Simbol, Alat-alat dan Perlengkapan Liturgi

atau pendamping misdinar di Paroki Santo Mikael Pangkalan lah yang mempunyai peran besar dalam hal memberikan pengetahuan dalam hal simbol-simbol yang dimiliki oleh Gereja.

2. Alat-alat dan Perlengkapan Liturgi

a. Altar Altar adalah meja besar untuk mengadakan perayaan Ekaristi dan kegiatan liturgi yang lain perayaan 6 Sakramen yang lain, ibadat sabda. Diatas altar diletakan buku- buku liturgi yang dibutuhkan b. Mimbar Mimbar atau ambo adalah tempat mengadakan ibadat sabda, berkhotbah, pembacaan mazmur, pembacaan doa umat, dan pengumuman. c. Sedilia Sedilia adalah tempat duduk imam dan para pembantunya para prodiakon, misdinar, dan konselebram. d. Kredens Kredens adalah meja kecil yang diletakkan dipanti imam. Diatas kredens ditaruh piala, purificatorium, palla, korporal, patena, sibori, piksis, monstrans, ampul berisi air dan anggur, serta lavabo. e. Tabernakel Tabernakel adalah semacam lemari kecil untuk menyimpan Sakramen Mahakudus. Biasanya Sakramen Mahakudus sudah dimasukan dalam sibori yang ditudungi kain putih atau kuning keemasan. Maksud tabernakel adalah untuk menyimpan hosti kudus yang tidak habis dibagikan pada umat waktu Ekaristi. f. Lampu Tuhan Lampu Tuhan adalah lampu merah yang terus menyala didekat tabernakel sebagai tanda bahwa dalam tabernakel disimpan Sakramen Mahakudus. Sebutan lampu Tuhan menunjukkan yang disimpan dalam tabernakel. g. Sakristi Sakristi adalah tempat persiapan imam dan pembantunya misdinar, prodiakon sebelum mereka keluar menuju ke altar. h. Tempat Air Suci Tempat air suci adalah bejana kecil dikanan dan dikiri pintu depan gereja. i. Bejana Permandian Bejana permandian adalah tempat air untuk membaptis. Biasanya bejana permandian erada didekat pintu masuk depan gereja. j. Salib Salib adalah lambing dari Tuhan Yesus yang wafat disalib. Salib biasanya diletakkan diatas meja altar atau dipasang didekat altar. Ada pula salib besar dibagian belakang altar yang menempel pada dinding. k. Patung Yesus Patung Yesus juga tidak pernah ketinggalan. Biasanya patung Yesus ukurannya cukup besar sehingga bisa dengan mudag dilihat umat yang hadir dalam gereja. l. Patung Maria Patung Maria juga diletakkan disamping kiri altar. Disekitar patung Maria biasanya disediakan tempat bagi umat yang ingin mempersembahkan lilin supaya permohonannya dikabulkan. m. Gambar Jalan Salib Hampir bisa dipastikan disetiap gereja atau tempat peziarahan terdapat gambar atau relief jalan salib. n. Keprak Keprak adalah istilah bahasa jawa untuk menyebut alat bunyi dari kayu yang khusus digunakan pada perarakan Sakramen Mahakudus pada hari Kamis Putih. Suara keprak ini mengungkapkan duka karena Kristus sedang mengalami kedukaan yang besar menjelang kematian-Nya. Suara lonceng atau bel yang menggambarkan kegembiraan tidak dibunyikan pada hari itu. o. Jubbahalba adalah : busana putih panjan yang harus dipakai imam dalam perayaan Ekaristi. Warna putih jubbah atau alba melambangkan kesucian dan kemurnian. Apabila tidak mengenakan jubbah imam akan mengenakan alba. p. Amik adalah : tali ikat pinggang yang panjang dan berfungsi untuk mengikat stola dan alba agar

3. Warna dan Makna Liturgi

a. Kuning atau Putih melambangkan kemuliaan, kemenangan, kesucian, kegembiraan. Dalam perayaan liturgi warna ini digunakan saat masa Natal dan masa Paskah, hari raya dan pesta Tuhan Yesus dan Maria, pesta dan peringatan Para Kudus dan perayaan besar. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI b. Merah melambangkan pengorbanan, keberanian, Roh Kudus, semangat, dan cinta kasih. Warna liturgi ini digunakan saat Jumat Agung dan Minggu Palma, Peringangatan para martir, Pentakosta. c. Ungu melambangkan mati raga, tobat, sesal, mawas diri, dan prihatin. Warna liturgi ini digunakan saat masa Adven dan Prapaskah terkadang juga dipakai saat misa arwah dan pemakaman. d. Hijau melambangkan rasa syukur dan pengharapan. Warna liturgi ini digunakan saat masa biasa. e. Hitam melambangkan kesedihan dan kedukaan. Warna liturgi ini digunakan saat misa arwah dan pemakaman. Namun warna ini saat ini sudah jarang digunakan dalam misa arwah dan pemakamam Gabriel, 2001: 17. Para misdinar di Paroki Santo Mikael Pangkalan sudah mampu mempersiapkan perlengkapan liturgi sesuai dengan warna liturgi setiap masa nya. Hal ini karena para misdinar biasanya sudah dipersiapkan terlebih dahulu oleh para pengurus untuk dapat membedakan warna liturgi pada saat misa biasa atau misa besar.

4. Sikap Dasar Merayakan Liturgi

Dalam merayakan liturgi terkadang kita merasa jenuh akan perayaan liturgi tersebut, entah itu perayaannya kurang menarik, romonya memberikan homilinya tidak sesuai dengan bacaan Injil, atau petugas liturginya ada yang kurang siap, lagu-lagu yang dibawakan oleh kelompok koor juga kurang menarik untuk didengar, dan masih banyak lagi. Memang banyak faktor yang mempengaruhi penghayatan liturgi. Beberapa faktor diantaranaya adalah:

a. Mempersiapkan Diri

Salah satu yang penting dalam penghayatan liturgi ialah persiapan diri. Kalau orang tidak bisa menikmati perayaan liturgi. Jangan lah pertama-tama menyalahkan orang lain, petugasnya, imamnya, lagu-lagunya, dan seterusnya. Harus diakui bahwa faktor petugas dan hal-hal macam itu tentu mempengaruhi penghayatan liturgi kita, namun faktor persiapan diri kita sendiri amat sangat penting untuk bisa menghayati liturgi dengan sukacita dan hidup. Persiapan diri ini dapat dilakukan dengan cara jarak jauh dan dekat. Jarak jauhnya adalah menyangkut segala sesuatu yang berkaitan dengan pemahaman yang memadai akan liturgi dan sikap dasar berliturgi sebagai hasil pendidikan iman sejak kecil. Sedangkan jarak dekatnya adalah menyangkut aneka persiapan yang kita lakukan ketika waktu perayaan liturgi itu sudah dekat. Ada macam-macam persiapan, sebagai persiapan fisik, misalnya kita mengusahakan agar lama tidur kita cukup sehingga saat ke gereja kita tidak memamerkan tontonan anggukan kepala kita ke segala penjuru alias ngantuk. Secara umum para misdinar di Paroki Santo Mikael Pangkalan sudah menerapkan sikap mempersiapkan diri dengan baik saat hendak melaksanakan tugas pelayanannya. Dan para misdinar terlihat sangat fresh atau segar saat melaksanakan tugas tanggung jawabnya bertugas. Dalam hal ini para misdinar tidak memiliki masalah yang serius, karena para misdinar telah terbentuk dengan sendirinya kebiasaan untuk mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin agar dalam menjalankan tugas para misdinar ini tetap penuh semangat.

b. Seluruh Acara Hidup Sehari-hari sebagai Persiapan Luas Berliturgi

kita sering mengalami perasaan hampa, maksudnya bila kita tidak merayakan Ekaristi pada hari Minggu atau mungkin harian, kita merasakan adanya sesuatu yang kurang. Entah bagaimana, ada yang kurang dalam hidup kita pada waktu itu. Tentu bagi orang yang sudah terbiasa tidak ke gereja, perasaan tersebut barangkali tidak muncul lagi. Mengapa ada yang kurang? Itu sebenarnya bukan hanya soal kebiasaan. Memang kalau orang biasa tidak melakukannya, maka akan timbul sesuatu yang terasa kurang dalam dirinya. Dengan demikian kalau kalau orang tidak merayakannya, maka daya kekuatan yang mengalir dari perayaan liturgi itu memang tidak ia alami. Perayaan liturgi, terutama misa Kudus, yang biasa kita ikuti setiap Minggu atau harinya, sungguh mampu menopang hidup dan gerakan napas kita sepekan atau sehari itu. Misa Kudus sungguh memberikan daya kekuatan rahmat yang kita butuhkan. Perayaan Ekaristi memberi jiwa, semangat, gairah, dan daya kekuatan kepada kita sehingga seluruh acara kita pada hari itu diberi jiwa, semangat, dan arahnya. Meskipun perayaan liturgi atau doa berlangsung selama 30 menit atau beberapa menit, namun perayaan liturgi atau doa kita itu mempengaruhi seluruh dinamika acara dan kegiatan hidup kita pada hari itu. Para misdinar yang beragam latar belakangnya memiliki perbedaan dalam hal ini, Rata- rata misdinar memiliki perasaan yang kurang ketika mereka merasa “bolong- bolong” dalam hal mengikuti perayaan Ekaristi Mingguan. Beragam alasan mereka miliki entah karena tugas tuntutan tugas yang mereka dapatkan dari sekolah ataupun kesenangan mereka pribadi yang memilih untuk tidak ke gereja. Biasanya para misdinar kurang mengikuti perayaan Ekaristi harian, dikarenakan para misdinar yang masih berusia sekolah.

c. Mencintai Liturgi menurut Dinamika Cinta

Mencintai Liturgi pertama-tama soal mencintai umumnya merupakan suatu proses yang dialami dari kebiasaan-kebiasaan yang teratur dilakukan. Singkatnya trena marga kulino cinta karena terbiasa. Ada memang orang yang jatuh cinta dengan super kilat, atau kilat khusus. Ketemu langsung senang dan cinta. Tetapi, bagaimanapun juga yang lebih umum ialah cinta yang muncul karena terbiasa. Karena seringnya berjumpa, lama- lama orang menjadi suka, lalu cinta. Pada mulanya tidak ada perasaan khusus. Kalau berjumpa, rasanya biasa. Eh, lama- kelamaan dia itu kok baik ya. Lalu keduanya sering berjumpa. Yang cewek minta diantar pulang atau kesuatu tempat, yang cowok pun begitu bersemangat untuk mengantar. Demikian pula urusan mencintai Ekaristi dan liturgi. Bila kita membiasakan diri terus- menerus untuk berdoa, berekaristi, merenungkan Sabda Tuhan dalam Kitab Suci, doa ini itu, kita akan merasa biasa dan bahkan suka. Pada gilirannya, kita merasakan acara doa atau liturgi itu sebagai suatu kebutuhan. Dalam tingkatan kemudian, kita akan selalu merindukan untuk merayakan liturgi atau doa tersebut. pada saat itulah kita sampai ke taraf mencintai liturgi. Selanjutnya, kita selalu menginginkan berdoa, berekaristi, membaca Kitab Suci, ataupun melakukan doa- doa itu. Kedua, mencintai itu berkaitan dengan adanya suatu yang menggermbirakan dan yang kita rindukan. Kalau orang menyukai sesuatu, tentu ada dari sesuatu itu yang membuatnya senang dan gembira. Karena ada kegembiraan disitu, ia lalu ingin ketemu terus dan mengalaminya terus. Ketiga, hal mencintai itu selalu berkaitan dengan soal kesetiaan pada yang rutin- rutin. Dalam cinta kasih, tidak ada hal yang membosankan. Segalanya terasa indah dan