1
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan akan diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan paradigma penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki setiap manusia. Menurut Munib, dkk. 2011: 34,
”pendidikan merupakan proses bantuan yang diberikan guru kepada siswa agar siswa mampu berkembang secara optimal baik rohani maupun jasmaninya.”
Melalui pendidikan, siswa memperoleh berbagai pengalaman sebagai bekal untuk hidup di masa kini dan masa mendatang.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK berlangsung sangat pesat. Oleh karena itu, pemerintah perlu melaksanakan program
pendidikan yang dapat membantu siswa mengembangkan segala kemampuan yang sesuai dengan perkembangan IPTEK. Dalam pelaksanaan program
pendidikan, pemerintah menetapkan tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menjelaskan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan mejadi warga
negara yang
demokratis serta
bertanggung jawab.
2 Tujuan pendidikan nasional tersebut dapat tercapai melalui proses belajar.
Hamalik 2014: 37 menjelaskan “belajar adalah suatu proses perubahan tingkah
laku in dividu melalui interaksi dengan lingkungan.” Selanjutnya, Hamalik 2008:
29 menyatakan “belajar bukan suatu tujuan, tetapi merupakan suatu proses.” Melalui belajar, segala tujuan yang ingin dicapai akan terwujud seiring dengan
kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Proses belajar dapat dilaksanakan melalui berbagai satuan pendidikan
seperti pendidikan nonformal, informal, dan formal. Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan masyarakat. Pendidikan
informal merupakan pendidikan yang dilaksanakan di keluarga sebagai tempat pertama siswa belajar. Pendidikan formal adalah pendidikan yang dilaksanakan di
sekolah dengan berbagai jenjang tertentu. Pendidikan formal terdiri atas jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Jenjang pendidikan dasar terdiri dari
Sekolah Dasar SD dan Sekolah Menengah Pertama SMP atau yang setara. Sekolah dasar SD merupakan salah satu lembaga jenjang pendidikan
dasar yang berupaya mengembangkan kemampuan dan keterampilan siswa. Berbagai pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh siswa
dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan di sekolah dasar sebagai bekal belajar di tingkat pendidikan menengah.
Pendidikan di sekolah dasar memuat beberapa mata pelajaran yang terdiri dari mata pelajaran yang bersifat eksak dan non eksak. Ilmu Pengetahuan Alam
IPA yang sering dinamakan sains adalah salah satu mata pelajaran eksak yang mempelajari berbagai peristiwa yang terjadi di alam semesta ini. Menurut
3 Susanto 2013: 167,
“IPA atau sains adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan
prosedur dan dijelaskan dengan penalaran, sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.” Melalui IPA, siswa belajar memahami lingkungan tempat
tinggalnya. Keterampilan dalam mengamati dan mengambil keputusan merupakan keterampilan yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari
lingkungan dan alam semesta. Kedua keterampilan tersebut merupakan dasar yang dapat membantu siswa lebih memahami suatu konsep dalam suatu peristiwa
atau materi yang diajarkan di sekolah. Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang selama ini dianggap
sulit oleh sebagian besar siswa, mulai dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah, karena pelaksanaan pembelajaran terpaku pada buku teks dan
diarahkan pada kemampuan siswa untuk menghafalkan suatu materi Susanto 2013: 165. Materi yang terdapat dalam IPA sangat luas mencakup berbagai
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta. Oleh karena itu, sumber belajar siswa sebaiknya tidak hanya buku pelajaran. Pembelajaran dapat dilaksanakan
melalui pengalaman langsung. Keterlibatan siswa dalam mempelajari suatu konsep melalui pengalaman langsung akan meningkatkan pemahaman siswa pada
konsep tersebut. Samatowa 2011: 2 menyatakan bahwa IPA sangatlah penting dikuasai
oleh siswa SD, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan pesat. Pembelajaran IPA hendaknya memberi kesempatan
kepada siswa untuk memupuk rasa ingin tahu, sehingga membantu siswa
4 mengembangkan cara berpikir ilmiah. Selain itu, pembelajaran IPA di SD
hendaknya mampu menarik minat siswa dan membantu siswa agar dapat mengenal lingkungan sekitarnya.
Dalam upaya menciptakan pembelajaran IPA yang dapat membantu siswa dalam
mengembangkan dirinya
diperlukan suatu
pembelajaran yang
menyenangkan dan menarik minat siswa. Pembelajaran tersebut harus memberi kesempatan kepada siswa mengembangkan rasa ingin tahu mereka. Pembelajaran
juga akan lebih menarik apabila faktor-faktor di sekolah mendukung pelaksanaan pembelajaran seperti faktor siswa, guru, serta sarana prasarana.
Karakteristik perkembangan siswa perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini dilakukan agar pembelajaran tersebut sesuai dengan
karakteristik siswa sekolah dasar. Mengacu pada teori tahap perkembangan kognitif Piaget, dapat diketahui bahwa anak usia sekolah dasar berada pada
tahapan operasional konkret usia 7-11 tahun, dimana siswa sudah mampu untuk berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa konkret
Susanto 2013: 78. Namun, siswa belum mampu memahami sesuatu yang bersifat abstrak, sehingga pembelajaran diharapkan menggunakan media berupa
benda atau peristiwa konkret guna mempermudah siswa memahami materi yang diajarkan guru.
Susanto 2013: 179 menjelaskan “Peran guru dalam pembelajaran tidak
hanya mengajar dan memberikan informasi kepada siswa, akan tetapi guru juga mempunyai tugas melatih, membimbing, serta mengarahkan siswa kepada materi
pelajaran sehingga siswa mampu belajar dan bersikap sebagai manusia yang
5 terdidik secara akademis.” Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa tujuan pembelajaran akan tercapai secara maksimal jika guru mampu melaksanakan perannya. Guru sangat berperan dalam mengembangkan segala
potensi yang dimiliki siswanya. Jadi, pelaksanaan pembelajaran harus memberi kesempatan kepada siswa terlibat aktif selama pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal pada tanggal 24 Februari 2015 diperoleh keterangan
bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran, guru cenderung menerapkan model pembelajaran konvensional khususnya metode ceramah dalam mengajarkan
suatu materi. Menurut Ruminiati 2007: 2- 4, “metode ceramah merupakan
metode pembelajaran yang dig unakan menjelaskan materi yang bersifat verbal.”
Pembelajaran konvensional seperti pembelajaran menggunakan metode ceramah ini dapat menyebabkan siswa kurang terlibat aktif dalam pembelajaran.
Metode ceramah hanya menjadikan siswa sebagai pendengar auditif dan penerima semua konsep yang telah dijelaskan guru. Selanjutnya, guru
memberikan tugas terkait materi yang telah dijelaskan. Kegiatan pembelajaran konvensional ini membuat siswa menjadi bosan dan kurang tertarik dalam
mengikuti pembelajaran, karena siswa harus menghafalkan materi yang telah dipelajari. Hal ini menyebabkan siswa kurang mengembangkan kemampuan yang
dimilikinya serta hasil belajar siswa kurang maksimal. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan yang efektif digunakan dalam pembelajaran IPA,
sehingga hasil belajar siswa akan meningkatkan. Memperhatikan permasalahan tersebut, perlu adanya solusi untuk
menyelesaikannya. Dalam hal ini, guru dapat melakukan suatu variasi
6 pembelajaran agar pembelajaran IPA dapat terlaksana dengan baik serta siswa
tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Dalam hal ini guru dapat melaksanakan variasi pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
pengalaman langsung. Salah satu variasi pembelajaran yang dapat diterapkan yaitu pendekatan Contextual Teaching and Learning atau yang sering disingkat
dengan CTL. Pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning CTL
menekankan pada pembelajaran yang mengaitkan konsep dengan kehidupan sehari-hari siswa. Menurut teori pembelajaran kontekstual dalam Toharudin,
Hendrawati, dan Rusta man 2011: 95, “Sebuah pengetahuan akan lebih
bermakna jika peserta didik sendiri yang menemukan dan membangunnya.” Melalui pembelajaran menggunakan pendekatan Contextual Teaching and
Learning CTL, siswa akan menemukan sendiri konsep yang dipelajari serta menjembatani siswa belajar konsep yang baru dengan menggunakan konsep yang
telah dimiliki. Siswa menjadi lebih memahami akan konsep baru tersebut, karena konsep tersebut ditemukan sendiri oleh siswa.
Pendekatan CTL telah diterapkan dalam pembelajaran pada jenjang sekolah dasar. Salah satu penelitian tentang penerapan CTL yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Malik 2014 dengan judul “Keefektifan Pendekatan CTL terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gaya Magnet Kelas V SD
Negeri Tegalsari 1 Kota Tegal”. Hasil analisis hipotesis aktivitas belajar siswa dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000.
Nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05 0,000 0,05, berarti terdapat perbedaan antara aktivitas belajar menggunakan pendekatan CTL dengan model
7 konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi gaya magnet SDN
Tegalsari 1 Kota Tegal. Uji hipotesis hasil belajar siswa dengan menggunakan uji U Mann Whitney menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. 2-tailed sebesar
0,008. Nilai tersebut kurang dari 0,05 0,008 0,05, berarti terdapat perbedaan antara hasil belajar siswa menggunakan pendekatan CTL dengan hasil belajar
menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi gaya magnet SDN Tegalsari 1 Kota Tegal. Jadi dapat disimpulkan bahwa, terdapat
perbedaan signifikan antara aktivitas dan hasil belajar IPA kelas V materi gaya magnet SDN Tegalsari 1 Kota Tegal yang mendapat pembelajaran menggunakan
pendekatan CTL dengan yang mendapat pembelajaran konvensional. Hasil tersebut menjadi bukti empiris bahwa penerapan pendekatan CTL dalam
pembelajaran di kelas dapat dijadikan sebagai solusi untuk meningkatkan rendahnya kualitas pembelajaran di kelas.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian apakah pendekatan CTL efektif untuk meningkatkan hasil belajar IPA kelas V
materi daur air dengan judul “Keefektifan Pendekatan Contextual Teaching and
Learning terhadap Hasil Belajar Daur Air pada Siswa Kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal.”
1.2 Identifikasi Masalah