Gambar 10.
Diagram alir ekstraksi oleoresin jahe merah pada
penelitian utama
Etanol dan suhu optimal 78
o
C Jahe merah segar
Dicuci dan dipotong-poton
g
Potongan jahe merah Pengeringan Ka=8,5
Jahe merah kering Penggilingan 20 mesh
Bubuk jahe merah Karakterisasi jahe merah
Ekstraksi dengan nisbah 1:4, 1:5 dan 1:6 serta lama ekstraksi 1
jam, 1,5 jam dan 2 jam
Penyaringan ekstrak jahe
Misella Distilasi
Oleoresin jahe merah Analisa rendemen, kadar minyak
atsiri, bobot jenis, sisa pelarut, analisa visual, kadar logam dan
kromatografi gas Sinar matahari
Hammer mill
Corong buchner
Pelarut Rotary vacuum
evaporator
C. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua kali ulangan. Perlakuan
dalam penelitian ini terdiri dari dua faktor yaitu faktor A nisbah terdiri dari tiga taraf yaitu 1:4 A1, 1:5 A2, dan 1:6 A3. Dan faktor B lama
ekstraksi terdiri dari tiga taraf yaitu 1 jam B1; 1,5 jam B2 dan 2 jam B3.
Model matematis untuk rancangan percobaannya adalah sebagai berikut : Y
ijk
= μ + A
i
+ B
j
+ AB
ij
+ ε
kij
Y
ijk
= peubah yang diukur μ = rata-rata yang sebenarnya
A
i
= pengaruh nisbah perbandingan bahan dan pelarut B
j
= pengaruh lama ekstraksi AB
ij
= pengaruh interaksi antara nisbah dan lama ekstraksi ε
kij
= kekeliruan karena anggota ke-k dari nisbah ke-i dan lama ekstraksi ke-j
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
1. Karakterisasi Bahan
Pada penelitian ini, ukuran bahan yang digunakan adalah 20 mesh. Penentuan penggunaan ukuran bahan pada penelitian ini didasarkan
dengan pernyataan Djubaedah 1986 yang menyatakan bahwa kehalusan bahan yang cukup sesuai untuk ekstraksi oleoresin jahe adalah 20 sampai
40 mesh. Pada penelitian pendahuluan ini jahe merah segar yang sudah dicuci,
dipotong-potong dengan menggunakan pisau tanpa dikuliti. Rimpang jahe merah segar tersebut dipotong tidak terlalu tipis atau sedang. Menurut
Purseglove et al., 1981 pengirisan jahe untuk untuk mempercepat pengeringan. Potongan rimpang jahe merah segar tersebut kemudian
ditempatkan pada tampah-tampah tanpa dilakukan penumpukan antara potongan-potongan rimpang jahe merah, lalu dikeringkan dengan metode
konvensional yaitu dengan menggunakan sinar matahari selama 14 hari yang dimulai dari jam 7 pagi hingga jam 5 sore setiap harinya. Parameter
yang digunakan untuk mengontrol seberapa keringnya jahe merah tersebut adalah jahe merah akan kering sampai renyah dan dapat dipatahkan.
Berdasarkan hasil karakterisasi jahe merah kering pada Tabel 4. menunjukkan bahwa jahe merah kering mengandung kadar air yang cukup
rendah 8,5 persen, kadar oleoresin yang cukup tinggi 33,33 persen, kadar abu yang cukup rendah 12,28 persen dimana kadar abu tersebut
memenuhi standar mutu Inggris BS 4593 untuk jahe kering bubuk didalam Koeswara 1995 yaitu 12 persen, serta kadar minyak atsiri yang
cukup tinggi 3,33 persen.
Tabel 4 . Hasil karakterisasi jahe merah kering
Karakteistik Nilai
Kadar air 8,5
Kadar oleoresin 33,33
Kadar abu 12,28
Kadar minyak atsiri 3,33
2. Penentuan Jenis Pelarut
Jenis pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol, heksan dan aseton. Pertimbangan-pertimbangan untuk menentukan jenis
pelarut yang akan digunakan selain rendemen oleoresin yang dihasilkan, juga dari segi ekonomisnya biaya produksi terutama jika diterapkan pada
skala industri. Perbedaan masing-masing pelarut dalam mengekstrak oleoresin
dipengaruhi oleh kemampuan masing-masing pelarut dalam melarutkan komponen-komponen yang ada dalam rimpang jahe merah. Menurut
Dunras 1933, pelarut yang mempunyai gugus hidroksil alkohol dan karbonil keton termasuk polar, sedangkan hidrokarbon termasuk dalam
pelarut non polar. Puseglove et al., 1981, ekstraksi dengan pelarut non
Gambar 11 . Rimpang jahe merah kering
polar akan menghasilkan oleoresin dengan kandungan lemak yang tinggi, sedangkan ekstraksi dengan menggunakan pelarut non polar seperti etanol
dan aseton akan menghasilkan oleresin dengan kandungan lemak yang rendah.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan Tabel 5 dapat dilihat bahwa rendemen oleoresin tertinggi diperoleh dari pelarut etanol yaitu
16,86 persen sehingga pelarut yang akan digunakan untuk mengekstrak oleoresin dari bubuk jahe merah pada penelitian utama adalah etanol
karena etanol mampu mengekstrak oleoresin lebih banyak dibandingkan pelarut aseton dan heksan. Hal ini berarti komponen pada oleoresin
sebagian besar adalah komponen yang bersifat polar.
Tabel 5 . Rendemen hasil ekstraksi tiga jenis pelarut menggunakan suhu
ruang dan titik didih masing-masing pelarut
Suhu Jenis pelarut
Suhu ruang 28
o
C Titik didih pelarut
Aseton 56
o
C 9,12 9,41
Heksan 69
o
C 5,73 6,4
Etanol 78
o
C 14,09 16,86
3. Penentuan Suhu Optimal
Penentuan suhu optimal pada proses ekstraksi oleoresin jahe merah dilakukan dengan menggunakan suhu titik didih masing-masing pelarut
serta suhu ruang 28
o
C. Berdasarkan rendemen hasil ekstraksi yang ditunjukkan, maka didapatkan suhu optimal pada proses ektraksi oleoresin
jahe merah yaitu pada suhu titik didih masing-masing pelarut, dimana pelarut yang digunakan adalah pelarut etanol yang suhu titik didih yaitu
78
o
C. Suhu ekstraksi mempengaruhi rendemen oleoresin jahe merah yang
dihasilkan. Pada umumnya ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada temperatur tinggi, tetapi pada ekstraksi oleoresin, hal ini dapat
menyebabkan beberapa komponen dalam oleoresin mengalami kerusakan.