Teori Belajar Hakikat Belajar

18 golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial Baharuddin Wahyuni, 2008: 26. a Lingkungan Sosial 1 Lingkungan sosial sekolah. 2 Lingkungan sosial masyarakat. 3 Lingkungan sosial keluarga. b Lingkungan Nonsosial 1 Lingkungan alamiah. 2 Faktor instrumental. 3 Faktor materi pelajaran yang diajarkan ke siswa.

e. Teori Belajar

Proses belajar yang terjadi tidak lepas dari teori-teori belajar yang mendasari. Beberapa macam teori belajar menurut para ahli yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Teori Perkembangan Piaget Menurut Piaget dalam Budiningsih, 2008: 35, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya 19 perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Bagaimana seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan mereka ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Piaget dalam Alim, 2009 mengatakan bahwa kita melampaui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut: a Tahap Sensorimotor Sensorimotor Stage, yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama Piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi seperti melihat dan mendengar melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik. 20 b Tahap Praoperasional Preoperational Stage, yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua Piaget. Pada tahap ini, anak mulai melukiskan dunia dengan kata- kata dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animisme, dan intuitif. c Tahap Operasional Konkrit Concrete Operational Stage, yang berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga Piaget. Pada tahap ini, anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh yang spesifik atau konkrit. d Tahap Operasional Formal Formal Operational Stage, yang terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terkahir dari Piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit, berpikir secara abstrak dan lebih logis. 2 Teori Belajar menurut Bruner Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Bruner menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif. Menurut Bruner dalam Budiningsih, 2008: 41, perkembangan kognitif 21 seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu: a Tahap Enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya, anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. b Tahap Ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan tampil dan perbandingan komparasi. c Tahap Simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui simbol- simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sitem enaktif dan ikonik dalam proses belajar. 3 Teori Belajar Bermakna Ausubel Teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. 22 Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Ausubel dalam Budiningsih, 2008: 43 mengemukakan bahwa struktur kognitif merupakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif. 4 Teori Belajar Konstruktivistik Pembelajaran konstruktivistik merupakan pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berpikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Oleh karena itu, pembelajaran ini dianggap dan diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional saat ini. Proses belajar sangat berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan peserta didik, karena pengetahuan yang telah diperoleh dan dimiliki seseorang akan membentuk suatu 23 jaringan struktur kognitif dalam dirinya. Pada bagian ini akan membahas: a Proses Belajar Konstruktivistik Menurut paham konstruktivisme, manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara mencoba, memberi arti pada pengetahuan sesuai dengan pengalamannya. Esensi dari teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses belajar, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. b Peranan Siswa Menurut teori konstruktivistik, belajar adalah proses pemaknaan atau penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Proses tersebut harus dilakukan oleh siswa, karena pembelajaran konstruktivistik lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan siswa. Sehingga siswa bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari. Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai fasilitator. Akan tetapi, kadang guru harus 24 mengambil prakarsa untuk menata lingkungan agar terbentuk proses belajar yang optimal sehingga siswa termotivasi untuk belajar dan menggali informasi. Namun, pada akhirnya yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar dari siswa itu sendiri. Dengan kata lain, bahwa pada dasarnya hakikat kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa. c Peranan Guru Dalam proses belajar konstruktivistik, guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa tetapi dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap siswa dalam belajar. d Sarana Belajar Pusat kegiatan pembelajaran konstruktivistik adalah siswa. Dalam proses belajar, siswa berusaha menggali dan membentuk pengetahuannya sendiri serta bebas dalam mengungkapkan pendapat dan pemikirannya. Sehingga segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu proses belajar tersebut. Dengan demikian, siswa akan terbiasa dan 25 terlatih untuk berpikir sendiri, mandiri, kritis, kreatif dan mampu bertanggung jawab. e Evaluasi Belajar Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik, memerlukan proses pengalaman kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik. Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dan menekankan pada keterampilan proses dalam kelompok. Bentuk-bentuk evaluasi ini dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik, tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata serta mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi dan mengkonstruksi pengalaman siswa dan mengarahkannya pada konteks yang lebih luas Ardianti, 2009. 5 Teori Belajar Vygotsky Lev Vygotsky mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Menurut Moll Greenberg, untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan asal-usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang berasal 26 dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan dari individu itu sendiri. Interaksi sosial demikian antara lain berkaitan erat dengan aktivitas-aktivitas dan bahasa yang dipergunakan Budiningsih, 2008: 99. Dari beberapa teori belajar yang telah diuraikan di atas, peneliti menerapkan model pembelajaran terpadu dengan media Picture Hanger ini disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif anak menurut Piaget dan Bruner serta mengacu pada teori belajar yang telah diuraikan oleh Ausubel, Vygotsky, dan teori belajar Konstruktivisme. Anak belajar melalui tahapan-tahapan belajar yang telah diuraikan oleh Bruner dan disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif anak menurut Piaget. Teori belajar Ausubel mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual. Sarana belajar media berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak sesuai teori belajar Konstruktivistik. Interaksi sosial berkaitan erat dengan aktivitas dan bahasa yang dipergunakan telah diuraikan oleh Vygotsky. Sehingga teori-teori belajar tersebut mendasari penelitian ini.

2. Hakikat Mengajar