Metode Berhenti Merokok Perokok di Wilayah Rural dan Urban Tahun 2015
perhari. Sementara itu, pembelian rokok minimal pada urban adalah 2 batang rokok perhari dan maksimal 24 batang rokok perhari.
Dari hasil tersebut, jika dilakukkan analisis untuk pembelian rokok maksimal 48 batang atau sekitar 4 bungkus perhari di rural dalam
sebulannya menghabiskan dana sebesar Rp 1.680.000 jika harga rokok perbungkus Rp 14.000. Sedangkan, pembelian rokok di urban 24
batang rokok atau sekitar 2 bungkus menghabiskan dana sebesar Rp 840.000 jika harga rokok perbungkus Rp 14.000. Pengeluaran tersebut
jika ditambah dengan kerugian yang ditimbulkan oleh rokok seperti penyakit akan menimbulkan dampak kerugian yang besar.
Laporan dari
Tobacco Control
Support Center2010
memperkirakan pengeluaran tembakau pada masyarakat Indonesia sebesar 138 triliyun rupiah. Data tahun 2010 menunjukkan bahwa total
tahun produktif yang hilang karena penyakit tembakau berjumlah 105,30 triliyun rupiah TCSC, 2012. Angka ini jika ditambahkan antara
pengeluaran tembakau dan total tahun produktif yang hilang mencapai 243,30 triliyun rupiah. Angka tesebut sangat jelas merugikan negara dan
juga individu baik yang merokok maupun yang tidak merokok perokok pasif.
Pada penelitian ini ditemukan juga bahwa anggaran pembelian rokok yang paling sedikit adalah Rp 1000 untuk di rural dan Rp 2500
untuk di urban. Sedangkan, anggaran tertinggi yakni Rp 21.000 di rural dan Rp 32.000 di urban. Pada rural, jika dilihat dari harga rokok
perbatang yang dibeli kemungkinan besar adalah rokok non-filter atau rokok kretek. Sedangkan, di urban kemungkinan pembelian jenis
rokoknya adalah rokok filter. Rokok non-filter lebih berbahaya jika dibandingkan dengan rokok filter karena rokok filter memiliki kadar
nikotin yang lebih tinggi pada arus samping dengan perbandingan 4-6 kali daripada arus utama Sussana, 2003.
Rokok kretek atau rokok non-filter ini memiliki kandungan 20 mg tar dan 4,5 mg nikotin lebih banyak dari rokok filter Suharmiati, 2008.
Sehingga risiko perokok yang menggunakan rokok non-filter ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan perokok yang menggunakan rokok filter.
Hal ini memungkinkan perokok di wilayah rural memiliki proporsi penyakit yang lebih tinggi dibandingkan di wilayah urban. Penelitian
yang telah dilakukkan oleh peneliti menunjukkan bahwa proporsi responden yang merokok di wilayah rural lebih banyak dibandingkan di
urban yakni 13,72 di rural dan 10,20 pada urban. Tidak hanya hipertensi saja, proporsi penderita penyakit seperti stroke dan asma di
wilayah rural lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah urban. Selain itu, pada penelitian ini responden menunjukkan bahwa
hampir semua perokok pada kedua wilayah mendapatkan rokok membeli rokok di warung daripada di tempat lainnya. Pembelian di
warung ataupun toko rokok lainnya juga tidak memandang umur. Hampir semua golongan umur bisa dengan mudah mengakses rokok.
Kemudahan dalam mengakses rokok ini, harus menjadi perhatian bersama. Selain itu, mahalnya pengeluaran yang diakibatkan oleh
membeli rokok dan efek samping yang ditimbulkannya juga harus diperhatikan. Dalam hal ini peneliti berharap kepada para perokok untuk
dapat mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi karena selain untuk mencegah dampak yang terjadi juga dapat mengurangi biaya untuk
membeli rokok sehingga uang yang digunakan bisa membeli kebutuhan pokok lainnya.