dalam puisi “Satu Mimpi Satu Barisan” tersebut rupanya memang benar-benar terjadi dalam dunia perburuhan di Indonesia. Misalnya saja, dalam aksi protes
buruh PT. Sritex di Desa Jetis, Sukoharjo pada 11 Desember 1995. Salah satu hal yang mendorong aksi protes buruh kala itu adalah adanya laporan kasus
kepegawaian tentang buruh yang sakit saluran pernapasan akibat serat tekstil. Melalui puisi “Satu Mimpi Satu Barisan” tersebut, siswa juga dapat
membandingkannya dengan kenyataan sosial yang terjadi di Indonesia, khususnya kehidupan buruh pada masa Orde Baru. Melalui proses pembandingan antara
potret buruh dalam puisi dan kenyataan yang benar-benar terjadi, siswa juga dapat memahami bahwa puisi tidak bisa dipisahkan oleh kenyataan yang terjadi dalam
kehidupan. Selalu ada latar belakang peristiwa yang mendasari lahirnya sebuah puisi. Dengan itu, siswa dapat memahami bahwa puisi dapat juga berfungsi
sebagai media perekam sejarah. Puisi-puisi Wiji Thukul tentang buruh dalam kumpulan puisi Nyanyian
Akar Rumput juga dapat dijadikan sebagai media pembelajaran bagi siswa untuk mengetahui dan memahami peristiwa sejarah di Indonesia. Misalnya, dalam puisi
yang berjudul “Terus Terang Saja”, siswa dapat mengetahui sejarah yang terjadi
di zaman Orde Baru yang dengan pembungkaman. Pada zaman itu, kebebasan berpendapat adalah suatu hal yang sangat mahal.
“... sekarang demokrasi sudah 100
bulat tanpa debat
tapi aku belum menjadi aku sejati karena aku dibungkam oleh demokrasi 100
yang tidak bisa salah” “Terus Terang Saja”
Sementara itu, melalui puisi yang berjudul “Harimau” siswa dapat mengetahui berbagai tindakan represif yang dilakukan oleh penguasa atas nama
stabilitas negara. Penguasa kala itu seringkali menggunakan berbagai tindakan kekerasan untuk meredam pihak-pihak yang dianggapnya dapat mengganggu
kursi kekuasaannya sekalipun harus dengan cara menghilangkan nyawa. “...
orang yang berbicara tertawa
berpendapat dan berserikat
harus mencantumkan azasnya kalau nekat
tembak ditempat” “Harimau”
Pembahasan berbagai puisi Wiji Thukul tentang buruh ini berkaitan dengan analisis terhadap struktur yang membangun puisi, baik lahir maupun batin.
Pembahasan mengenai keterkaitan antarunsur puisi dengan realita sosial dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada siswa untuk menganalisis lebih
seksama. Melalui analisis ini jugalah para siswa diarahkan untuk berpikir kritis, logis, dan sistematis, sehingga dengan sikap kritis tersebut siswa mampu menarik
benang merah di antara puisi-puisi yang dikaji dengan realitas sosial secara sistematis dan dapat diterima oleh akal.
Dalam kegiatan menganalisis struktur puisi, siswa akan mempraktikkan empat keterampilan bahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Sebelum menganalisis struktur puisi, siswa menyimak penjelasan dari guru terkait cara dan langkah-langkah menganalisis struktur puisi. Setelah para siswa selesai
menyimak penjelasan guru mengenai cara dan langkah-langkah menganalisis puisi, mereka ditugaskan membaca puisi yang hendak dikaji, yakni puisi-puisi
Wiji Thukul tentang buruh yang terdapat dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput. Kemudian, siswa mengidentifikasi unsur-unsur dalam struktur puisi.
Setelah semua unsur selesai diidentifikasi, para siswa menyampaikan hasil analisisnya tersebut melalui bahasa tulis menulis dan bahasa lisan berbicara.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis terhadap puisi-puisi Wiji Thukul tentang buruh Indonesia pada Masa Orde Baru dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput
serta implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dua puluh dua puisi Wiji Thukul tentang buruh yang terdapat dalam
kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput menampilkan berbagai potret buruh Indonesia, khususnya pada masa Orde Baru. Melalui 22 puisi
tersebut, Wiji Thukul menampilkan berbagai potret keadaan buruh seperti potret kehidupan buruh yang sulit dengan upah yang tak sepadan dengam
beratnya beban pekerjaan yang mereka tanggung. Thukul juga beberapa kali menampilkan potret buruh yang kerap diperlakukan secara sewenang-
wenang oleh pihak perusahaan seperti lembur paksa hingga 24 jam, pemotongan gaji dengan alasan yang tak jelas hingga pelarang buang air
kecil saat jam kerja. Buruh cenderung diperlakukan seperti budak, dieksploitasi dayanya dengan cara dipekerjakan secara semaksimal
mungkin dengan upah yang seminimal mungkin. Berbagai tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pihak perusahaan terhadap buruh
ini membuat para buruh tersadar bahwa mereka harus melakukan protes untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Mereka pun melakukan berbagai
aksi protes yang seringkali dilakukan melalui aksi mogok kerja. Pihak perusahaan yang takut rugi akibat proses produksi yang tidak berjalan
akhirnya melakukan berbagai cara untuk meredam aksi protes buruh. Pihak perusahaan yang kala itu cenderung dekat dengan pihak penguasa
dan dibantu oleh militer melakukan berbagai tindakan represif terhadap buruh. Tindakan represif yang dilakukan pihak perusahaan yang dibantu
oleh militer terhadap buruh ini dibiarkan oleh penguasa dengan dalih untuk menjaga stabilitas negara. Tindakan represif yang dilakukan dengan
122
cara kekerasan ini seringkali mengakibatkan korban luka bahkan korban tewas dari pihak buruh. Hal ini menandakan betapa tersudutkannya posisi
buruh Indonesia pada masa Orde Baru. Di samping menampilkan potret buruh yang tersudutkan pada masa Orde Baru, Wiji Thukul juga
menampilkan potret semangat dan tekad buruh yang berusaha untuk memperjuangkan haknya. Potret-potret seperti ini Thukul tampilkan dalam
puisi- puisinya seperti “Satu Mimipi Satu Barisan” dan “Bukan di Mulut
Politikus Bukan di Meja SPSI ”.
2. Melalui pembahasan puisi-puisi Wiji Thukul tentang buruh, siswa dapat
mengetahui dan memahami berbagai potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru. Puisi-puisi tersebut juga dapat dijadikan sebagai media
pembelajaran bagi siswa untuk mengetahui dan memahami potret sejarah yang pernah terjadi di Indonesia, khususnya potret sejarah Indonesia pada
masa Orde Baru. Pembahasan mengenai keterkaitan antarunsur puisi dengan realita sosial dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada
siswa untuk menganalisis lebih seksama. Melalui analisis ini jugalah para siswa diarahkan untuk berpikir kritis, logis, dan sistematis, sehingga
dengan sikap kritis tersebut siswa mampu menarik benang merah di antara puisi-puisi yang dikaji dengan realitas sosial secara sistematis dan dapat
diterima oleh akal. Dalam kegiatan menganalisis struktur puisi, siswa akan mempraktikkan empat keterampilan bahasa, yakni menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis. Sebelum menganalisis struktur puisi, siswa menyimak penjelasan dari guru terkait cara dan langkah-langkah
menganalisis struktur puisi. Setelah para siswa selesai menyimak penjelasan guru mengenai cara dan langkah-langkah menganalisis puisi,
mereka ditugaskan membaca puisi yang hendak dikaji, yakni puisi-puisi Wiji Thukul tentang buruh yang terdapat dalam kumpulan puisi Nyanyian
Akar Rumput. Kemudian, siswa mengidentifikasi unsur-unsur dalam struktur puisi. Setelah semua unsur selesai diidentifikasi, para siswa
menyampaikan hasil analisisnya tersebut melalui bahasa tulis menulis dan bahasa lisan berbicara.
B. Saran
1.
Dua puluh dua puisi Wiji Thukul tentang buruh yang terdapat dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput ini dapat dijadikan referensi dalam
pembelajaran sastra di sekolah. Hal ini dikarenakan dalam 22 puisi tersebut terdapat nilai-nilai sosial dan sejarah yang dapat dipelajari oleh
peserta didik. Melalui 22 puisi tersebut, selain siswa dapat mengetahui potret buruh Indonesia pada Masa Orde Baru, siswa juga dapat mengetahui
berbagai konflik sosial yang terjadi dalam kehidupan buruh pada masa itu. 2.
22 puisi Wiji Thukul tentang buruh yang terdapat dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran
dalam menganalisis karya sastra. Melalui kegiatan menganalisis karya sastra berupa 22 puisi Wiji Thukul yang memotret kehidupan buruh pada
masa Orde Baru ini siswa dapat mengetahui hubungan karya sastra dengan kenyataan sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia yang dalam hal ini
adalah potret buruh Indonesia pada masa Orde Baru.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mundayat, Aris dan Kawan-kawan. Bertahan Hidup di Desa atau Bertahan Hidup di Kota: Balada Buruh Perempuan. Jakarta: Women Research
Institute, 2008. Bahtiar, Ahmad dan Aswinarko. Kajian Puisi: Teori dan Praktik. Jakarta:
Unindra Press, 2013. Budianta,
Melani dan
Kawan-kawan. Metodologi
Sastra. Magelang:
Indonesiatera, 2006. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2008. Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra.Yogyakarta: Centre for
Academic Publising Service, 2013. Escarpit, Robert. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor, 2005.
Ibrahim, Nini. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: UHAMKA Press, 2009.
Jalil, Abdul. Teologi Buruh. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta, 2008.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Kosasih, E.. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: CV. Yrama Widya, 2012
Mangunwijaya, Y.B.. Sastra dan Religiositas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1994
Miftahudin. Radikalisasi Pemuda PRD Melawan Tirani. Jakarta: Desantara Utama, 2004
Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2012.
Noor, Rohinah M.. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.