Gambaran Masyarakat Profil Kasepuhan Sinar Resmi

Usaha masyarakat kasepuhan untuk mencari lebak cawene menjadikan seringnya terjadi perpindahan kampung gede sebanyak 13 kali menurut Adimihardja dalam Galudra 2003. Kasepuhan Sinar Resmi diawali dari perpindahan kampung gede dari Lebak Selatan ke Sukabumi Selatan, di Kampung Bojongcisono oleh Ki Jasiun. Putra dari Ki Jasiun yaitu Abah Rusdi memindahkan kampung gede ke Kampung Cicemet, Sukabumi Selatan. Putra Abah Rusdi, yaitu Abah Arjo memindahkan kampung gede sebanyak tiga kali yaitu ke Kampung Waru, Cidadap dan Cisarua yang semuanya berada di Sukabumi Selatan. Sepeninggal Abah Arjo, kasepuhan dilimpahkan kepemimpinannya pada Abah Udjat. Dikarenakan saat itu Abah Udjat sedang menjabat sebagai kepala desa, kepemimpinan diberikan kepada Abah Anom yang kemudian memindahkan kasepuhan ke Ciptarasa dan kemudian ke Ciptagelar yang dulunya adalah Cicemet. Melalui wangsit yang diterima, akhirnya Abah Udjat membuka kasepuhan baru di Sinar Resmi. Pada tahun 2003 Abah Ujat meninggal dan kepemimpinan dilimpahkan kepada putranya yaitu Abah Asep yang saat itu masih bekerja di Jakarta. Adanya tanggung jawab yang besar dan wangsit yang telah diterima, Abah Asep pun menjadi pimpinan Kasepuhan Sinar Resmi sampai saat ini.

4.2.2 Gambaran Masyarakat

Adat Kasepuhan Sinar Resmi Kasepuhan Sinar Resmi memiliki incu putu pengikut yang menyebar di berbagai wilayah atau dusun. Abah Asep selaku ketua adat Kasepuhan Sinar Resmi pada tahun 2009 sudah membawahi sekitar 1800 KK Kepala Keluarga. Para incu putu ini tidak hanya ada di Desa Sirna Resmi tetapi juga menyebar di luar wilayah. Masyarakat yang mengikuti kasepuhan, biasanya berbeda dari masyarakat lainnya, meskipun mereka tinggal dalam satu wilayah dengan masyarakat non kasepuhan. Secara umum masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi memiliki mata pencaharian di sektor pertanian, baik dari huma, sawah, dan kebun meskipun ada pula yang membuka warung, menjadi tukang ojek, ketrampilan, dan lain-lain. Berdasarkan tingkat pendidikan, masyarakat kasepuhan sebagian besar hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat SD. Menurut informasi dari Bapak AB 62 tahun, dahulu letak SMP sangat jauh karena dulu tidak ada gedung SMP di wilayah tersebut. Namun, saat ini akses masyarakat untuk meneruskan pendidikan di tingkat SMP sudah mudah meskipun sampai saat ini belum terdapat SMA. Dalam menerima pengaruh dari luar, masyarakat kasepuhan cukup terbuka asalkan pengaruh tersebut tidak bertentangan dengan aturan adat yang berlaku dan sesuai dengan ijin Abah. Masyarakat kasepuhan saat ini sudah mengenal teknologi seperti handphone dan televisi. Sehingga masyarakat mudah mendapatkan informasi. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat kasepuhan sehari-hari adalah bahasa Sunda. Namun, rata-rata masyarakat kasepuhan bisa berbahasa Indonesia khususnya masyarakat kasepuhan yang berusia muda. Pemukiman masyarakat kasepuhan terlihat padat dan mengumpul, dimana antara rumah yang satu dengan rumah yang lain jaraknya saling berdekatan. Atap rumah masyarakat terbuat dari daun rumbia dengan bangunan sebagian besar adalah kayu dan bambu. Tiap rumahtangga masyarakat kasepuhan, memiliki leuit yaitu lumbung padi yang biasanya berdekatan dengan rumah mereka. Tiap rumah, juga memiliki tungku api hawu dengan bahan bakar kayu yang digunakan untuk memasak nasi.

4.2.3 Aturan-aturan Adat Kasepuhan Sinar Resmi