peningkatan jumlah pengusaha kecil di wilayah kabupaten Deli Serdang tidak berpengaruh besar pada peningkatan wajib pajak. Jika di lihat secara keseluruhan
mulai dari tahun 2013 hingga 2014 pengusaha yang tergolong UMKM hanya sebesar 1,03 yang terdaftar sebagai wajib pajak, dari jumlah wajib pajak
pengusaha sebanyak 96.815 dibandingkan dengan jumlah UMKM sebanyak 9.328.390.
Berdasarkan hasil analisis dari segi penerimaan pajak sudah efisien karena belum dua tahun berjalan sudah dapat menunjukkan perannya adanya peningkatan
penerimaan dari sektor pp 46, tetapi hasil analisis dari segi pencapaian wajib pajak baru belum kelihatan efesien karena hanya 1,03 UMKM yang menjadi
wajib pajak dari total UMKM di Deli Serdang sebanyak 9.328.390. Jadi dapat kita simpulkan secara keseluruhan sebenarnya PP 46 ini sudah
efesien untuk jangka kedepannya jika dilihat menghasilkan wajib pajak baru dan sisi penerimaan pajak, karena dengan jumlah wajib pajak baru yang belum terlalu
kelihatan pertumbuhannya tetapi penerimaan pajak dari sektor ini sudah meningkat, gimana jika wajib pajak makin bertambah maka penerimaan akan
semakin meningkat, tetapi semuanya butuh waktu karena kita ketahui kebijakan ini belum ada dua tahun berjalan. jadi PP 46 ini belum kelihatan berjalan secara
efesien untuk dua tahun ini.
5.1.3 Indikator Kecukupan
Indikator kecukupan masih erat kaitannya dengan efektivitas. Kebijakan bisa dikatakan efektif apabila produktivitas atau ketersediaan sarana telah ada dan
dapat mencapai tujuan. Akan tetapi, diperlukan penilaian apakah tujuan yang sudah tercapai benar-benar mencukupi kebutuhan dalam berbagai hal.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 atau yang lebih dikenal pajak untuk UMKM diberlakukan untuk memecahkan masalah yang membuat
masyarakat malas berurusan dengan perpajakan. Permasalahan tersebut muncul bukan hanya karena minimnya kesadaran masyarakat tetapi administrasi yang
ribet menurut masyarakat, harus menyelenggarakan pembukuan ataupun pencatatan, kemudian ada yang menggunakan perhitungan terutama bagi
pengusaha yang memperoleh omset dibawah 4,8 M per tahun. Sesuai dengan SE-42PJ2013 bahwa tujuan dari PP 46 adalah
memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan, mengedukasi masyarakat untuk tertib administrai, mengedukasi masyarakat untuk transparansi,
dan memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan Negara. Artinya memberikan kemudahan wajib pajak dalam
menjalankan administrasi perpajakan dengan harapan untuk memperkecil ketidakpatuhan wajib pajak, wajib pajak juga dapat menjalankan administrasi
perpajakan dengan benar karena sifatnya PP 46 ini sangat mudah untuk dipahami. Menurut informan yaitu Bapak Reginaldi bahwa PP 46 ini sudah benar
diberlakukan jika dilihat dari sisi penyederhanaan administrasi karena berdasarkan hasil survei dilapangan yang dihadapi informan bahwa kewajiban masyarakat
sudah mulai ada perubahan, semakin meningkat kemauan wajib pajak untuk menjalanka kewajiban perpajakannya karena sudah disederhanakan
perhitungannya, tidak perlu menggunakan pembukuan, pencatatan, norma dalam menghitung penghasilan kena pajak dan tarif pajaknya sudah turun. Menurut
Bapak reginaldi bahwa PP 46 ini sudah mulai mampu dalam memecahkan masalah kemudahan administrasi perpajakan dan sudah mulai mampu mengatasi
kemalasan wajib pajak dalam menjalankan kewajib perpajakn mereka.
Gambar 5.3 dan 5.4 Wajib Pajak KPP Lubuk Pakam Yang Melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
Sumber : Observasi 01 Maret 2015,Pukul 14.30Dokumentasi Fitri
Jika bicara masalah kecukupan yang berkaitan apakah suatu kebijakan sudah mulai mampu tidak dalam memecahkan masalah perpajakan yang selama
ini terjadi, dimana menyangkut kemudahan yang dirasakan wajib pajak. Tidak hanya dapat didengar dari pernyataan para petugas pajak saja tetapi juga harus
dilihat bagaimana dari sisi wajib pajak sebagai objek sasaran dari aturan ini.
Berdasarkan hasil kuisioner yang disebar oleh peneliti bahwa ada perubahan yang dialami wajib pajak sendiri dalam menjalankan administrasi perpajakannya.
Berdasarkan Tabel 4.32 bahwa wajib pajak yang sudah menjalankan kewajiban perpajakannya dengan benar sebelum adanya PP 46 yaitu sebesar
71,5, yang belum melaksanakan sebesar 18,4 dan yang tidak tahu hanya 6,9 . Jika dilihat dari presentase ini bahwa wajib pajak yang berada diwilayah kerja
KPP Pratama Lubuk Pakam memang patuh dalam menjalankan kewajibannya. Kemudian Berdasarkan Tabel 4.33 bahwa wajib pajak yang telah menjalankan
kewajiban perpajakannya dengan benar setelah adanya PP 46 yaitu sebesar 86,9, yang belum melaksanakan 6,9 , dan yang tidak tahu hanya 6,2.
Jika dibandingkan antara Tabel 4.32 dan Tabel 4.33 telah terjadi perubahan yang sangat baik. Dari 71,5 yang telah melaksanakan menjadi 86,9, peningkatan
yang terjadi sebesar 15,4 . PP 46 ini telah mampu memecahkan masalah pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dilakukan wajib pajak karena adanya
kemudahan tersebut.Tetapi dilihat dari sisi pertumbuhan wajib pajak belum kelihatan secara signifikan begitu juga dengan penerimaan pajak walau sudah ada
peningkatan. 5.1.4 Indikator Pemerataan
Pemerataan dalam kebijakan publik dapat diartikan dengan keadilan yang diberikan dan diperoleh oleh sasaran kebijakan publik. Keadilan yang bisa tampak
yaitu jumlah biaya yang diterima kelompok sasaran dan juga manfaat dari hasil program yang terlaksana. Masyarakat butuh kesamarataan atas segala sesuatu
yang diterima dari pemerintah karena pemerintah berfungsi untuk melayani kebutuhan publik secara adil.
Jika bicara mengenai kunci dari pemerataan yaitu keadilan dan kewajaran mengenai kebijakan fiskal di Indonesia harus dilihat dari berbagai sudut pandang.
Karena menyangkut asas daya pikul dan asas keadilan dari masyarakatnya dan menyangkut masalah sumber penerimaan negara.
Kemudian peneliti menanyakan kepada informan mengenai masalah keadilan dari sisi sumber penerimaan negara Menurut informan jika dilihat dari
sisi sumber penerimaan pajak diberlakukannya aturan ini dikarenakan sangat tidak adil bila para pengusaha dengan omzet di atas Rp 300 juta tidak dipajaki
dibandingkan dengan buruh dan pekerja dengan gaji diatas pendapatan tidak kenak pajak tetap dipajaki. Pengusaha lebih besar penghasilannya dibandingkan
dengan seorang pegawai buruh.Selain karena keadilan antara buruh dan pengusaha peraturan baru ini diberlakukan untuk meningkatkan penerimaan
negara karena di Indonesia cukup banyak UKM yang dapat menjadi pontesi sektor penerimaan pajak. Jadi semua kalangan yang menerima penghasilan
diberikan kesempatan untuk ikut membayar pajak dengan penghasilan yang wajar untuk dipajaki.
Selanjutnya peneliti menanyakan masalah keadilan dari sisi wajib pajak yang menjadi sasaran PP 46 ini, menurut informan PP 46 ini memang tidak dapat
diberlaku adil. Tidak adil disini maksudnya dasar pengenaan pajak adalah omset. Disitu ada omset maka ada pajak, PP 46 tidak memperhitungkan untung atau rugi
yang dialami wajib pajak. Pendapat informan tersebut sejalan dengan hasil penelitian penulis
dilapangan. Banyak wajib pajak mengeluhkan bahwa PP 46 ini tidak adil walau adanya kemudahan administrasinya. Berdasarkan Tabel 4.34 bahwa wajib pajak
yang mengatakan PP 46 ini adil sebesar 1,5, yang menyatakan tidak adil mencapai 90. Dari presentase tersebut dapat dijelaskan bahwa wajib pajak
benar-benar merasakan ketidakadilan dalam pengenaan pajak penghasilan bagi pengusaha.
Yang tidak diuntungkan dari PP 46 ini adalahpengusaha yang membutuhkan biaya produksi dalam menghasilkan produk yang akan dijual,
misalnya pengusaha yang bergerak dibidang penjualan mebel yang memperoleh omset tidak smapai 4,8 M per tahun. Untuk menghasilkan sebuah meja maka
membutuhkan bahan dasar seperti kayu, paku, cat dan lain-lain. Didalam PP 46 tidak memperhitungkan berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha
dalam menghasilkan produk tersebut yang penting bayar pajak dengan tarif 1dari peredaran bruto. Dari sisi ini tidak adil bisa saja dua perusahaan bergerak
di bidang yang sama dengan omset yang salah satunya lebih tinggi, dari sisi pembayaran pajak lebih murah omset yang lebih tinggi dibandingkan omsetnya
yang rendah. Karena omset yang diatas 4,8 M masih menggunakan aturan lama yaitu Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 31-E.
Bicara mengenai pemerataan yang kata kuncinya adalah keadilan bahwa PP 46 ini secara tidak langsung perlahan-lahan akan mematikan para pengusaha
kecil. Karena konsep pengenaan pajak penghasilan dari aturan PP 46 ini adalah 1 dari omset. Walaupun rugi tetap harus bayar pajak, karena dimana ada omset
pasti ada pajak. Berikut ilustrasi gambaran bagaimana dampak PP 46 Tahun 2013 terhadap UMKM Badan usaha dan orang pribadi.
Tabel 5.39 Tabel Ilustrasi Dampak PP 46 terhadap UMKM
Presentase Penghasilan kenak Pajak 5
8 15
30 -5
Penjualan 4.200.000.000
4.200.000.000 4.200.000.000
4.200.000.000 4.200.000.000
Penghasilan Kenak Pajak
210.000.000 336.000.000
630.000.000 1.260.000.000
210.000.000
Tarif Pasal 31 E WP badan 12,50
12,50 12,50
12,50 12,50
PPh dengan tarif 31 E 26.250.000
42.000.000,00 78.750.000
157.500.000,00 -
Tarif PP 46 PPh Final 1
1 1
1 1
PPh Dengan Tarif PP 46 42.000.000
42.000.000 42.000.000
42.000.000 42.000.000
WP Badan Diuntungkandirugikan 15.750.000
36.750.000 115.500.000,00
42.000.000,00
WP OP Status k3 PTKP
32.400.000 32.400.000
32.400.000 32.400.000
32.400.000
PKP setelah dikurangi PTKP 177.600.000
303.600.000 597.600.000
1.227.600.000 242.400.000
Tarif PPh Pasal 17 Tarif Progresif 5
2500000 2.500.000
2.500.000 2.500.000
15 19.140.000
37.500.000 37500000
37500000
25 900.000
74400000 231900000
Pajak Terhutang Pasal 17 21640000
40.900.000 114.400.000
271.900.000
Pajak terhutang PP 46 42.000.000
42.000.000 42.000.000
42.000.000 -
Sumber : TaxBase Diakses Tanggal 13 Maret 2015, Pukul 14.00 WIB
Dengan menggunakan PPh final berdasarkan tarif 1 , UMKM yang berbentuk badan usaha tidak diuntungkan dan tidak dirugikan apabila presentase
penghasilan kena pajak terhadap peredaran bruto dapat mencapai 8 . Apabila UMKM dalam bentuk badan usaha mampu meraih presentase penghasilan kenak
pajak diatas 8, maka UMKM dalam bentuk badan usaha akan diuntungkan karena membayar PPh lebih kecil dari ketentuan sebelumnya.
Demikian sebaliknya akan membayar PPh lebih besar apabila presentase penghasilan kena pajak kurang dari 8 terhadap peredaran bruto, bahkan akan
tetap membayar PPh final meskipun dalam keadaan merugi. Presentase minimum atas penghasilan kena pajak yang harus dicapai oleh UMKM perorangan akan
lebih besar dari 8 agar tidak dirugikan dengan berlakunya pengenaan PPh Final 1 dari peredaran bruto, sebab dengan berlakunya PP 46 tahun 2013 penghasilan
tidak kenak pajak PTKP tidak lagi menjadi faktor pengurang dalam menghitung kewajiban PPh UMKM orang pribadi.
Jadi ditinjau dari konsep keadilan dalam pemajakan, pengenaan PPh final tidak sesuai dengan keadilan karena tidak mencerminkan kemampuan membayar.
Pemajakan yang adil adalah bahwa semakin besar penghasilan maka semakin besar pula pajak yang harus dibayar.
5.1.5 Indikator Responsivitas