III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
a. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe merah segar yang berasal dari Cilebut, Bogor. Rimpang jahe
merah segar ini memiliki umur panen 9 bulan. b.
Bahan Kimia Bahan-bahan kimia yang digunakan sebagai pelarut adalah
etanol, heksan dan etanol. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis yaitu toluene, etanol dan aquades.
2. Alat
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan bubuk jahe merah kering antara lain: pisau, hammer mill, talam, dan tampah. Untuk
proses ektraksi, alat-alat yang digunakan antara lain soxlet apparatus, erlenmeyer, hot plate, magnetic stirrer, refluks condensor, pompa
vacuum, corong buchner, rotary vacuum evaporator, termometer. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk analisa antara lain:
pipet tetes, gelas ukur, termometer, erlenmeyer, gelas piala, cawan porselen, desikator, penangas, tanur, piknometer, rotary vakum
evaporator , penangas air, alat penyuling minyak atsiri, mikroburet
alat penampung minyak atsiri, oven vacuum, Spektrofotometer Serapan Atom SSA dan kertas saring.
B. METODE PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan
Jahe merah segar yang berasal dari Cilebut, Bogor dikeringkan dengan metode pengeringan konvensional yaitu
dengan menggunakan energi sinar matahari. Pengeringan dilakukan setiap hari selama 14 hari dari jam 7 pagi hingga jam 5
sore. Perlakuan yang dilakukan pada rimpang jahe merah segar adalah rimpang dicuci terlebih dahulu, kemudian diiris-iris yang
dilanjutkan dengan pencucian kembali irisan rimpang jahe merah segar. Selanjutnya dikeringkan tampah.
Setelah jahe merah kering didapat, kemudian dilakukan karakterisasi rimpang jahe merah kering meliputi kadar air metode
AOAC, 1984, kadar minyak atsiri Metode Guenther, 1948, kadar oleoresin metode solvent dan kadar abu metode oven.
Sebelum dilakukan ektraksi, rimpang kering jahe merah digiling dengan menggunakan hammer mill dengan ukuran yaitu
20 mesh. Pada penelitian pendahuluan ini, proses ekstraksi menggunakan tiga jenis pelarut yaitu etanol, heksana dan aseton.
Pertimbangan-pertimbangan untuk menentukan jenis pelarut yang akan digunakan bukan hanya dari segi rendemen oleoresin yang
dihasilkan, tetapi juga dilihat dari sifat pelarut tersebut. Pelarut yang baik adalah pelarut yang tidak bersifat racun, tidak mudah
terbakar dan tidak bersifat korosif terhadap peralatan ekstraksi. Pelarut yang digunakan sebaiknya mempunyai titik didih yang
rendah agar mudah dalam recovery pelarut setelah ekstraksi dan tidak meninggalkan residu yang tinggi. Secara ekonomis, pelarut
yang baik adalah pelarut yang harganya murah dan mudah didapatkannya.
Kondisi prosesnya adalah ekstraksi dengan suhu ruang yaitu 28
o
C ekstraksi dingin dan ekstraksi panas yaitu dengan