baik di rural maupun di urban cenderung membiarkan anak mereka merokok.
Remaja yang awalnya ‗coba-coba‘ untuk merokok menjadi
ketergantungan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya bahan yang terdapat dalam rokok, nikotin, yang menyebabkan ketergantungan.
Ketergantungan yang disebabkan oleh nikotin inilah yang menyebabkan remaja yang
‗coba-coba‘ ini menjadi perokok aktif Tobacco Free Kids, 2015.
Pada penelitian ini ditemukan juga bahwa usia awal merokok termuda adalah 7 tahun pada daerah urban dan 10 tahun pada daerah
rural. Hal ini menarik mengingat wilayah urban merupakan wilayah dengan fasilitas yang memadai dibandingkan di daerah rural. Dalam hal
ini penduduk di wilayah urban dapat mengakses fasilitas dengan lebih mudah. Mudanya umur perokok di urban dibandingkan didaerah rural
mungkin disebabkan oleh faktor individu. Pada penelitian yang dilakukkan oleh Yunindyawati 2008 menunjukkan bahwa pada
wilayah perokok remaja di wilayah urban cenderung mengikuti perilaku teman sebayanya. Sedangkan, perokok di wilayah rural cenderung
merokok dikarenakan faktor coba-coba atau ingin tahu. Faktor lainnya yang mungkin menyebabkan usia awal merokok di wilayah urban lebih
muda yakni dikarenakan pada film yang mereka tonton dimana tokoh pria-nya merokok Lu, 1997.
Oleh karena itu, sebaiknya orang tua perokok harus menghindari merokok didepan anak-anak. Orangtua juga seharusnya mengontrol
pergaulan anak-anak agar anaknya tidak mengarah ke pergaulan yang negatif. Selain itu, peneliti menyarankan kepada Puskesmas sebagai
unit pelayanan terpadu yang paling dekat ke masyarakat untuk memberikan edukasi kepada para orang tua untuk menghindari
merokok di depan anak-anak. Puskesmas juga bisa melakukan edukasi langsung kepada sekolah-sekolah seperti SD, SMP dan SMA. Hal ini
dilakukan mengingat pada masa sekolah merupakan masa yang paling rentan untuk menjadi perokok.Peneliti juga berharap kepada pemerintah
setempat, Kelurahan dan Desa, agar dapat mengembangkan potensi para remaja melalui organisasi seperti Karang Taruna. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari remaja terhadap perbuatan yang negatif seperti merokok.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis pada fisik manusia. Jenis kelamin ini terdiri dari pria dan wanita. Perbedaan antara pria dan
wanita bisa dilihat dari ciri-ciri fisik yang mereka miliki dimana pria memiliki penis sebagai alat reproduksi dan wanita memiliki rahim serta
payudara Sudarman, 2008. Hasil survei yang telah didapatkan peneliti yakni perokok baik di urban maupun rural adalah laki-laki dengan
persentase 87,84 pada Urban urban dan 76,60 pada daerah rural.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang lain. Penelitian yang dilakukkan oleh Siagian tahun 2001 di Jakarta dan
Sukabumi menunjukkan bahwa perokok laki-laki baik di daerah Jakarta maupun Sukabumi memiliki persentase perokok yang lebih besar yakni
56,6 di Jakarta dan 5,8 di Sukabumi. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Gilani dan Leon 2012 terhadap orang dewasa di
Pakistan. Survei tersebut menunjukkan bahwa prevalensi perokok laki- laki lebih banyak dibandingkan dengan perokok perempuan dengan
prevalensi 51,2 pada laki-laki dan 48,8 pada perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Barus 2012 di Universitas Indonesia
memperlihatkan bahwa laki-laki memiliki presentase perokok tertinggi yaitu 77,1.
Tingginya perokok laki-laki ini mungkin dikarenakan oleh stress. Baldwin 2002 dalam Hasnida 2005 menyebutkan bahwa stress pada
laki-laki dan perempuan sama. Hanya saja, cara untuk menghadapi masalah berbeda. Cara menghadapi masalah pada perempuan ini
cenderung dengan perasaan cemas. Sedangkan, cara menghadapi masalah pada laki-laki cenderung dengan hal-hal negatif seperti merokok.
Dari sisi budaya, rokok cenderung dianggap biasa pada laki-laki sedangkan, pada wanita dianggap perilaku yang menyimpang Abghi,
1997. Besarnya proporsi perokok pada laki-laki ini juga mungkin terjadi dikarenakan oleh adanya persepsi bahwa merokok bagi laki-laki hal yang
jantan. Hal ini juga didukung oleh banyaknya iklan rokok yang
mempromosikan laki-laki sebagai model dari suatu iklan yang menampilkan sosok laki-laki yang berwibawa dan gagah Nichter, 2009.
Iklan rokok pada media-media terutama televisi merupakan salah satu media yang paling banyak diminati masyarakat. Masyarakat cenderung
mengikuti apa yang ada dalam media. Penelitian yang dilakukkan oleh peneliti menunjukkan bahwa 96,86 reponden di rural terpapar iklan
rokok. Sedangkan, di Urban urban 91,87 responden terpapar iklan rokok.
Rokok bagi laki-laki juga cenderung digunakan sebagai alat sosial. Hal ini dikarenakan rokok digunakan sebagai suatu metode untuk
membina persahabatan dan keintiman pada sesama laki-laki Merchen, 2009. Dalam hal ini rokok digunakan untuk menghormati teman atau
lawan bicara mereka pada saat tertentu seperti pada saat berkumpul dengan teman. Selain itu, besarnya proporsi perokok pada laki-laki juga
dimungkinkan karena faktor sosio cultural seperti kebiasaan budaya dan gengsi Smet 1994 dalam Hasnida 2005.
Oleh karena itu, untuk menghindari stress sebaiknya menghindari dari hal yang negatif seperti tidur sebentar ketika sedang lelah.
Menghindari stress juga bisa dialihkan dengan mendengarkan musik yang tenang dan juga dengan mengonsumsi permen. Pada saat
berkumpul dengan teman juga sebaiknya menyediakan penganti rokok seperti permen. Untuk berhenti merokok juga bisa mengadakan
perjanjian untuk tidak merokok atau mengadakan taruhan dengan imbalan yang besar.
3. Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha seseorang untuk membuat dirinya sadar sehingga bisa mengambil suatu keputusan Maulana, 2009.
Pendidikan memungkinkan individu untuk dapat memberdayakan dirinya dalam mendapatkan akses kesehatan. Penelitian yang telah peneliti
lakukan menunjukkan bahwa di urban proporsi pendidikan terakhir perokok lebih besar pada kelompok yg Sekolah Menengah Atas SMA
yakni sebesar 58,11. Sedangkan, di rural proporsi pendidikan perokok lebih besar pada kelompok Sekolah Menengah Pertama SMP yakni
38,30. Data dari Riskesdas tahun 2013 di DKI Jakarta menunjukkan bahwa proporsi perokok dengan pendidikan tamat SMA lebih besar
yakni 29,3 diikuti oleh proporsi perokok tamat SMP sebesar 23,3. Tingginya tingkat pendidikan perokok di urban dibandingkan
dengan rural merupakan salah satu faktor tingginya tingkat pendidikan perokok pada masyarakat urban. Menurut Wahyono 2012 tingkat
sosioekonomi masyarakat urban lebih tinggi dibandingkan masyarakat rural sehingga masyarakat urban cenderung memiliki keinginan maju
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan masyarakat rural. Pada penelitian yang telah dilakukkan oleh peneliti, Sebagian besar
responden yang tamat SMP mulai merokok pada usia 15-24 tahun dengan proporsi 94,44 di rural dan 55,56 di urban. Menurut