Kemudahan dalam mengakses rokok ini, harus menjadi perhatian bersama. Selain itu, mahalnya pengeluaran yang diakibatkan oleh
membeli rokok dan efek samping yang ditimbulkannya juga harus diperhatikan. Dalam hal ini peneliti berharap kepada para perokok untuk
dapat mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi karena selain untuk mencegah dampak yang terjadi juga dapat mengurangi biaya untuk
membeli rokok sehingga uang yang digunakan bisa membeli kebutuhan pokok lainnya.
D. Perokok Menurut Tempat di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
Karakteristik menurut tempat ini tidak hanya digunakan untuk tempat tinggal melainkan juga digunakan dalam area geografi yang relevan dengan
kejadian penyakit CDC, 2012. Berikut adalah penjelasan mengenai distribusi menurut tempat:
1. Pajanan Asap Rokok
Pajanan asap rokok di lingkungan rumah atau secondhand smoke merupakan pajanan asap rokok yang dihirup oleh perokok maupun non-
perokok di lingkungan rumah. Hasil survei yang telah didapatkan peneliti yakni pajanan asap rokok di dalam rumah lebih banyak terjadi di rural
53,09 dibandingkan dengan di urban 42,62. Pajanan asap rokok di lingkungan kerja yakni 16,18 pada di rural dan 11,41 di urban.
Sedangkan, pajanan rokok di tempat umum diperoleh hasil bahwa
sebagian besar responden pada kedua wilayah mendapatkan pajanan yang berasal dari tempat makan.
Penelitian yang
dilakukkan oleh
Nurwidayanti 2013
menunjukkan bahwa sebanyak 55 dari 84 responden menjadi perokok pasif. Survei lainnya yang dilakukkan di Indonesia didapatkan bahwa
sekitar 78,4 penduduk yang berusia diatas 15 tahun terpapar asap rokok di lingkungan rumah, 51,3 terpapar pada area kantor, 63,4 kantor
pemerintah, 17,9 fasilitas pelayanan kesehatan 85,4 restauran, 70 di tranpotasi umum GATS, 2011.
Pada penelitian yang dilakukkan peneliti diketahui bahwa perokok didalam rumah merokok paling banyak dengan jumlah batang rokok 10-
14 batang rokok perhari di rural dan urban dengan proporsi 42 di rural dan 44,44 di uban. Selain itu, rumah yang diperbolehkan merokok
cenderung memiliki perokok dengan durasi merokok 10-19 tahun pada kedua wilayah dengan proporsi 57,69 di rural dan 74,07 di urban.
Hill menyebutkan suatu kejadian penyakit meningkat seiring dengan bertambahnya pajanan Gersmant, 2003. Ashari 2011 menyebutkan
bahwa lamanya pajanan asap rokok akan berisiko menderita penyakit hipertensi sebanyak 2,6 kali dibanding yang tidak terkena pajanan.
Pada peneltian yang dilakukkan peneliti menunjukkan bahwa rumah yang diperbolehkan merokok di rural cenderung memiliki
proporsi penderita penyakit hipertensi yang lebih tinggi 42. Sedangkan, di urban cenderung memiliki proporsi penderita TB. Studi yang
dilakukan di daerah Finlandia tahun 1997 menunjukkan bahwa pajanan asap rokok di tempat kerja berisiko menderita penyakit asma sebesar 2
kali daripada yang tidak terpapar dan pajanan rokok di rumah berisiko menderita penyakit asma sebesar 5 kali dibandingkan yang tidak terpapar
Jaakkola, 1997. Dalager et al tahun 1986 dalam Rufaridah 2011 menyebutkan
bahwa perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi menderita penyakit daripada perokok aktif. Hal ini dikerenakan perokok pasif menghisap
asap rokok yang berasal dari ujung rokok yang terbakar dan arus utama. Selain itu, asap rokok juga masih terdapat di lingkungan walaupun rokok
telah dimatikan. Oleh karena itu, sebaiknya di dalam rumah diadakan larangan atau
peraturan mengenai rokok. Perokok baik itu anggota keluarga maupun tamu tidak diperkenankan merokok di dalam rumah agar terhindar dari
asap rokok yang menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Selain itu, Puskesmas dapat mengadakan pelatihan anti rokok yang didalamnya
berisi monitoring perokok didalam rumah dan sekolah serta memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai rokok sehingga dapat mencegah
adanya perokok baru dan mengurangi risiko terjadinya penyakit akibat rokok.
2. Pajanan Iklan Rokok
Iklan merupakan pesan gambar dengan ragam tulisan maupun suara di surat kabar, majalah, bus kota, papan reklame, slide dan film di
Bioskop Pudjianto 1995 dalam Gumelar 2011. Menurut Gumelar dan Sareb 2011 iklan merupakan media komunikasi persuasif yang
bertujuan untuk mempromosikan suatu produk dengan komunikasi lisan mupun tulisan.
Iklan rokok ini sangat berperan pada perokok. Hasil survei yang telah didapatkan peneliti yakni sebagian besar responden pada kedua
wilayah mendapatkan pajanan iklan yang berasal dari televisi. Survei GATS tahun 2011 menunjukkan bahwa sebagian penduduk di Indonesia
melihat iklan rokok di televisi yaitu sebanyak 66,3. Selain itu, peneliti juga menemukkan bahwapajanan iklan rokok di
televisi lebih banyak terjadi pada perokok dengan umur awal merokok kurang dari 15 tahun yakni 83,33. Penelitian yang dilakukkan oleh
Pierce 1998 menunjukkan bahwa kegiatan promosi industri tembakau pada pertengahan tahun 19990 mempengaruhi 17 dari responden untuk
merokok. Studi lainnya juga menunjukkan bahwa iklan rokok dapat mempengaruhi seseorang menjadi perokok Lovato, 2003. Besarnya
proporsi remaja yang merokok ini mungkin disebabkan oleh pajanan iklan rokok.
Menurut Ray dalam Pierce 1998 bahwa promosi bekerja untuk membangun perilaku konsumen. Dalam hal ini iklan cenderung
mempengaruhi kelompok usia muda untuk merokok. Iklan rokok yang menampilkan pria yang menarik seperti kuat, sehat, mandiri, tegas dan
juga jantan akan menimbulkan persepsi bahwa merokok dapat