KEEFEKTIFANPENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR DAUR AIR PADA SISWA KELAS V SDN MUARAREJA 1 KOTA TEGAL

(1)

KEEFEKTIFAN

PENDEKATAN

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

TERHADAP HASIL BELAJAR DAUR AIR

PADA SISWA KELAS V SDN MUARAREJA 1 KOTA TEGAL

Skripsi

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh Nur Istiqomah

14014111561

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

(1) Allah tidak akan mengubah suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri (Ar-Rad ayat 11).

(2) Bermasalah di dalam tapi tersenyumlah di wajah. Tutup rapat penderitaanmu demi kebahagiaan orang disekitarmu (Zara Zettira).

Persembahan

Untuk Bapak, Ibu, kakak, dan keluarga besarku yang telah mendoakan dan selalu memberiku semangat.


(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur penulis ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keefektifan Pendekatan

Contextual Teaching and Learning terhadap Hasil Belajar Daur Air pada Siswa Kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Guru Sekolah Dasar pada Universitas Negeri Semarang.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini sehingga bisa terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa UNNES.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi ini.

4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah memfasilitasi ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

5. Drs. Daroni, M.Pd., Dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Dosen Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah banyak membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.

7. Hediyati S.Pd., Kepala SDN Muarareja 1 Kota Tegal yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian.

8. Komariyatun, S.Pd dan Lia Margiyanti, S.Pd., Guru Kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

9. Erfina, Mega, Cicih, Sanah, Retno, Indah, dan Ratih yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.


(7)

vii

10. Teman-teman mahasiswa PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES angkatan 2011 yang saling memberikan semangat dan motivasi.

11. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Semoga semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini mendapatkan pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis sendiri.

Tegal, Mei 2015


(8)

viii

ABSTRAK

Istiqomah, Nur. Keefektifan Pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap Hasil Belajar Daur Air pada Siswa Kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal. Skripsi. Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Drs. Daroni, M.Pd.

Kata Kunci: Hasil belajar, pendekatan Contextual Teaching and Learning

Pembelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa. Pada umumnya guru cenderung menggunakan model konvensional dalam pembelajaran, sehingga siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu variasi pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif selama pembelajaran berlangsung, salah satunya yaitu pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL). Pendekatan CTL memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep dari materi yang dipelajari serta mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keefektifan pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap hasil belajar daur air pada siswa kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal.

Penelitian dilaksanakan di SDN Muarareja 1 Kota Tegal. Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas V yang berjumlah 48 siswa terdiri dari 25 siswa kelas VA sebagai kelas eksperimen dan 23 siswa kelas VB sebagai kelas kontrol. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu quasi experimental dengan bentuk

nonequivalent control group. Analisis statistik yang digunakan yaitu korelasi product moment untuk uji validitas dancronbach’s alpha untuk uji reliabilitas instrumen. Dalam uji prasyarat analisis menggunakan uji lilliefors untuk menguji normalitas data dan

levene’s test untuk uji homogenitas. Uji hipotesis menggunakan uji independent samples t

test dan one sample t test. Semua penghitungan tersebut diolah dengan menggunakan program SPSS versi 20

Berdasarkan hasil uji hipotesis data hasil belajar siswa menggunakan independent samples t test diperoleh data thitung = 2,531 dan ttabel = 2,017, sehingga dapat diketahui

bahwa nilai thitung > ttabel. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

antara hasil belajar yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan yang menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal. Selanjutnya, hasil uji keefektifan model dengan menggunakan one sample t test, diperoleh data thitung = 3,535 dan ttabel = 2,074.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel. Simpulannya bahwa pendekatan

Contextual Teaching and Learning efektif untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi daur air. Saran bagi guru yaitu untuk menggunakan pendekatan CTL dalam pembelajaran IPA dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Pernyataan Keaslian Tulisan ... ii

Persetujuan Pembimbing ... iii

Pengesahan ... iv

Motto Dan Persembahan ... v

Prakata ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Bagan ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

Bab 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Pembatasan Masalah dan Paradigma Penelitian ... 8

1.3.1 Pembatasan Masalah ... 8

1.3.2 Paradigma Penelitian ... 8

1.4 Rumusan Masalah ... 9

1.5 Tujuan Penelitian ... 9

1.5.1 Tujuan Umum ... 10

1.5.1 Tujuan Khusus ... 10

1.6 Manfaat Penelitian ... 10

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 10

1.6.2 Manfaat Praktis ... 11

2. KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1 Landasan Teori... 13


(10)

x

2.1.2 Hakikat Pembelajaran ... 15

2.1.3 Hasil Belajar... 17

2.1.4 Karakteristik Siswa Usia Sekolah Dasar (SD) ... 19

2.1.5 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ... 21

2.1.6 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 22

2.1.7 Materi Daur Air... 24

2.1.8 Pembelajaran Konvensional ... 25

2.1.9 Pengertian Pendekatan Pembelajaran ... 26

2.1.10 Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 28

2.2 Penelitian yang Relevan ... 34

2.3 Kerangka Berpikir ... 41

2.4 Hipotesis Penelitian ... 43

3. METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Desain Penelitian ... 46

3.2 Populasi dan Sampel ... 46

3.2.1 Populasi ... 47

3.2.2 Sampel... 49

3.3 Variabel Penelitian ... 49

3.3.1 Variabel Bebas ... 50

3.3.2 Variabel Terikat ... 50

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.4.1 Wawancara ... 50

3.4.2 Dokumentasi ... 51

3.4.3 Observasi... 51

3.4.4 Tes ... 52

3.5 Instrumen Penelitian ... 53

3.5.1 Soal-soal Tes ... 53

3.5.2 Pedoman Wawancara ... 62

3.5.3 Lembar Pengamatan Pembelajaran ... 62

3.6 Teknik Analisis Data... 63


(11)

xi

3.6.2 Uji Prasyarat Analisis ... 64

3.6.3 Analisis Akhir (Pengujian Hipotesis) ... 66

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70

4.1 Hasil Penelitian ... 70

4.1.1 Deskripsi Pelaksanaan Pembalajaran ... 70

4.2 Analisis Deskripsi Data Penelitian... 76

4.2.1 Analisis Deskriptif Variabel Bebas ... 77

4.2.2 Analisis Deskriptif Variabel Terikat ... 77

4.3 Analisis Statistik Data Hasil Penelitian ... 81

4.3.1 Data Hasil Belajar Siswa 81

4.4 Pembahasan... 89

5. PENUTUP... 96

5.1 Simpulan ... 96

5.2 Saran ... 97

5.2.1 Bagi Siswa ... 97

5.2.2 Bagi Guru ... 98

5.2.3 Bagi Kepala Sekolah ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata ... 48

3.2 Hasil Uji Validitas Soal Tes Uji Coba ... 56

3.3 Hasil Uji Reliabilitas... 57

3.4 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal ... 59

3.5 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal ... 61

4.1 Deskripsi Data Nilai Tes Awal ... 78

4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen... ... 78

4.3 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Awal Kelas Kontrol ... 79

4.4 Deskripsi Nilai Hasil Belajar Siswa ... 80

4.5 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 80

4.6 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 81

4.7 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 82

4.8 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 83

4.9 Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar Siswa ... 84

4.10 Hasil Uji Hipotesis Independent Samples t Test ... 86


(13)

xiii

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

1.1 Paradigma Penelitian Sederhana ... 9 2.1 Kerangka Berpikir ... 43


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen ... 103

2. Daftar Nama Siswa Kelas Kontrol ... 104

3. Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba ... 105

4. Pedoman Wawancara ... 106

5. Pedoman Pelaksanaan Penelitian ... 107

6. Silabus Pembelajaran ... 108

7. Silabus Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 110

8. Silabus Pembelajaran Kelas Kontrol ... 114

9. Telaah Soal Uji Coba oleh Tim Ahli 1 ... 116

10. Telaah Soal Uji Coba oleh Tim Ahli 2 ... 123

11. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 130

12. Soal Uji Coba ... 133

13. Hasil Uji Validitas Soal... 142

14. Hasil Uji Reliabilitas Soal ... 145

15. Hasil Uji Tingkat Kesukaran ... 146

16. Hasil Uji Daya Beda ... 148

17. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 1 ... 150

18. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 163

19. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ... 176

20. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 189

21. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 200

22. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 211

23. Rekapitulasi Penilaian Perfomansi Guru dalam Merencanakan Pembelajaran di Kelas Eksperimen... 222


(15)

xv

24. Rekapitulasi Penilaian Perfomansi Guru dalam Melaksanakan

Pembelajaran di Kelas Eksperimen... 225

25. Rekapitulasi Pengamatan Pendekatan CTL ... 229

26. Rekapitulasi Penilaian Perfomansi Guru dalam Merencanakan Pembelajaran di Kelas Kontrol ... 233

27. Rekapitulasi Penilaian Perfomansi Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran di Kelas Kontrol ... 236

28. Rekapitulasi Pengamatan Model Konvensional ... 240

29. Rekapitulasi Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen ... 243

30. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan I ... 247

31. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan II ... 249

32. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan III ... 251

33. Rekapitulasi Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Kontrol ... 253

34. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Kontrol Pertemuan I ... 256

35. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Kontrol Pertemuan II ... 258

36. Lembar Pengamatan Kegiatan Siswa Kelas Kontrol Pertemuan III ... 260

37. Rekapitulasi Pengamatan Sikap Kelas Eksperimen ... 262

38. Lembar Pengamatan Sikap Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan I ... 264

39. Lembar Pengamatan Sikap Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan II ... 266

40. Lembar Pengamatan Sikap Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan III ... 268

41. Rekapitulasi Pengamatan Sikap Kelas Kontrol ... 270

42. Lembar Pengamatan Sikap Siswa Kelas Kontrol Pertemuan I ... 272

43. Lembar Pengamatan Sikap Siswa Kelas Kontrol Pertemuan II ... 274

44. Lembar Pengamatan Sikap Siswa Kelas Kontrol Pertemuan III ... 276

45. Daftar Nilai Tes Awal Siswa Kelas Eksperimen ... 278

46. Daftar Nilai Tes Awal Siswa Kelas Kontrol ... 279


(16)

xvi

48. Daftar Nilai Tes Akhir Siswa Kelas Kontrol ... 281

49. Daftar Nilai Psikomotor Kelas Eksperimen ... 282

50. Daftar Nilai Psikomotor Kelas Kontrol... 283

51. Daftar Rata-rata Nilai Kognitif dan Psikomotor Kelas Eksperimen ... 284

52. Daftar Rata-rata Nilai Kognitif dan Psikomotor Kelas Kontrol ... 285

53. Dokumentasi Kelas Eksperimen ... 286

54. Dokumentasi Kelas Kontrol ... 287


(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan akan diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan paradigma penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki setiap manusia. Menurut Munib, dkk. (2011: 34), ”pendidikan merupakan proses bantuan yang diberikan guru kepada siswa agar siswa mampu berkembang secara optimal baik rohani maupun jasmaninya.” Melalui pendidikan, siswa memperoleh berbagai pengalaman sebagai bekal untuk hidup di masa kini dan masa mendatang.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berlangsung sangat pesat. Oleh karena itu, pemerintah perlu melaksanakan program pendidikan yang dapat membantu siswa mengembangkan segala kemampuan yang sesuai dengan perkembangan IPTEK. Dalam pelaksanaan program pendidikan, pemerintah menetapkan tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menjelaskan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan mejadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


(18)

Tujuan pendidikan nasional tersebut dapat tercapai melalui proses belajar. Hamalik (2014: 37) menjelaskan “belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.” Selanjutnya, Hamalik (2008: 29) menyatakan “belajar bukan suatu tujuan, tetapi merupakan suatu proses.” Melalui belajar, segala tujuan yang ingin dicapai akan terwujud seiring dengan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa.

Proses belajar dapat dilaksanakan melalui berbagai satuan pendidikan seperti pendidikan nonformal, informal, dan formal. Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan masyarakat. Pendidikan informal merupakan pendidikan yang dilaksanakan di keluarga sebagai tempat pertama siswa belajar. Pendidikan formal adalah pendidikan yang dilaksanakan di sekolah dengan berbagai jenjang tertentu. Pendidikan formal terdiri atas jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Jenjang pendidikan dasar terdiri dari Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang setara.

Sekolah dasar (SD) merupakan salah satu lembaga jenjang pendidikan dasar yang berupaya mengembangkan kemampuan dan keterampilan siswa. Berbagai pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh siswa dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan di sekolah dasar sebagai bekal belajar di tingkat pendidikan menengah.

Pendidikan di sekolah dasar memuat beberapa mata pelajaran yang terdiri dari mata pelajaran yang bersifat eksak dan non eksak. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sering dinamakan sains adalah salah satu mata pelajaran eksak yang mempelajari berbagai peristiwa yang terjadi di alam semesta ini. Menurut


(19)

3 Susanto (2013: 167), “IPA atau sains adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur dan dijelaskan dengan penalaran, sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.” Melalui IPA, siswa belajar memahami lingkungan tempat tinggalnya. Keterampilan dalam mengamati dan mengambil keputusan merupakan keterampilan yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari lingkungan dan alam semesta. Kedua keterampilan tersebut merupakan dasar yang dapat membantu siswa lebih memahami suatu konsep dalam suatu peristiwa atau materi yang diajarkan di sekolah.

Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang selama ini dianggap sulit oleh sebagian besar siswa, mulai dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah, karena pelaksanaan pembelajaran terpaku pada buku teks dan diarahkan pada kemampuan siswa untuk menghafalkan suatu materi (Susanto 2013: 165). Materi yang terdapat dalam IPA sangat luas mencakup berbagai peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta. Oleh karena itu, sumber belajar siswa sebaiknya tidak hanya buku pelajaran. Pembelajaran dapat dilaksanakan melalui pengalaman langsung. Keterlibatan siswa dalam mempelajari suatu konsep melalui pengalaman langsung akan meningkatkan pemahaman siswa pada konsep tersebut.

Samatowa (2011: 2) menyatakan bahwa IPA sangatlah penting dikuasai oleh siswa SD, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan pesat. Pembelajaran IPA hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk memupuk rasa ingin tahu, sehingga membantu siswa


(20)

mengembangkan cara berpikir ilmiah. Selain itu, pembelajaran IPA di SD hendaknya mampu menarik minat siswa dan membantu siswa agar dapat mengenal lingkungan sekitarnya.

Dalam upaya menciptakan pembelajaran IPA yang dapat membantu siswa dalam mengembangkan dirinya diperlukan suatu pembelajaran yang menyenangkan dan menarik minat siswa. Pembelajaran tersebut harus memberi kesempatan kepada siswa mengembangkan rasa ingin tahu mereka. Pembelajaran juga akan lebih menarik apabila faktor-faktor di sekolah mendukung pelaksanaan pembelajaran seperti faktor siswa, guru, serta sarana prasarana.

Karakteristik perkembangan siswa perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini dilakukan agar pembelajaran tersebut sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar. Mengacu pada teori tahap perkembangan kognitif Piaget, dapat diketahui bahwa anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasional konkret (usia 7-11 tahun), dimana siswa sudah mampu untuk berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa konkret (Susanto 2013: 78). Namun, siswa belum mampu memahami sesuatu yang bersifat abstrak, sehingga pembelajaran diharapkan menggunakan media berupa benda atau peristiwa konkret guna mempermudah siswa memahami materi yang diajarkan guru.

Susanto (2013: 179) menjelaskan “Peran guru dalam pembelajaran tidak hanya mengajar dan memberikan informasi kepada siswa, akan tetapi guru juga mempunyai tugas melatih, membimbing, serta mengarahkan siswa kepada materi pelajaran sehingga siswa mampu belajar dan bersikap sebagai manusia yang


(21)

5 terdidik secara akademis.” Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran akan tercapai secara maksimal jika guru mampu melaksanakan perannya. Guru sangat berperan dalam mengembangkan segala potensi yang dimiliki siswanya. Jadi, pelaksanaan pembelajaran harus memberi kesempatan kepada siswa terlibat aktif selama pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal pada tanggal 24 Februari 2015 diperoleh keterangan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran, guru cenderung menerapkan model pembelajaran konvensional khususnya metode ceramah dalam mengajarkan suatu materi. Menurut Ruminiati (2007: 2-4), “metode ceramah merupakan metode pembelajaran yang digunakan menjelaskan materi yang bersifat verbal.”

Pembelajaran konvensional seperti pembelajaran menggunakan metode ceramah ini dapat menyebabkan siswa kurang terlibat aktif dalam pembelajaran. Metode ceramah hanya menjadikan siswa sebagai pendengar (auditif) dan penerima semua konsep yang telah dijelaskan guru. Selanjutnya, guru memberikan tugas terkait materi yang telah dijelaskan. Kegiatan pembelajaran konvensional ini membuat siswa menjadi bosan dan kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran, karena siswa harus menghafalkan materi yang telah dipelajari. Hal ini menyebabkan siswa kurang mengembangkan kemampuan yang dimilikinya serta hasil belajar siswa kurang maksimal. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan yang efektif digunakan dalam pembelajaran IPA, sehingga hasil belajar siswa akan meningkatkan.

Memperhatikan permasalahan tersebut, perlu adanya solusi untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini, guru dapat melakukan suatu variasi


(22)

pembelajaran agar pembelajaran IPA dapat terlaksana dengan baik serta siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Dalam hal ini guru dapat melaksanakan variasi pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman langsung. Salah satu variasi pembelajaran yang dapat diterapkan yaitu pendekatan Contextual Teaching and Learning atau yang sering disingkat dengan CTL.

Pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) menekankan pada pembelajaran yang mengaitkan konsep dengan kehidupan sehari-hari siswa. Menurut teori pembelajaran kontekstual dalam Toharudin, Hendrawati, dan Rustaman (2011: 95), “Sebuah pengetahuan akan lebih bermakna jika peserta didik sendiri yang menemukan dan membangunnya.” Melalui pembelajaran menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), siswa akan menemukan sendiri konsep yang dipelajari serta menjembatani siswa belajar konsep yang baru dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki. Siswa menjadi lebih memahami akan konsep baru tersebut, karena konsep tersebut ditemukan sendiri oleh siswa.

Pendekatan CTL telah diterapkan dalam pembelajaran pada jenjang sekolah dasar. Salah satu penelitian tentang penerapan CTL yaitu penelitian yang dilakukan oleh Malik (2014) dengan judul “Keefektifan Pendekatan CTL terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Materi Gaya Magnet Kelas V SD Negeri Tegalsari 1 Kota Tegal”. Hasil analisis hipotesis aktivitas belajar siswa dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05), berarti terdapat perbedaan antara aktivitas belajar menggunakan pendekatan CTL dengan model


(23)

7 konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi gaya magnet SDN Tegalsari 1 Kota Tegal. Uji hipotesis hasil belajar siswa dengan menggunakan uji U Mann Whitney menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,008. Nilai tersebut kurang dari 0,05 (0,008 < 0,05), berarti terdapat perbedaan antara hasil belajar siswa menggunakan pendekatan CTL dengan hasil belajar menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi gaya magnet SDN Tegalsari 1 Kota Tegal. Jadi dapat disimpulkan bahwa, terdapat perbedaan signifikan antara aktivitas dan hasil belajar IPA kelas V materi gaya magnet SDN Tegalsari 1 Kota Tegal yang mendapat pembelajaran menggunakan pendekatan CTL dengan yang mendapat pembelajaran konvensional. Hasil tersebut menjadi bukti empiris bahwa penerapan pendekatan CTL dalam pembelajaran di kelas dapat dijadikan sebagai solusi untuk meningkatkan rendahnya kualitas pembelajaran di kelas.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian apakah pendekatan CTL efektif untuk meningkatkan hasil belajar IPA kelas V materi daur air dengan judul “Keefektifan Pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap Hasil Belajar Daur Air pada Siswa Kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal.”

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

(1) Pembelajaran masih didominasi oleh guru sebagai sumber informasi sehingga siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran IPA kelas V materi daur air.


(24)

(2) Guru cenderung menerapkan model konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas pada siswa.

(3) Guru belum menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL) pada proses pembelajaran IPA kelas V materi daur air.

1.3

Pembatasan Masalah dan Paradigma Penelitian

Agar masalah tidak meluas, maka permasalahan perlu dibatasi. Selanjutnya, peneliti menentukan paradigma penelitian untuk menjelaskan hubungan antarvariabel penelitian.

1.3.1 Pembatasan Masalah

Peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

(1) Materi IPA yang akan diteliti hanya terbatas pada daur air meliputi proses daur air, kegiatan yang mempengaruhi proses daur air, serta cara menghemat air.

(2) Variabel yang akan diteliti hanya terbatas pada hasil belajar IPA siswa kelas V materi daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal.

(3) Penelitian ini difokuskan hanya pada keefektifan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran IPA kelas V materi daur air.

1.3.2 Paradigma Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua variabel yaitu pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai variabel bebas (X) yang mempengaruhi hasil belajar IPA materi daur air sebagai variabel terikat (Y). Berdasarkan pendapat Sugiyono (2014: 68), paradigma penelitian yang diterapkan yakni


(25)

9 paradigma sederhana, karena terdiri atas satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Hubungan antarvariabel tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:

Bagan 1.1. Paradigma Penelitian Sederhana Keterangan:

X = pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Y = Hasil belajar IPA materi daur air

(Sugiyono 2014: 68)

1.4

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

(1) Apakah terdapat perbedaan antara hasil belajar menggunakan pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan hasil belajar menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal?

(2) Apakah hasil belajar IPA materi daur air pada siswa kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada yang menggunakan model konvensional?

1.5

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini meliputi tujuan umum dan khusus. Berikut ini merupakan penjabaran tujuan umum dan khusus dalam penelitian ini.


(26)

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pelaksanaan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keefektifan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar IPA materi daur air pada siswa kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal.

1.5.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu

(1) Mengetahui apakah terdapat perbedaan antara hasil belajar menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan hasil belajar menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal?

(2) Mengetahui apakah hasil belajar IPA materi daur air pada siswa kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada yang menggunakan model konvensional?

1.6

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

1.6.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pendekatan CTL dalam pembelajaran dan menambah kajian untuk penelitian lanjutan. Selain itu, penelitian ini akan memperkaya penelitian yang telah dilakukan sekolah.


(27)

11

1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberi manfaat praktis bagi beberapa pihak antara lain manfaat bagi siswa, guru, dan sekolah. Berikut ini merupakan penjabaran manfaat praktis bagi beberapa pihak tersebut.

1.6.2.1Bagi Siswa

Manfaat penelitian bagi siswa, antara lain:

(1) Meningkatnya proses pembelajaran IPA kelas V materi daur air di SDN Muarareja 1 Kota Tegal.

(2) Meningkatnya hasil belajar siswa khususnya dalam mata pelajaran IPA kelas V materi daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal.

(3) Menjadikan siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran IPA dan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran IPA kelas V materi daur air di SDN Muarareja 1 Kota Tegal.

(4) Meningkatnya keterampilan sains serta kemampuan berpikir kritis siswa melalui penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran IPA materi daur air di kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal.

1.6.2.2Bagi Guru

Manfaat penelitian bagi guru, antara lain:

(1) Menambah pengetahuan bagi guru tentang keefektifan pendekatan

Contextual Teaching and Learning dalam meningkatkan proses dan hasil belajar siswa.


(28)

(2) Memotivasi guru untuk menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam meningkatkan proses dan hasil belajar siswa kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal pada mata pelajaran IPA materi daur air.

1.6.2.3Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran IPA kelas V materi daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal melalui penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning.


(29)

13

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada kajian pustaka akan diuraikan tentang landasan teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

2.1

Landasan Teori

Teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu hakikat belajar, pembelajaran, hasil belajar, karakteristik siswa sekolah dasar, hakikat ilmu pengetahuan alam (IPA), Pembelajaran IPA di sekolah dasar, materi daur air, pembelajaran konvensional, pengertian pendekatan, dan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).

2.1.1 Hakikat Belajar

Gagne dan Berliner (1983) dalam Rifa‟i dan Anni (2011: 82) menjelaskan “Belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya sebagai hasil dari pengalaman.” Menurut Slameto (2010: 2), “Belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Hilgard (1962) dalam Susanto (2013: 3) mengungkapkan bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam di seseorang melalui latihan, pembiasaan, pengalaman dan sebagainya. Belajar secara umum dikemukakan oleh Trianto (2013: 16) diartikan “Sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir.”


(30)

Menurut Rifa‟i dan Anni (2011: 82-3), konsep belajar mengandung tiga unsur utama yaitu belajar berkaitan dengan perubahan perilaku, perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman, dan perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen. Berikut ini merupakan penjelasan dari ketiga unsur tersebut.

Pertama, belajar berkaitan dengan perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang terjadi pada kegiatan belajar di sekolah yaitu mengacu pada kemampuan mengingat atau menguasai berbagai bahan belajar dan kecenderungan siswa memiliki sikap dan nilai-nilai yang diajarkan guru. Dalam mengukur apakah seseorang telah belajar atau belum, diperlukan perbandingan perilaku sebelum dan setelah mengalami kegiatan belajar. Apabila terjadi perbedaan perilaku, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang telah belajar.

Kedua, perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. Perubahan perilaku karena pertumbuhan dan kematangan fisik, seperti tinggi badan, berat badan, dan kekuatan fisik, tidak dipandang sebagai hasil belajar Kematangan pada diri seseorang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik, dan kematangan itu menjadi prasyarat untuk belajar.

Ketiga, perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen. Lamanya perubahan perilaku yang terjadi pada diri seseorang sukar untuk diukur. Apabila seseorang mampu memahami proses belajar dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari belajar pada kehidupan nyata, maka ia akan mampu menjelaskan segala sesuatu yang ada di lingkungannya.


(31)

15 Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan dalam dirinya. Perubahan yang terjadi berlangsung relatif lama yang diperoleh melalui pengalaman.

2.1.2 Hakikat Pembelajaran

Briggs (1992) dalam Rifa‟i dan Anni (2011: 191), mengungkapkan “Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi siswa sehingga siswa memperoleh kemudahan.” Selanjutnya, Gagne (1981) dalam Rifa‟i dan Anni (2011: 192) menyebutkan “Pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar.” Pembelajaran merupakan aspek kegiatan yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Dalam makna yang lebih kompleks, pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membantu siswa (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto 2013: 17). Gagne (1985) dalam Rifa‟i dan Anni (2011: 193) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual, yang mengubah stimulus dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi, sehingga menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang.

Hamalik (2014: 57) menyatakan “Pembelajaran adalah kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.” Unsur manusia terlibat dalam kegiatan pembelajaran adalah guru dan siswa serta tenaga pendidik lainnya seperti petugas laboratorium. Material meliputi buku ajar, papan tulis, spidol, dan media serta sumber lainnya yang menunjang terlaksananya


(32)

kegiatan belajar mengajar. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audiovisual, serta komputer. Fasilitas dan perlegkapan ini dapat digunakan dalam melaksanakan pembelajaran. Selanjutnya, prosedur, meliputi jadwal pelajaran, metode yang digunakan dalam pembelajaran, dan sebagainya.

Dalam menghasilkan pembelajaran yang bermakna serta memberikan kemampuan kepada siswa untuk melakukan berbagai penampilan, diperlukan pembelajaran yang bervariasi. Selain itu, guru harus mampu melaksanakan inovasi pembelajaran. Dalam upaya untuk mewujudkan proses pembelajaran yang variatif, inovatif, dan konstruktif, yaitu situasi kelas yang dapat merangsang anak melakukan kegiatan belajar secara bebas, peran guru yaitu sebagai pengarah dalam belajar, penyedia fasilitas, pendorong, dan penilai proses dan hasil belajar anak (Susanto 2013: 86).

Apabila seorang guru mampu melaksanakan perannya dengan baik, maka akan tercipta pembelajaran yang inovatif dan bervariasi. Pemilihan pendekatan yang sesuai akan menghasilkan pembelajaran yang bermakna yang memberikan ingatan jangka panjang bagi siswa. Selain itu, guru harus mampu menyusun pembelajaran dengan baik sesuai kemampuan yang dimilikinya agar tercipta pembelajaran bermakna bagi siswa.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan atau peristiwa yang diberikan guru untuk membantu siswanya dalam mengembangkan segala kemampuan yang ada dalam diri siswa. Hal ini berarti pembelajaran memberikan sumbangan dalam mengembangkan


(33)

17 bakat dan kemampuan yang dimiliki siswa. Pembelajaran yang disusun dengan baik sesuai kemampuan siswa akan menciptakan proses belajar yang bermakna bagi siswa serta mempermudah siswa memahami materi yang diajarkan.

2.1.3 Hasil Belajar

Rifa‟i dan Anni (2011: 85), menjelaskan “Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar.” Secara sederhana, disebutkan bahwa hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar yang dapat dilihat dari tercapainya tujuan pembelajaran (Susanto 2013: 5). Selanjutnya Susanto (2013: 6) memaparkan bahwa penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap, maupun keterampilan yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diberikan kepada siswa.

Bloom (1956) dalam Rifa‟i dan Anni (2011: 86-9) menyampaikan tiga taksonomi yang disebut ranah belajar yaitu: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berikut ini merupakan kategori dalam setiap ranah. Pertama, ranah kognitif (cognitive domain) berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation). Kedua, ranah afektif (affective domain), berkaitan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kategori tujuannya mencerminkan hierarki yang berentangan dari keinginan untuk menerima sampai dengan pembentukkan pola hidup. Kategori dalam ranah


(34)

afektif yaitu penerimaan (receiving), penanggapan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), pembentukkan pola hidup (organization by a value complex). Ketiga, ranah psikomotor (psychomotoric domain), berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Penjabaran ranah psikomotorik ini sangat sukar karena seringkali tumpang tindih dengan ranah kognitif dan afektif. Kategori jenis perilaku untuk ranah psikomotorik yaitu persepsi (perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided response), gerakan terbiasa (mechanism), gerakan kompleks (complex over response), penyesuaian (adaptation), dan kreativitas (originality).

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam kegiatan belajar mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar tersebut diukur menggunakan tes hasil belajar yang diujikan di akhir pembelajaran (posttest).

2.1.4 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar (SD)

Karakteristik siswa merupakan hal yang diperhatikan saat guru menentukan tujuan pembelajaran. “Karakteristik dan perilaku yang diperoleh siswa sebelum mengikuti pembelajaran baru umumnya akan mempengaruhi kesiapan belajar dan cara-cara mereka belajar” (Rifa‟i dan Anni 2011: 4). Oleh karena itu, guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang karakteristik dan perilaku yang dimiliki oleh siswanya sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Nasution (1993) dalam Djamarah (2011: 123) menyebutkan “Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira sebelas atau dua belas tahun dan sering disebut sebagai


(35)

19 masa sekolah.” Pada usia tersebut, anak pertama kalinya memeroleh pendidikan formal. Melalui masa sekolah ini, anak memeroleh kecakapan baru yang dapat diterapkan dalam kehidupannya. Pelaksanaan pembelajaran yang menarik minatnya dan relevan dengan perkembangan siswa akan memengaruhi tingkat pemahaman siswa terhadap suatu materi atau keterampilan baru.

Menurut Suryobroto (1990) dalam Djamarah (2011: 124), “Masa usia sekolah dianggap sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah.” Pada masa ini, siswa mudah untuk menerima atau memahami sesuatu yang baru dibandingkan masa sebelumnya yaitu masa taman kanak-kanak. Perkembangan intelektual pada anak usia sekolah dasar ini ditandai dengan karakteristik perkembangan lainnya (Susanto 2013:76).

Desmita (2012: 35) menyatakan bahwa anak-anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan anak-anak yang usianya lebih muda, karena pada usia sekolah dasar, anak lebih senang bermain, bergerak, belajar dalam kelompok, dan diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru perlu menciptakan pembelajaran yang memberi ruang kepada siswa untuk bergerak, bekerjasama menyelesaikan tugas, dan belajar melalui pengalaman langsung.

Piaget (1950) dalam Susanto (2013: 77) mengelompokkan tahap perkembangan kognitif menjadi empat tahap. Berikut ini merupakan penjelasan karakteristik dari setiap tahap perkembangan yaitu: pertama, tahap sensorik motor (usia 0-2 tahun), pada tahap ini belum memasuki usia sekolah; kedua, tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun), pada tahap ini kemampuan skema kognitif masih terbatas. Siswa masih suka meniru perilaku orang lain. Siswa mampu


(36)

menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat-kalimat pendek secara efektif; ketiga, tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun), siswa mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret; keempat, tahap operasional formal (usia 11-15 tahun), siswa mampu mempelajari materi pelajaran yang abstrak seperti agama, dan matematika.

Sesuai dengan teori perkembangan kognitif yang diungkapkan Piaget, perkembangan intelektual siswa tingkat sekolah dasar masih dalam tahap operasional konkret (umur 7-11 tahun). Menurut Susanto (2013: 78-9), anak pada tahap ini menunjukkan perilaku belajar yang berkembang yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

(1) Memandang lingkungan sekitar sesuai apa yang dilihatnya, dan berpikir secara reflektif.

(2) Anak mulai memahami tentang volume, jumlah, berat, luas, panjang, dan pendek serta memahami peristiwa-peristiwa secara konkret.

(3) Anak mampu mengelompokkan benda-benda yang bervariasi dan sesuai dengan tingkatannya.

(4) Anak mampu menggunakan aturan dan prinsip ilmiah serta memahami hubungan sebab akibat.

(5) Anak memahami konsep volume zat cair, luas, sempit, ringan, dan berat. Berdasarkan teori tahap perkembangan yang dikemukakan Piaget, pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diterapkan dalam pembelajaran di sekolah dasar. Pendekatan CTL memberi kesempatan kepada siswa belajar melalui pengalaman langsung. Selain itu, siswa belajar berbagai


(37)

21 konsep melalui kegiatan menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga pemberian contoh yang terdapat di sekitar siswa akan mempermudah siswa memahami suatu konsep dalam materi tertentu.

2.1.5 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu pengetahuan alam sering dikenal dengan istilah sains. Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris yaitu

nature science, artinya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Jadi, Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Samatowa 2011: 3). Sumanto, dkk. (2007) dalam Putra (2013: 40) mengungkapkan “Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah.”

Hakikat sains yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam Bahasa Indonesia disebut dengan Ilmu Pengetahuan Alam dapat diklasifikasi menjadi tiga bagian yaitu: ilmu pengetahuan sebagai produk, proses, dan sikap (Susanto 2013: 167). Berikut ini merupakan penjelasan dari ketiga bagian klasifikasi dalam IPA. Pertama, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai produk yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis. Bentuk IPA sebagai produk antara lain fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori-teori IPA. Kedua, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses, yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang akan digeneralisasikan oleh ilmuwan. Adapun proses dalam


(38)

memahami IPA disebut keterampilan proses sains (science process skills) yaitu keterampilan yang dilakukan para ilmuwan seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasi, dan menyimpulkan. Ketiga, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai sikap. Sikap ilmiah harus dikembangkan dalam pembelajaran sains. Sulistyorini (2006) menjelaskan bahwa ada sembilan aspek yang dikembangkan dalam sikap ilmiah dalam pembelajaran sains, yaitu sikap ingin tahu, ingin mendapat sesuatu yang baru, sikap kerjasama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir bebas, dan kedisiplinan diri (Susanto 2013: 168-9).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang berbagai peristiwa alam. Berbagai teori dan fakta dalam IPA dapat diperoleh melalui keterampilan dan proses. Selanjutnya, teori dan fakta itu dapat ditemukan karena adanya rasa ingin tahu dari seseorang, sehingga sikap yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu teori, fakta, dan konsep ini harus dikembangkan dalam melaksanakan pembelajaran IPA.

2.1.6 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran eksak yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar. Mata pelajaran IPA diberikan sejak tingkat dasar sebagai bekal siswa pada tingkat pendidikan menengah. Pembelajaran IPA di sekolah dasar membantu siswa mempelajari konsep melalui proses keterampilan sains yang paling dasar yaitu observasi, analisis, dan menyimpulkan. Hal ini akan memberikan pemahaman kepada siswa bahwa untuk memeroleh suatu jawaban membutuhkan suatu proses yang tidak sederhana. Setiap mata pelajaran memiliki tujuan pembelajaran khusus, termasuk IPA. Oleh


(39)

23 karena itu, guru perlu mengetahui dan memahami tentang tujuan pembelajaran tersebut. Menurut BSNP dalam Susanto (2013: 171-2), tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar yaitu

(1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya;

(2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;

(3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat;

(4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan;

(5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam;

(6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaan Tuhan; serta

(7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

Tujuan pembelajaran IPA tersebut dapat tercapai apabila siswa sekolah dasar mampu menguasai semua standar isi dalam pembelajaran IPA. Ada banyak materi pokok yang terdapat dari setiap standar isi dalam pembelajaran IPA. Menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi mata pelajaran IPA di sekolah dasar, ruang lingkup bahan kajian IPA untuk sekolah dasar meliputi aspek-aspek berikut.

(1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; (2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan

gas;

(3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana; serta

(4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.


(40)

Pembelajaran IPA SD khususnya untuk kelas V meliputi beberapa materi pokok yaitu: organ pernafasan manusia, pencernaan manusia, peredaran darah pada manusia, tumbuhan hijau, ketergantungan manusia dan hewan terhadap tumbuhan hijau, sifat bahan, perubahan kimia dan fisika, gaya, pesawat sederhana, cahaya, proses pembentukan tanah, struktur bumi dan matahari, daur air dan peristiwa alam, serta sumber daya alam dan penggunaannya.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran IPA di sekolah dasar perlu dilaksanakan dengan baik untuk mencapai tujuan khusus dalam pembelajaran IPA. Apabila siswa mampu menguasai semua materi IPA di tingkat sekolah dasar, maka siswa memiliki bekal untuk melanjutkan sekolah di tingkat menengah.

2.1.7 Materi Daur Air

Penelitian ini difokuskan pada mata pelajaran IPA materi Daur Air di kelas V semester 2 sekolah dasar. Materi daur air terdapat pada standar kompetensi: 7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam. Alokasi waktu yang digunakan dalam mengajarkan materi pokok daur air yaitu 6 jam pelajaran yang dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan yang terdiri dari materi proses daur air, kegiatan yang memengaruhi atau mengganggu proses daur air serta kegiatan penghematan air.

Materi daur air dirangkum dari buku yang ditulis oleh Sulistyanto dan Wiyono (2008) serta Azmyawati, dkk (2008). Air memiliki banyak kegunaan antara lain untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan menyirami tanaman. Selain itu, air digunakan untuk mengairi sawah (irigasi) serta memelihara ikan dan


(41)

25 udang. Ada dua sumber air yang sering digunakan yaitu sumber air alami dan sumber air buatan. Sumber air alami berasal dari danau, laut, mata air, dan sungai. Sementara itu, sumber air buatan berasal dari sumur gali, sumur pompa, dan PAM.

Air di bumi tidak pernah habis, karena mengalami perputaran yang disebut daur air. Daur air merupakan sirkulasi (perputaran) air secara terus-menerus atau berkesinambungan dari bumi ke atmosfer dan kembali ke bumi. Namun, kegiatan manusia yang kurang memerhatikan kelestarian alam sering mengganggu proses daur air, seperti penebangan pohon secara liar, pembakaran hutan, pengaspalan jalan, dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu kegiatan yang memperbaiki proses daur air di bumi seperti mengadakan kegiatan reboisasi.

Penggunaan air yang berlebihan juga dapat mengganggu proses daur air, sehingga manusia perlu melakukan kegiatan penghematan air. Walaupun jumlah air di bumi sangat melimpah, manusia perlu menggunakannya secara bijaksana. Beberapa kegiatan penghematan yang dapat dilakukan yaitu menutup kran setelah digunakan, tidak menggunakan air secara berlebihan, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian materi daur air tersebut, dapat disimpulkan bahwa materi daur air merupakan materi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL) akan mempermudah siswa memahami materi daur air. Hal ini sesuai konsep pendekatan CTL yaitu mengaitkan suatu konsep baru dengan kehidupan sehari-hari siswa.


(42)

2.1.8 Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan suatu pembelajaran yang paling sering digunakan oleh guru dalam mengajarkan suatu konsep kepada siswa. Susanto (2013: 192) menjelaskan “model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang mendidik siswa menjadi orang yang bekerja tetapi bukan berpikir, serta kurang memerhatikan aspek berpikir atau analisis yang mandiri.” Selama proses pembelajaran, peran guru sangat dominan. Pembelajaran konvensional lebih menekankan pada pemberian tugas dan didominasi metode ceramah, sehingga siswa lebih banyak mendengarkan daripada terlibat aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran konvensional juga menyebabkan kemampuan pemahaman siswa kurang berkembang.

Dalam pembelajaran konvensional, guru berperan sebagai penyampai informasi, sedangkan siswa berperan sebagai penerima informasi. Guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Jadi, pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru serta kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.

2.1.9 Pengertian Pendekatan Pembelajaran

Sagala (2003) dalam Ruminiati (2007: 1-15) menyatakan “pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas pembelajaran yang dipilih guru dalam rangka mempermudah siswa mempelajari bahan ajar yang telah ditetapkan oleh guru sesuai dengan kurikulum yang berlaku.” Joni (1993) dalam Abimanyu (2008: 2.4) mengungkapkan “pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian.”


(43)

27 Pendekatan pembelajaran dapat digunakan guru dalam mengajarkan suatu materi kepada siswa. Menurut Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 109-10) ada dua jenis pendekatan pembelajaran yaitu:

Pertama, “Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered approach) merupakan suatu pendekatan yang dalam kegiatan pembelajaran guru yang mempunyai peran utama serta dilaksanakan menggunakan metode ceramah.” Dalam penyampaian pengetahuan siswa dipandang sebagai subjek penerima informasi. Pembelajaran dikontrol dan ditentukan oleh guru sebagai penyampai informasi. Kegiatan pembelajaran hanya berjalan satu arah, karena siswa sebatas mendengarkan, mencatat, dan sesekali bertanya kepada guru. Pendekatan ini sering dikenal dengan istilah pendekatan ekspositori.

Kedua, “Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) merupakan pendekatan pembelajaran aktif yang menempatkan guru berperan sebagai fasilitator, motivator, katalisator, dan pengontrol konsep.” Dalam pendekatan student center diharapkan siswa harus menemukan fakta ilmu pengetahuan. Pendekatan ini melibatkan siswa untuk berperan aktif dalam memahami suatu materi melalui kegiatan mengalami. Pendekatan ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjadikan pembelajaran bermakna bagi dirinya.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran merupakan titik tolak atau pedoman umum yang digunakan oleh guru untuk merancang pembelajaran yang mempermudah siswa mempelajari bahan ajar yang disampaikan. Pendekatan Contextual Teaching and Learning


(44)

(CTL) merupakan pendekatan yang berpusat pada siswa, karena memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran.

2.1.10 Pendekatan Contextual Teaching and Learnng (CTL)

Pada sub bab ini akan dibahas mengenai beberapa teori, meliputi pengertian, komponen-komponen, langkah-langkah pelaksanaan, dan kelebihan serta kekurangan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).

2.1.10.1Pengertian Pendekatan Contextual Teaching and Learnng (CTL)

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sering dikenal dengan pembelajaran kontekstual. Sanjaya (2006) dalam Toharudin, Hendrawati, dan Rustaman (2011: 92) menjelaskan “Pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara penuh untuk menemukan konsep dari materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupannya.” Pengetahuan yang dimiliki siswa dibangun dari proses belajar siswa yang mengaitkan dengan lingkungannya. Blanchard (2001) dalam Trianto (2013: 105) menjelaskan “Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya”. Pembelajaran seperti pendapat Blanchard tersebut menjadikan pembelajaran bermakna bagi siswa. Sementara itu, Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 121-2) menyatakan

Pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning/CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata peserta didik dan mendorong mereka untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan mereka dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.


(45)

29 “Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa, dan tenaga kerja” (University of Whasington dalam Trianto 2013: 105). Pembelajaran Contextual Teaching and Learning berupaya menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa, sehingga semua yang telah dipelajari siswa dapat menjadi ingatan jangka panjang siswa. Dalam kegiatan belajar bukan hanya memerhatikan hasil belajar, tetapi yang lebih penting yakni proses belajar siswa.

Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual menekankan pada proses belajar yang melibatkan siswa secara aktif untuk menemukan sendiri fakta atau konsep dari suatu materi melalui pengalaman langsung. Dalam hal ini, guru mengaitkan materi pelajaran dengan konsep yang telah dimiliki siswa untuk mempermudah siswa memahami materi pelajaran.

2.1.10.2Komponen Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Menurut Depdiknas (2002) dalam Trianto (2013: 111-9), pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inqury), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), penilaian sebenarnya (authentic assessment). Sebuah kelas dikatakan menerapkan pendekatan CTL, jika menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam pembelajaran. Berikut ini merupakan penjelasan ketujuh komponen tersebut yaitu:


(46)

Pertama, konstruktivisme. Dalam pendekatan CTL siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Hal tersebut akan menciptakan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa harus menemukan dan mentransfer suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi menjadi milik mereka sendiri.

Kedua, inquiry (menemukan). Pembelajaran CTL adalah pembelajaran yang berkaitan dengan penemuan. Sebuah pembelajaran CTL harus dirancang dengan baik agar siswa menemukan sendiri konsep dalam suatu materi. Sebagai seorang guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang memberikan motivasi kepada siswa untuk menemukan sendiri materi melalui pengalaman langsung. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.

Ketiga, questioning (bertanya). Bertanya merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry yaitu menggali informasi, mengonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

Keempat, learning community (masyarakat belajar). Masyarakat belajar berarti dalam kegiatan pembelajaran terjadi komunikasi dua arah. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam


(47)

kelompok-31 kelompok belajar. Kelompok belajar dibentuk secara heterogen. Hal ini bertujuan, agar setiap siswa mau bertukar pengetahuan dan pengalaman dengan sesama temannya selama proses pembelajaran berlangsung. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari. Adanya masyarakat belajar ini menjadikan setiap siswa kaya akan pengetahuan dan pengalaman sebagai bekal hidup di lingkungannya.

Kelima, modeling (pemodelan). Dalam suatu pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru oleh siswa. Guru dapat menampilkan model yang dapat ditiru oleh siswa pada proses pembelajaran. Namun, guru bukanlah satu-satunya model dalam kegiatan pembelajaran. Guru dapat menggunakan siswa yang memiliki pengalaman yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan sebagai model dalam pembelajaran. Model pembelajaran dapat pula datang dari luar yang ahli dalam bidangnya.

Keenam, refleksi. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi ini biasanya dilaksanakan pada akhir pembelajaran. Melalui kegiatan refleksi, guru membantu siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Hal ini membuat siswa merasa memeroleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajari.


(48)

Ketujuh, penilaian autentik. Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Assessment

bukan dilakukan di akhir periode pembelajaran, tetapi dilakukan bersama-sama secara terintegrasi (tidak terpisah) dari kegiatan pembelajaran. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (perfomance) yang diperoleh siswa.

Ketujuh komponen pendekatan tersebut ini harus dilaksanakan selama pembelajaran yang menerapkan pendekatan CTL. Melalui penerapan pendekatan CTL ini, akan mengembangkan keterampilan proses sains yang dimiliki siswa. Hal ini akan menjadikan siswa mau melakukan kegiatan penemuan dan mencari sendiri pengetahuan barunya. Siswa akan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan suatu peristiwa, sehingga untuk mencari jawabannya mereka berusaha untuk mencarinya sendiri. Semua ini akan memperkaya pengetahuan, pengalaman serta keterampilan yang dimiliki oleh siswa.

2.1.10.3Langkah-langkah Pendekatan Contextual Teaching and Learning

Menurut Toharudin, Hendrawati, dan Rustaman (2011: 97), secara garis besar langkah pembelajaran kontekstual sebagai berikut:

(1) Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia diajak untuk bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; (2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik; (3) Mengembangkan sifat dan rasa ingin tahu (sense of knowledge)

siswa melakukan ajakan untuk bertanya;

(4) Menciptakan „masyarakat pembelajar‟ (learning society) melalui pembentukan kelompok-kelompok pembelajar;

(5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran; (6) Melakukan refleksi pada setiap akhir pertemuan; serta

(7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara yang dapat menggugah semangat siswa.


(49)

33 Shoimin (2013: 44) menjelaskan bahwa langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran CTL terbagi menjadi tiga kegiatan yakni kegiatan awal, inti, dan akhir. Pada kegiatan awal terdapat beberapa kegiatan yang perlu dilakukan guru yakni penyiapan siswa untuk mengikuti pembelajaran, penyampaian apersepsi untuk menggali pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan, serta penyampaian tujuan pembelajaran. Selanjutnya, pada kegiatan inti terdapat beberapa kegiatan yakni siswa bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas yang diberikan guru, siswa mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lain menanggapi hasil diskusi kelompok yang presentasi, guru membahas hasil diskusi untuk menentukan penyelesaian dari tugas yang diberikan guru berdasarkan pendapat yang disampaikan siswa, serta siswa diberi kesempatan untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami. Pada kegiatan akhir, beberapa kegiatan yang dilaksanakan yakni siswa dan guru menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan, pengerjaan soal evaluasi untuk mengetahui pemahaman siswa, dan membahas soal yang telah dikerjakan oleh siswa.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketujuh komponen pendekatan CTL tidak diharuskan dilaksanakan secara berurutan. Namun, selama proses pembelajaran diharapkan ketujuh komponen pendekatan tersebut harus dilaksanakan dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.


(50)

2.1.10.4Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Contextual Teaching and Learning

Setiap pendekatan pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Begitu juga dengan pendekatan CTL. Menurut Shoimin (2013: 45), ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari pendekatan CTL. Kelebihan dari pendekatan CTL yakni (1) pembelajaran kontekstual menekankan aktivitas siswa selama pembelajaran; (2) pembelajaran kontekstual menjadikan siswa belajar melalui proses pengalaman; serta (3) konsep dari materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri. Selanjutnya, kekurangan dari pendekatan CTL yakni dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga pembelajaran harus persiapkan dengan sebaik-baiknya.

Dalam setiap pembelajaran diharapkan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu, pembelajaran yang menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Kekurangan dari pendekatan CTL harus diminimalisir dengan memanfaatkan waktu yang tersedia dengan baik, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2.2

Penelitian yang Relevan

Penelitian berkaitan dengan pendekatan Contextual Teaching Learning

(CTL) telah banyak dilaksanakan. Berikut ini merupakan beberapa penelitian tentang penerapan pendekatan CTL yang telah dilakukan.


(51)

35 Pertama, penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan oleh Atmaja (2014) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPA tentang Sifat Bahan dan Kegunaannya melalui Penerapan Pendekatan Kontekstual.” Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas IV SDN Sukamanah Kabupaten Sukabumi yang berjumlah 35 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dari aspek kognitif, kinerja, dan sikap setelah dilakukan tindakan pembelajaran mengalami peningkatan. Data menunjukkan pada siklus I hasil belajar siswa diperoleh rata-rata 70 dengan 40% siswa telah mencapai KKM. Pada siklus II terjadi peningkatan dengan perolehan nilai rata-rata 80 dengan persentase siswa mencapai KKM sebesar 80%.

Kedua, penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan Firman, dkk (2014) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Pengelompokkan Makhluk Hidup melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Siswa Kelas III SDN 2 Salakan Kecamatan Tinangkung Kabupaten Banggai Kepulauan.” Subjek penelitian tindakan kelas ini yaitu siswa SDN 2 Salakan yang berjumlah 23 siswa terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan. Hasil penelitian pada siklus I, siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 60,87%, pada siklus II rata-rata nilai belajar siswa yaitu 70,00 dan ketuntasan belajar mencapai 78,26%. Hasil pada siklus III rata-rata nilai tes formatif 73,70 dengan ketuntasan belajar 86,96%. Simpulannya, penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terbukti dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas III SDN 2 Salakan Kecamatan Tinangkung Kabupaten Banggai Kepulauan.


(52)

Ketiga, penelitian yang dilakukan Khikayati (2010) dengan judul “Penerapan Pendekatan Kontekstual Tipe Inquiri dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Materi Pokok Energi di Kelas IV SD Darussalam Kalibakung Balapulang Tegal.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Darussalam sangat baik. Pada tahap pra tindakan diperoleh rata-rata 65,24. Kemudian siklus I rata-rata nilai hasil belajar siswa yaitu 80 dengan persentase ketuntasan belajar 95%, siklus II rata-rata nilai hasil belajar siswa yaitu 87,62 dengan persentase ketuntasan belajar 100%. Persentase aktivitas belajar siswa pada siklus I yakni 63% dan pada siklus yang II mencapai 85%.

Keempat, penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan oleh Wiji (2013) dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Pecahan melalui Pendekatan Kontekstual dengan Media CD Interaktif pada SD Negeri Kebogadung 02 Brebes.” Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas III SD Negeri Kebogadung 02 yang berjumlah 9 siswa, terdiri dari 5 laki-laki dan 4 perempuan. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas siswa pada siklus I mendapat skor 17 dengan kriteria cukup dan pada siklus II mendapat skor 23 dengan kriteria baik. Persentase hasil belajar siswa pada siklus I mendapat ketuntasan klasikal 60% dan pada siklus II ketuntasan klasikal meningkat menjadi 80%. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika pecahan pada siswa kelas III SD Negeri Kebogadung 02 Brebes.


(53)

37 Kelima, penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Atmojo (2012) yang berjudul “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Menulis Laporan Pengamatan melalui Pendekatan Kontekstual pada Siswa kelas V SD Negeri Jatingarang 03 Bodeh Pemalang”. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Jatingarang 03 Bodeh Pemalang yang berjumlah 26 siswa. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas pada siklus I mencapai 66,27 dan pada siklus II rata-rata nilai kelas mencapai 72,80. Selanjutnya, peersentase aktivitas siswa dalam pembelajaran pada siklus I mencapai 72,18% dan pada siklus II meningkat menjadi 80,87%. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar menulis laporan pengamatan pada siswa kelas V SD Negeri Jatingarang, Bodeh, Pemalang.

Keenam, peneltian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan Asshidiqi (2012) dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS melalui Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di Kelas IV SD Negeri Sindang 02 Kabupaten Tegal.” Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, diperoleh data bahwa persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I mencapai 78% dengan nilai rata-rata kelas 76,83 dan pada siklus II persentase ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 100% dengan nilai rata-rata kelas sebesar 87,32. Selanjutnya, persentase aktivitas siswa pada saat pembelajaran juga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu dari 74.88% menjadi 85.34%. Persentase hasil pengamatan performansi guru pada


(54)

siklus I mencapai nilai 80,38 dan pada siklus II menjadi 87,96. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan CTL dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada materi perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi di kelas IV SD Negeri Sindang 02.

Ketujuh, penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Sularso (2013) dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Unsur Cerita Rakyat melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Peserta Didik Kelas V Sekolah Dasar Negeri 3 Pekuncen Kecamatan Jatilawang.” Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas V SD Negeri 3 Pekuncen yang berjumlah 21 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I nilai perfomansi guru 92,33 (A) dan persentase keaktifan siswa mencapai 59,18% serta rata-rata nilai hasil belajar 69,88 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal 57,14%. Selanjutnya, pada siklus II, nilai perfomansi guru yaitu 96,40 (A) dan persentase keaktifan siswa 79,93% serta rata-rata nilai hasil belajar siswa mencapai 86,10 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal 100%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan kualitas pembelajaran unsur cerita rakyat pada siswa kelas V SD Negeri 3 Pekuncen Kecamatan Jatilawang.

Kedelapan, penelitian yang dilakukan oleh Suparman, dkk (2013) dengan judul “The Effect Of Contextual Teaching And Learning Approach And Achievement Motivation Upon Students' Writing Competency For The Tenth Grade Students Of SMAN 1 Keruak In The Academic Year 2012-2013.” Subjek


(55)

39 penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Keruak yang berjumlah 227 siswa dengan 88 siswa terpilih sebagai sampel. Berdasarkan hasil penelitian terdapat empat kesimpulan yang telah dibuat yaitu (1) siswa yang dalam pembelajaran menulis menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional; (2) terdapat interaksi yang sangat signifikan antara pembelajaran kontekstual, pendekatan belajar, dan motivasi berprestasi pada kompetensi menulis siswa SMAN 1 Keruak; (3) bagi siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, hasil belajar menulis yang pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik daripada yang pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional; dan 4) bagi siswa yang motivasi berprestasinya rendah, terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang belajarnya menggunakan kontekstual dan yang menggunakan pendekatan konvensional.

Kesembilan, penelitian yang dilakukan oleh Sutama dan Narimo (2013) dengan judul “Contextual Math Learning Based on Lesson Study Can Increase Study Communication.” Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 1 Selo, Boyolali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I persentase siswa yang mampu menyatakan ide matematika dengan berbicara yaitu 38,24% (13 siswa) dan pada siklus II meningkat menjadi 76,47% (26 siswa). Persentase siswa yang mampu menggambarkan ide ke dalam model matematika pada siklus I yaitu 32,35% (11 siswa) dan pada siklus II meningkat menjadi 70,59% (24 siswa). Selanjutnya, persentase siswa yang mampu menuliskan ide matematika dalam


(56)

bentuk visual yaitu 41,18 (14 siswa) dan pada siklus II meningkat menjadi 82,35% (28 siswa). Sementara itu, persentase siswa yang mampu menjelaskan konsep matematika pada siklus I yaitu 29,41% (10 siswa) dan pada siklus II meningkat menjadi 61,76% (21 siswa). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika kontekstual dapat meningkatkan kemampuan belajar komunikasi pada siswa kelas IV SD Negeri Selo, Boyolali.

Kesepuluh, penelitian yang dilakukan oleh Tiningsih, Yuniarsa, dan Octa (2014) dengan judul “Writing Skills Enhancement Using the Contextual Teaching and Learning (CTL) Approach in Jayapura”. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa persentase keberhasilan pembelajaran menggunakan pendekatan CTL pada siklus pertama mencapai 21%, pada siklus kedua meningkat menjadi 63% dan pada siklus ketiga keberhasilan meningkat juga menjadi 89%. Simpulan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tiningsih, Yuniarsa dan Octa yaitu bahwa penerapan pendekatan CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran keterampilan menulis.

Berdasarkan penelitian terdahulu, dapat dilihat bahwa penelitian tersebut menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada jenjang SD dan SMA. Beberapa mata pelajaran yang dipelajari menggunakan pendekatan CTL yakni mata pelajaran IPA, Matematika, IPS, dan Bahasa Indonesia. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yakni penggunaan pendekatan CTL pada mata pelajaran IPA, sedangkan perbedaannya yakni


(57)

41 terdapat pada jenis penelitian, materi yang dipelajari, serta subjek penelitian. Penelitian terdahulu merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), sedangkan penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Pendekatan CTL digunakan dalam pembelajaran IPA materi daur air pada siswa kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal. Jadi, penelitian ini dapat menambah menambah kajian penelitian lanjutan tentang penggunaan pendekatan CTL dalam pembelajaran terutama mata pelajaran IPA kelas V.

Penggunaan pendekatan CTL pada penelitian terdahulu terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa, serta meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini dapat menjadi acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian apakan pendekatan CTL efektif untuk meningkatkan hasil belajar IPA kelas V materi daur air di SDN Muarareja 1 Kota Tegal. Selanjutnya, peneliti akan menguji keefektifan pendekatan CTL dalam judul penelitian “Keefektifan Pendekatan

Contextual Teaching and Learning terhadap Hasil Belajar Daur Air pada Siswa Kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal”.

2.3

Kerangka Berpikir

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. IPA atau yang sering dikenal dengan istilah sains merupakan mata pelajaran yang dalam proses pembelajaran berupaya mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Namun, pada pelaksanaannya proses pembelajaran IPA lebih diarahkan pada kemampuan siswa untuk menghafal


(58)

informasi. Pelaksanaan pembelajaran IPA di sekolah dasar masih didominasi kegiatan pembelajaran yang berpusat pada guru, sehingga siswa kurang terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Siswa hanya sebagai objek penerima informasi yang disampaikan guru. Hal ini menyebabkan rasa ingin tahu dan kemampuan berpikir kritis pada siswa kurang berkembang.

Guru harus mampu melaksanakan variasi pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan pembelajaran yang mengaitkan konsep baru dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pendekatan CTL dalam pelaksanaannya memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam menemukan sendiri konsep yang dipelajari. Selain itu, pendekatan CTL membantu siswa mengembangkan keterampilan proses sains melalui kegiatan menemukan. Melalui pendekatan CTL, diharapkan proses belajar bermakna bagi siswa, sehingga konsep yang diperoleh dari suatu pembelajaran akan tersimpan dalam ingatan jangka panjang.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menguji penerapan pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) pada kelas eksperimen serta pembelajaran menggunakan model konvensional pada kelas kontrol. Peneliti hendak membandingkan hasil belajar kedua kelas yang diberi perlakuan berbeda. Adanya perbedaan hasil belajar siswa yang ditunjukkan setelah pelaksanaan pembelajaran, diharapkan dapat memberi masukkan bagi guru apakah pendekatan CTL lebih baik daripada model konvensional. Berikut ini merupakan bagan


(59)

43 kerangka berpikir dalam pembelajaran IPA kelas V materi daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal.

Bagan 2.1. Kerangka Berpikir

2.4

Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono 2014: 99). Berdasarkan landasan teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Kelas Kontrol

Pembelajaran menggunakan model konvensional

1. Terdapat atau tidak terdapat perbedaan antara hasil belajar yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan hasil belajar yang menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal

2. Hasil belajar IPA materi daur air pada siswa kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) tidak lebih baik atau lebih baik daripada yang menggunakan model konvensional

dibandingkan

Pembelajaran IPA materi daur air

Kelas Eksperimen

Pembelajaran menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)


(60)

Ho1: Tidak terdapat perbedaan antara hasil belajar yang menggunakan pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan hasil belajar menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal (µ1 = µ2).

Ha1: Terdapat perbedaan anatara hasil belajar yang menggunakan pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan hasil belajar menggunakan model konvensional pada mata pelajaran IPA kelas V materi daur air SDN Muarareja 1 Kota Tegal (µ1 ≠ µ2).

Ho2: Hasil belajar IPA materi daur air pada siswa kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL) tidak lebih baik daripada yang menggunakan model konvensional (µ1 ≤ µ2).

Ha2: Hasil belajar IPA materi daur air pada siswa kelas V SDN Muarareja 1 Kota Tegal yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL) lebih baik daripada yang menggunakan model konvensional (µ1 > µ2).


(61)

45

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada metode penelitian akan diuraikan tentang desain penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, serta teknik analisis data.

3.1

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimental. Menurut Sugiyono (2014: 116), bentuk desain eksperimen quasi experimental mempunyai kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Bentuk desain penelitian quasi experimental yang digunakan peneliti yaitu nonequivalent control group design dengan paradigma sebagai berikut.

Keterangan:

O1 = keadaan awal kelas eksperimen

O2 = hasil penilaian kelas eksperimen setelah mendapatkan perlakuan

X = perlakuan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada kelas eksperimen

O3 = keadaan awal kelas kontrol

O1 X O2 O3 O4


(1)

Lampiran 53

DOKUMENTASI KELAS EKSPERIMEN

Bertanya dan Pemodelan (Contoh Peristiwa)

Masyarakat Belajar dan Menemukan

Konstruktivisme Refleksi


(2)

Lampiran 54

DOKUMENTASI KELAS KONTROL

Kegiatan Pendahuluan

Menjelaskan materi (Eksplorasi) Diskusi (Elaborasi)

Membahas soal diskusi yang telah dikerjakan siswa (Konfirmasi)


(3)

Lampiran 55

SURAT PENELITIAN 1. Surat Izin dari BAPPEDA


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (Ctl) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS

0 5 205

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (CTL) terhadap hasil belajar siswa: kuasi ekspereimen di SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan

0 11 152

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning terhadap hasil belajar siswa kelas 5 pada sistem pernapasan manusia

1 38 151

Penagruh pendekatan contextual teaching laering (CTL) terhadap hasil bejaran biologi siswa kuasi Ekperimen di SMPN 1 Cisauk

0 7 208

PENGEMBANGAN LKS BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA PEMBELAJARAN IPA MATERI DAUR AIR KELAS V SDN SEKARAN 01

10 92 313

Upaya meningkatkan hasil belajar IPA pada konsep perkembangbiakan tumbuhan melalui pendekatan kontekstual: penelitian tindakan kelas di MI Hidayatul Athfal Gunungsindur

0 19 141

IMPLEMENTASI METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS Implementasi Metode Contextual Teaching And Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas IV Semester II SDN 2 Manyaran, Karangged

0 1 15

IMPLEMENTASI METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS Implementasi Metode Contextual Teaching And Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas IV Semester II SDN 2 Manyaran, Karangged

0 2 14

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA KELAS V SDN 1

0 0 25

PENGARUH PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD

0 0 8