Penentuan suhu optimum ekstraksi oleoresin harus dilakukan untuk mendapatkan rendemen tertinggi serta menghindari kerusakan komponen
penting yang terdapat dalam oleoresin tersebut.
B. PENELITIAN UTAMA
1. Rendemen Oleoresin
Rendemen oleoresin jahe merah yang dihasilkan berkisar antara 15,82 sampai 20,1 persen, seperti terlihat pada Lampiran 3. Rendemen
oleoresin tertinggi diperoleh pada nisbah 1:6 dengan lama ekstraksi 2 jam yaitu 20,1 persen. Sedangkan rendemen oleoresin terendah diperoleh pada
nisbah 1:4 dengan lama ekstraksi 1 jam yaitu 15,82 persen. Ini disebabkan semakin besarnya nisbah antara sampel dan pelarut maka semakin besar
pula rendemen yang didapat. Jika volume pelarut besar maka rendemen yang dihasilkan besar, dan sebaliknya. Karena semakin besar volume
pelarut maka daya larutnya akan semakin besar hingga mencapai titik optimum.
Menurut Pruthi 1980, ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen dan mutu oleoresin yaitu varietas, kondisi, ukuran serbuk
rempah, pemilihan pelarut, kondisi ekstraksi dan proses penguapan pelarut dari misela. Ukuran bahan diusahakan seragam yang dilakukan dengan
cara pengecilan ukuran dengan tujuan memperbesar luas permukaan bahan yang kontak dengan pelarut. Selain itu, kantong minyak yang terdapat
dalam jahe akan lebih banyak yang terbuka sehingga mempermudah dan mempercepat proses ekstraksi serta semakin besar kesempatan etanol
kontak dengan bahan sehingga semakin besar pula kesempatan etanol untuk mengekstrak oleoresin jahe. Kondisi proses pada suasana panas
akan mempermudah pelarut untuk melarutkan oleoresin yaitu dengan cara polaritas pelarut sehingga mempermudah dan mempercepat ekstraksi.
Rendemen oleoresin yang dihasilkan bervariasi, hal ini bergantung dari jenis pelarut yang digunakan Farrel,1985. Semakin besar jumlah
pelarut yang digunakan maka semakin besar jumlah oleoresin yang dihasilkan. Hal ini dipengaruhi oleh kelarutan solubility pelarut. Semakin
besar nilai kelarutan pelarut maka semakin besar kesempatan dan kemampuan pelarut untuk mengekstrak oleoresin.
Suryandari 1981 menyatakan bahwa semakin besar volume pelarut yang digunakan maka rendemen oleoresin yang dihasilkan juga semakin
besar, sehingga hasilnya akan bertambah sampai pada titik jenuh pelarut. Pada saat pelarut masih relatif kecil volumenya maka oleoresin yang
terekstrak jumlahnya kecil, sebab pelarut mempunyai keterbatasan dalam melarutkan oleoresin. Jika volumenya bertambah maka daya larutnya juga
bertambah sehingga mencapai titik optimum dimana pelarut tersebut menjadi jenuh. Jadi daya larut akan meningkat ketika volume pelarut
ditambahkan ke dalam proses ekstraksi hingga mencapai titik jenuh. Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung jumlah terlarut
berlebihan sedemikian rupa, pada suhu tertentu, sehingga kelebihan itu tak lagi mau melarut. Jenuh berarti pelarut telah seimbang dengan zat
terlarutnya, atau jika larutan tidak kuasa lagi melarutkan zat terlarut yang ditambahkan. Artinya konsentrasinya sudah maksimal Arsyad, 2001.
Pudjaatmaka 1984 menyatakan larutan ini mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara zat
terlarut yang larut dan yang tak terlarut. Pembentukan larutan jenuh dipercepat dengan pengadukan yang kuat dan zat terlarut yang berlebih
Lama ekstraksi dan nisbah bahan dengan pelarut tidak memberikan pengaruh terhadap rendemen oleoresin jahe merah, seperti terlihat pada
Lampiran 7. Hubungan antara rendemen oleoresin jahe merah dengan lama ekstraksi dan nisbah bahan dengan pelarut ditunjukkan pada Gambar
12. Pada gambar tersebut terlihat bahwa kenaikan rendemen oleoresin jahe merah diiringi dengan semakin lama waktu ekstraksi serta semakin besar
nisbah bahan dan pelarut. Rendemen tertinggi dihasilkan pada nisbah 1:6 dengan lama ekstraksi 2 jam. Ini disebabkan karena semakin besar nisbah