Berdasarkan hasil analisa untuk bobot jenis oleoresin jahe merah, didapatkan perlakuan terbaik pada nisbah 1:4 dengan lama ekstraksi 1,5
jam dan 2 jam yaitu 1,01 karena bobot jenis tersebut merupakan bobot jenis yang lebih mendekati dengan standar yang telah diterapkan oleh
FAO.
4. Sisa Pelarut dalam Oleoresin
Salah satu hal yang paling sulit dalam proses ekstraksi oleoresin rempah-rempah adalah pemisahan pelarut dari oleoresin. Jika pemanasan
terlalu berlebihan, dikhawatirkan ada komponen volatil yang ikut menguap, dan jika penguapan dilakukan terlalu hati-hati dikhawatirkan
pelarut yang tersisa dalam bahan masih banyak. Karena itu, penguapan pelarut dilakukan dalam kondisi vakum dengan suhu titik didih pelarut
yang digunakan yaitu pelarut etanol 78
o
C. Sisa pelarut dalam oleoresin jahe merah yang dihasilkan berkisar
antara 1,26 sampai 1,90 persen, seperti terlihat pada Lampiran 6. Sisa pelarut dalam oleoresin tertinggi yaitu 1,90 persen diperoleh pada nisbah
1:6 dengan lama ekstraksi 1,5 jam. Sedangkan sisa pelarut dalam oleoresin terendah yaitu 1,26 persen diperoleh pada nisbah 1:5 dengan lama
ekstraksi 1 jam. Sisa pelarut dalam oleoresin untuk setiap perlakuannya memiliki nilai
yang hampir stabil, tetapi pada nisbah 1:4 diperoleh sisa pelarut yang lebih tinggi pada setiap lama ekstraksinya dibandingkan dengan nisbah 1:5 dan
1:6. Ini disebabkan karena kemungkinan pada saat proses penguapan pelarut atau pemisahan pelarut tidak dapat dilakukan secara sempurna
sehingga sebagian pelarut masih tertinggal dan terikat di dalam oleoresin. Pemisahan yang kurang sempurna disebabkan karena kemungkinan
adanya pembentukan campuran azeotropik. Menurut Arsyad 2001, campuran azeotropik azeotrop adalah campuran zat-zat cair dan gas
tertentu dengan perbandingan tertentu pula sehingga selama distilasi titik didihnya tetap.
Pelarut etanol mudah melarutkan senyawa resin dan senyawa organik lainnya. Selain itu, pelarut etanol murah juga tidak lebih berbahaya apabila
tertinggal di dalam oleoresin setelah proses pemisahan pelarut Mellan, 1950.
Sisa pelarut dalam oleoresin yang diharapkan pada produk oleoresin adalah dalam jumlah yang sekecil mungkin. Sisa pelarut yang berlebihan
dalam oleoresin akan mengganggu flavor dan aroma. Salah satu cara untuk
mengatasi sisa pelarut dalam oleoresin yang cukup tinggi adalah dengan penambahan waktu penguapan. Namun, penguapan dengan suhu yang
terlalu tinggi dan waktu yang lama dapat merusak komponen minyak atsiri yang terdapat di dalam oleoresin.
Menurut Anton 2001, pelarut masih boleh digunakan tapi harus dihilangkan dengan sisa residu ± 0,1 persen dan dengan pertimbangan
yaitu tidak bersifat memabukkan dengan kandungan maksimal 1 persen untuk bahan pangan. Sehingga sisa pelarut dalam oleoresin jahe merah
dalam penelitian ini belum memenuhi syarat standar mutu kandungan sisa pelarut dalam bahan pangan yaitu 1,26 sampai 1,90 persen; ini
dikarenakan kurang sempurnanya proses pemisahan pelarut. Pemisahan pelarut yang tidak sempurna dikarenakan titik aziotropik pelarut tidak
mungkin dihilangkan sampai bernilai nol atau hilang sama sekali, kecuali oleoresin yang dilarutkan hilang juga.
Menurut Arsyad 2001, campuran azeotropik azeotrop adalah campuran zat-zat cair dan gas tertentu dengan perbandingan tertentu pula
sehingga selama distilasi titik didihnya tetap. Komposisi fase uapnya sama dengan fase cair, dengan titik didih dan
ρ uap tertinggiterendah dibanding titik didih
ρ pada perbandingan lain. Karena itu komposisinya tidak berubah meski dalam keadaan mendidih. Titik didinya pun tak bakal jauh
beranjak. Komposisi dan titik didih azeotrop amat bervariasi sesuai dengan ρ-nya. Jadi, merupakan fungsi tekanan. Campuran ini dapat dipisahkan
secara penyulingan dengan memberinya cairan larutan ketiga, dengan reaksi, kimia, adsorpsi atau dengan pengristalan bertingkat
Menurut Sabel dan Warren 1973, oleoresin hanya tahan sampai suhu 90
o
C tanpa mengalami penurunan mutu yang nyata. Pemakaian suhu di atas titik didih pelarut yang digunakan akan menyebabkan banyaknya
pelarut yang terbuang, sehingga yang diperoleh kembali akan lebih sedikit. Dan selain itu juga, banyak komponen oleoresin yang mudah menguap
akan terbawa oleh pelarut yang teruapkan. Lama ekstraksi dan nisbah bahan dengan pelarut tidak memberikan
pengaruh terhadap sisa pelarut dalam oleoresin jahe merah, seperti terlihat pada Lampiran 16.. Hubungan antara sisa pelarut dalam oleoresin dengan
lama ekstraksi dan nisbah bahan dengan pelarut ditunjukkan pada Gambar 15. Perlakuan nisbah 1:4 untuk setiap lama ekstraksinya diperoleh nilai
sisa pelarut dalam oleoresin yang hampir sama.
Berdasarkan analisa untuk sisa pelarut dalam oleoresin, didapatkan perlakuan terbaik pada nisbah 1:5 dengan lama ekstraksi 1 jam yaitu
1,26 persen.
Gambar 15 . Hubungan antara sisa pelarut dalam oleoresin dengan
nisbah dan lama ekstraksi
0,5 1
1,5 2
si sa
p e
la ru
t
sampel
Sisa pelarut dalam oleoresin
1 jam B1 1,5 jam B2
2 jam B3 1 jam B1
1,68 1,26
1,41 1,5 jam B2
1,76 1,56
1,9 2 jam B3
1,72 1,34
1,33 1:4 A1
1:5 A2 1:6 A3
5. Analisa Visual
Analisa visual ini meliputi warna, bentuk dan aroma. Hasil penelitian menunjukkan oleoresin yang terbentuk ini berwarna coklat tua. Warna
yang dihasilkan ini berasal dari pigmen karotenoid, dimana zat warna merah akan berubah menjadi coklat tua atau hitam yang disebabkan karena
reaksi browning setelah dikeringkan. Selain itu, karaotenoid tersebut yang terdapat di dalam serbuk jahe merah ikut terekstrak bersama etanol.
Bentuk oleoresin jahe merah yang dihasilkan adalah kental. Sedangkan aroma yang dihasilkan pada oleoresin jahe merah ini adalah
aroma khas jahe merah. Aroma ini muncul karena masih adanya minyak atsiri dalam oleoresin tersebut walaupun dalam jumlah yang kecil. Selain
itu juga, aroma khas jahe ini muncul dari oleoresin yang memiliki aroma pedas yang tahan lama, dan beberapa zat lain yang tidak menguap.
6. Kadar Logam
Pada analisa kadar logam pada oleoresin jahe merah bahwa analisa kadar logam menggunakan metode AAS diperoleh hasil yang cukup
beragam pada dua sampel oleoresin jahe merah. Sampel oleoresin jahe merah yang diambil untuk dianalisa adalah sampel yang memiliki nilai
rendemen tertinggi dan terendah. Untuk sampel yang terbaik dengan rendemen oleoresin tertinggi yaitu 20,1 persen menghasilkan kadar logam
kalium 9551,24 ppm; magnesium 42,55 ppm; kalsium 73,86 ppm serta fosfor 279,81 ppm. Sedangkan untuk sampel yang terendah dengan
rendemen oleoresin ternedah 15,815 persen menghasilkan kadar logam kalium 6140,56 ppm; magnesium 58,50 ppm; kalsium 116,22 ppm serta
fosfor 660,53 ppm. Hasil analisa kadar logam dengan menggunakan metode AAS diperoleh data yang dapat dilihat pada Tabel 6.