
berton-ton barang
lalu salah seorang di antara kami berdiri memandang kami satu per satu kemudian bertanya:
“adakah barang-barang yang kalian pakai yang tidak dibikin oleh buruh?”
pertanyaan itu mendorong kami untuk mengamati barang-barang yang ada di sekitar kami
neon, televisi, radio, baju, buku....
sejak itu kami selalu merasa seperti sedang menghadapi teka-teki yang ganjil
dan teka-teki itu selalu muncul ketika kami berbicara tentang panci-kompor-
gelas minum-wajan penggorengan juga di saat kami menghitung upah kami
yang dalam waktu singkat telah berubah menjadi odol-sampo-sewa rumah
dan bon-bon di warung yang harus kami lunasi
kami selalu heran dan bertanya-tanya kekuatan macam apakah yang telah mengisap
tenaga dan hasil kerja kami
Kalangan-Solo, 21 September 93
Satu Mimpi Satu Barisan
di lembang ada kawan sofyan jualan bakso kini karena dipecat perusahaan
karena mogok karena ingin perbaikan karena upah, ya, karena upah
di ciroyom ada kawan sodiyah si lakinya terbaring di amben kontrakan
buruh pabrik teh terbaring pucat dihantam tipus
juga ada neni kawan bariah
bekas buruh pabrik kaus kaki kini jadi buruh di perusahaan lagi
dia dipecat, ya dipecat kesalahannya: karena menolak
diperlakukan sewenang-wenang
di cimahi ada kawan udin buruh sablon kemarin kami datang dia bilang
umpama dirontgen pasti tampak isi dadaku ini pasti rusak
karena amoniak, ya amoniak
di cigugur ada kawan siti punya cerita harus lembur sampai pagi
pulang lunglai lemas ngantuk letih membungkuk 24 jam
ya, 24 jam
di majalaya ada kawan eman buruh pabrik handuk dulu
kini luntang-lantung cari kerjaan bini hamil tiga bulan
kesalahan: karena tak sudi terus diperah seperti sapi
di mana-mana ada sofyan, ada sodiyah, ada bariyah tak bisa dibungkam kodim
tak bisa dibungkam popor senapan di mana-mana ada neni, ada udin, ada siti
di mana-mana ada eman di bandung, solo, jakarta, tangerang
tak bisa dibungkam kodim tak bisa dibungkam popor senapan
satu mimpi satu barisan
Bandung, 21 Mei 92
Nonton Harga
ayo keluar keliling kota tak perlu ongkos, tak perlu biaya
masuk toko perbelanjaan tingkat lima tak beli apa
lihat-lihat saja kalau pengin durian
apel-pisang-rambutan-anggur ayo...
kita bisa cium baunya mengumbar hidung cuma-cuma
tak perlu ongkos, tak perlu biaya di kota kita
buah macam apa asal mana saja
ada kalau pengin lihat orang cantik
di kota kita banyak gedung bioskop kita bisa nonton posternya
atau ke diskotek di depan pintu
kau boleh mengumbar telinga cuma-cuma mendengarkan detak musik
denting botol lengking dan tawa
bisa juga kaunikmati aroma minyak wangi luar negeri
cuma-cuma
aromanya saja
ayo... kita keliling kota
hari ini ada peresmian hotel baru berbintang lima
dibuka pejabat tinggi dihadiri artis-artis ternama ibukota
lihat mobil para tamu berderet-deret
satu kilometer panjangnya kota kita memang makin megah dan kaya
tapi hari sudah malam ayo kita pulang
ke rumah kontrakan sebelum kehabisan kendaraan
ayo kita pulang ke rumah kontrakan
tidur berderet-deret seperti ikan tangkapan
siap dijual di pelelangan besok pagi
kita ke pabrik kembali bekerja
sarapan nasi bungkus ngutang
seperti biasa
18 November 96
Terus Terang Saja
apakah aku ini tepung terigu atau gumpalan kapas atau cabe busuk yang merosot harganya sehingga harus
ditolong atau kayu gekondongan bahan baku plywood kualitas ekspor
dari hutan-hutan yang kini botak
karena hph dan gergaji mesin pembangunan keadilan berkemakmuran
dan kemakmuran berkeadilan
siapakah aku ini kaki kursikah
atau botol kosong atau rakyat lebak yang harus bekerja bakti mencabuti
rumput halaman kadipaten
karena tuan pejabat gubernemen mau lewat apakah aku ini rakyat yang berdebar-debar di sekitar hari proklamasi
menyimak pidato soekarno apakah aku ini si bagero yang sudah merdeka?
ataukah tetap jugun ianfu yang tak henti-henti diperkosa perusahaan multinasional
yang menuntut kenaikan upah ditangkap
dan dijebloskan ke dalam penjara?
apakah aku ini cuma angka-angka
yang menarik untuk bahan disertasi dan meraih gelar doktor
yang tidak berotak tidak bermulut
yang secara rutin dilaporkan kepada bank dunia sebagai jaminan utang
dan landasan tinggal landas?
sekarang demokrasi sudah 100 bulat
tanpa debat tapi aku belum menjadi aku sejati
karena aku dibungkam oleh demokrasi 100 yang tak bisa salah
namun aku sangsi karena kemelaratan belum dilumpuhkan
aku sangsi kepada yang 100 benar terus terang saja
2 Oktober 96
Harimau
aku pernah menyaksikan banyak orang mendirikan kandang
untuk memelihara harimau yang mereka hidupkan dari ketakutan
sehingga harimau itu pun beranak pinak
di dalam tempurung kepalanya tapi aku
ogah memelihara
aku telah membakarnya dulu
waktu aku bosan dan tak mau lagi ditakut-takuti
karena geli dan hari ini
aku semakin geli melihat orang-orang kebingungan
karena harimau itu tak mampu mengaum lagi
mungkin karena capek
sebagai gantinya di mana-mana sekarang aku mendengar semakin banyak
suara tawa tapi
penguasa risi rupanya
karena itu orang yang berani tertawa
diancam dengan undang-undang subversi dan hukuman mati
tapi meskipun para terdakwa
sudah dimasukkan bui dan diadili
suara tawa itu tak juga kunjung berhenti meskipun surat kabar radio dan televisi
telah menyiarkan ke seluruh sudut negeri bahwa tertawa terbahak-bahak
itu liberal bertentangan dengan budaya nasional
dan merongrong stabilitas negara karena itu
orang yang berbicara tertawa
berpendapat dan berserikat
harus mencantumkan apa azasnya kalau nekat
tembak di tempat sekarang
hanya hakimlah yang kelihatannya tak berpura-pura karena kalau ia ikutan tertawa
akan punahlah harimau yang tinggal satu-satunya
karena itu harus ada yang didakwa
dan dipersalahkan agar tuntutan jaksa
tampak serius
dan tak menggelikan sebab
kalai seluruh rakyat tertawa dan buruh-buruh mogok kerja, apa jadinya?
27 Januari 97
Leuwigajah
leuwigajah berputar dari pagi sampai pagi
jalan-jalan gemetar debu-debu membubung
dari knalpot kendaraan pengangkut
mesin-mesin terus membangunkan buruh-buruh tak berkamarmandi
tidur jejer-berjejer alas tikar tanpa jendela, tanpa cahaya matahari
lantai-dinding dingin, lembab, pengap
lidah-lidah penghuni rumah kontrak terus menyemburkan cerita buruk:
lembur paksa sampai pagi, upah rendah jari jempol putus, kecelakaan-kecelakaan
kencing dilarang, sakit ongkos sendiri mogok? pecat
seperi nyabuti bulu ketiak
tubuh-tubuh muda terus mengalir ke leuwigajah
seperti buah-buah disedot vitaminnya
mesin-mesin terus menggilas memerah tenaga murah
satu kali dua puluh empat jam masuk, absen, tombol ditekan
dan truk-truk pengangkut produksi
meluncur terus ke pasar
leuwigajah tak mau berhenti dari pagi sampai pagi
cerobong asap terus mengotori langit limbah mengental selokan berwarna
leuwigajah terus minta darah tenaga muda leuwigajah makin panas
berputar dan terus menguras tenaga-tenaga murah
Bandung-Solo, 21 Mei-16 Juni
Leuwigajah Masih Haus
leuwigajah tak mau berhenti dari pagi sampai pagi
bus-mobil pengangkut tenaga murah bikin gemetar jalan-jalan
dan debu-debu tebal membubung
mesin-mesin tak mau berhenti membangunkan buruh-buruh tak berkamarmandi
tanpa jendela, tanpa cahaya matahari tidur jejer-berjejer alas tikar
lantai-dinding dingin, lembab, pengap
lidah-lidah penghuni rumah kontrak terus bercerita buruk:
lembur paksa sampai pagi tubuh mengelupas, jari jempol putus, upah rendah
mogok? pecat seperi nyabuti bulu ketiak
tubuh-tubuh muda terus mengalir ke leuwigajah
seperti buah-buah disedot vitaminnya
mesin-mesin terus menggilas memerah tenaga murah
satu kali dua puluh empat jam masuk, absen, tombol ditekan
dan truk-truk pengangkut produksi meluncur terus ke pasar
leuwigajah tak mau berhenti dari pagi sampai pagi
asap cerobong terus kotor selokan air limbah berwarna
mesin-mesin tak mau berhenti terus minta darah tenaga muda
leuwigajah makin panas berputar dan terus menguras
Bandung, 21 Mei 92
Makin Terang Bagi Kami
tempat kami sempit bola lampu kecil, cahaya sedikit
tapi makin terang bagi kami tangerang, solo, jakarta kawan kami
kami satu: buruh kami punya tenaga
tempat pertemuan kami sempit di langit bintang kelap-kelip
tapi makin terang bagi kami banyak pemogokan di sana-sini
tempat pertemuan kami sempit tapi pikiran ini makin luas
makin terang bagi kami kegelapan disibak tukar pikiran
kami satu: buruh kami punya tenaga
tempat pertemuan kami sempit tanpa buah cuma kacang dan air putih
tapi makin terang bagi kami kesadaran kami tumbuh menyirami
kami satu: buruh kami punya tenaga
jika kami satu hati
kami tahu mesin berhenti sebab kami adalah nyawa
yang menggerakkannya
Bandung, 21 Mei 92
Bukan Kata Baru
ada kata baru kapitalis, baru? ah, tidak, tidak sudah lama kita diisap
bukan kata baru, bukan kita dibayar murah
sudah lama, sudah lama sudah lama kita saksikan
buruh mogok dia telepon kodim, pangdam datang senjata sebatalion
kita dibungkam tapi tidak, tidak
dia belum hilang kapitalis dia terus makan
tetes, ya, tetes-tetes keringat kita dia terus makan
sekarang rasakan kembali jantung yang gelisah memukul-mukul marah
karena darah dan otak jalan kapitalis
dia hidup bahkan berhadap-hadapan
kau-aku buruh, mereka kapitalis sama-sama hidup
bertarung ya, bertarung
sama-sama? tidak, tidak bisa
kita tidak bisa bersama-sama sudah lama, ya, sejak mula
kau-aku tahu berapa harga lengan dan otot kau-aku
kau tahu berapa upahmu kau tahu
jika mesin-mesin berhenti kau tahu berapa harga tenagamu
mogoklah maka kau akan melihat
dunia mereka jembatan ke dunia baru
dunia baru, ya, dunia baru
Tebet, 9 Mei 92
Seorang Buruh Masuk Toko
masuk toko yang pertama kurasa adalah cahaya
yang terang benderang tak seperti jalan-jalan sempit
di kampungku yang gelap
sorot mata para penjaga dan lampu-lampu mengitariku
seperti sengaja hendak menunjukkan dari mana asalku
aku melihat kakiku, jari-jarinya bergerak aku melihat sendal jepitku
aku menoleh ke kiri ke kanan, bau-bau harum aku menatap betis-betis dan sepatu
bulu tubuhku berdiri merasakan desir kipas angin
yang berputar-putar halus lembut badanku makin mingkup
aku melihat barang-barang yang dipajang aku menghitung-hitung
aku menghitung upahku aku menghitung harga tenagaku
yang menggerakkan mesin-mesin di pabrik aku melihat harga-harga kebutuhan
di etalase aku melihat bayanganku
makin letih dan terus diisap
Bukan di Mulut Politikus, Bukan di Meja SPSI
berlima dari solo, berkereta api kelas ekonomi murah tak dapat kursi melengkung tidur di kolong
pas tepat di kepala kami bokong-bokong kiri-kanan telapak kaki, tas, sandal, sepatu
tak apa di pertemuan ketemu lagi kawan dari krawang-bandung-jakarta-jogja-tangerang
buruh pabrik plastik, tekstil, kertas, dan macam-macam datang dengan satu soal
dari jakarta pulang tengah malam dapat bus rongsok pulang letih tak apa, diri telah ditempa
sepanjang jalan hujan kami jongkok di tempat duduk nempel jendela
bocor bocor
sepanjang jalan tangan terus mengelapi agar pakaian tak basah
dingin dingin
tapi tak apa diri telah ditempa
kepala dan dada masih penuh nyanyi panas hari depa buruh di tangan kami sendiri
bukan di mulut politikus bukan di mejas spsi
Solo, 14 Mei 92
Edan
sudah dengar cerita mursilah? edan
dia dituduh maling karena mengumpulkan serpihan kain
dia sambung-sambung jadi mukena untuk sembahyang
padahal mukena tak dibawa pulan padahal mukena dia taruh
di tempat kerja edan
sudah diperas dituduh maling pula
sudah dengar cerita santi? edan
karena istirahat gaji dipotong edan
karena main kartu lima kawannya langsung dipecat majikan
padahal tak pakai uang padahal pas waktu luang
edan kita mah bukan sekrup
Bandung, 21 Mei 92
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RPP
Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas SMA
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
KelasSemester : XII2
Alokasi waktu : 2x45 menit
Standar Kompetensi
Membaca memahami dan Menulis
Kompetensi Dasar
Membaca dan memahami puisi 1. Memahami hakikat puisi
2. Memahami struktur dan kaidah teks puisi, baik lisan maupun tulisan 3. Membuat analisa struktur pembangun puisi
Indikator
1. Siswa mampu memahami pengertian puisi dan struktur lahir dan batin pembangun puisi
2. Siswa mampu menganalisa struktur pembangun puisi 3. Siswa mampu mengaitkan pesan yang terdapat dalam puisi dengan realitas
sosial yang ada