Thukul dan Puisi Tentang Buruh
Berbagai penggunaan imaji visual yang dilakukan oleh Thukul itu merupakan suatu usaha untuk memotret kehidupan buruh pada masa Orde
Baru sehingga pembaca akan dapat “menyaksikan” kondisi dan peristiwa yang dialami oleh buruh saat itu. Dalam puisi yang berjudul “Satu Mimpi
Satu Barisan ” misalnya, Thukul menggambarkan seorang buruh
perempuan bernama Siti yang dipaksa untuk lembur dengan beban pekerjaan yang berat.
“di cigugur ada kawan Siti punya cerita harus lembur pagi
pulang lunglai lemas ngantuk letih membungkuk 24 jam
ya, 24 jam” “Satu Mimpi Satu Barisan”
Melalui imaji visual tersebut, pembaca dapat seolah-olah menyaksikan seorang buruh perempuan yang sedang lembur kerja dengan beban
pekerjaan yang berat membungkuk 24 jam dengan tubuh yang letih. Pekerjaan buruh yang begitu berat dan keras ini seringkali
menyebabkan buruh sakit bahkan hingga meninggal. Kondisi buruh seperti ini tidak lepas dari pengamatan Thukul yang kemudian ia potret dalam
puisi-puisinya. “Suti tidak pergi kerja
pucat ia duduk dekat ambennya ...
suti tidak ke rumah sakit batuknya memburu
dahaknya berdarah tak ada biaya
... suti meraba wajahnya sendiri
tubuhnya makin susut saja makin kurus menonjol tulang pipinya
loyo tenaganya bertahun-
tahun diisap kerja” Suti
“di tanah ini terkubur orang-orang yang sepanjang hidupnya memburuh
terisap dan menanggung hutang” “Kuburan Purwoloyo”
Dalam puisi “Suti”, pembaca bisa “menyaksikan” bagaimana keadaan Suti, seorang buruh perempuan yang sedang sakit namun tidak
punya biaya untuk berobat ke rumah sakit. Penggambaran ini merupakan suatu potret nasib kelam buruh yang oleh sebab upah yang rendah ia tidak
dapat berobat, ia pun tidak mendapatkan bantuan atau sekedar kepedulian dari pihak perusahaan yang sudah mempekerjakannya begitu berat. Betapa
memperihatinkannya nasib buruh tersebut dikuatkan lagi oleh Thukul dengan gambaran “tubuh Suti yang makin susut saja, makin kurus
menonjol tulang pipinya, bertahun- tahun diisap kerja”.
Pada puisi lain yang berjudul “Leuwigajah”, Thukul menggambarkan secara lebih luas tentang pekerjaan buruh yang begitu
berat dan keras. “lidah-lidah penghuni rumah kontrak
terus menyemburkan cerita buruk: lembur paksa sampai pagi
, upah rendah,
jari jempol putus, kecelakaan-kecelakaan, kencing dilarang, sakit ongkos sendiri.
mogok
? pecat” “Leuwigajah”
Dalam puisi ini, melalui penggunaan imaji visual, Thukul menggambarkan berbagai tindak kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pihak
perusahaan terhadap buruh. Melalui penggunaan imaji visual ini pun membuat pembaca seolah-olah dapat menyaksikan segala tindak
kesewenang-wenangan terhadap buruh tersebut, mulai dari lembur paksa sampai pagi, kecelakaan-kecelakaan dalam bekerja sebagai akibat dari
kurangnya kepedulian pihak perusahaan terhadap keselamatan kerja buruh, pelarangan terhadap buruh untuk buang air kecil hingga pemogokan yang
dilakukan oleh buruh. Ada
kalanya Thukul
juga menggunakan
imaji auditif
pendengaran untuk menggambarkan berbagai peristiwa dan kehidupan dalam dunia buruh. Misalnya seperti yang terdapat dalam puisi “Suti”,
“Suti kusut masai di benaknya menggelegar suara mesin ”. Thukul