11. Tolok Ukur Kinerja
Kualitas kerja
setiap karyawan
pada akhirnya
akan mempengaruhi pula kinerja yang bersangkutan. Untuk dapat memacu
kinerja karyawan, perusahaan perlu melakukan pengelolaan, pengukuran dan upaya-upaya peningkatan kinerja. Semua ini akan selalu diawali
dengan penetapan tolok ukur kinerja. Beberapa syarat yang baik untuk melakukan pengukuran kinerja diantaranya sebagai berikut:
a. Tolok ukur yang baik dapat diukur dengan cara yang dapat
dipercaya.
b. Tolok ukur yang baik mampu membedakan setiap
karyawan sesuai dengan kinerjanya
c. Tolok ukur yang baik harus responsif terhadap masukan
dan tindakan dari para pemangku jabatan
d. Tolok ukur yang baik dapat diterima oleh karyawan yang
mengetahui kinerjanya sedang dinilai
Berdasarkan itu Bernandin dan Rusell dalam Gomes 2001 mengungkapkan ukuran kinerja karyawan sebagai berikut:
1 Quantity of work yang berkaitan dengan jumlah kerja dalam suatu periode
2 Quality of work berkaitan dengan kualitas kerja berdasar syarat dan kesiapan
3 Job Knowledge berkaitan dengan luasnya pengetahuan tentang pekerjaan dan keterampian yang dibutuhkan
4 Creativeness, berkaitan dengan gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dipilih untuk
menyelesaikan kendala pekerjaan 5 Cooperation merupakan kesediaan bekerjasama dengan
sesama anggota organisasi 6 Dependability merupakan kesadaran untuk dapat dipercaya
dalam pekerjaan 7 Initiative berkaitan dengan semangat untuk melaksanakan
pekerjaan baru dan memperbesar tanggungjawab 8 Personal Qualities menyangkut sikap dari karyawan,
kepribadian dan integritas.
12. Metode Penilaian Kinerja
Dalam melakukan penilaian kinerja, terdapat beberapa metode yang biasanya digunakan. Referensi yang dapat menjelaskan tentang
beberapa metode penilaian kinerja. Setidaknya secara umum penilaian kinerja diklasifikasikan menjadi 2 tipe umum yakni tipe obyektif dan
tipe subyektif Jhon Soeprihanto, 2001: 35. Penilaian tipe obyektif berkaitan dengan pengukuran variabel yang secara operasional dapat
menghasilkan data kuantitatif, misalkan data bulanan: produksi, penjualan salesman, dan seterusnya. Bisa pula berkaitan dengan data
presensi kehadiran karyawan pada periode tertentu, realisasi jam kerja,
jam lembur dll. Sementara tipe subyektif lebih diarahkan pada pertimbangan kemanusiaan yang memiliki pelbagai kecenderungan
seperti terdapatnya kelonggaran, kecenderungan terpusat dan hallo effect. Jadi hal ini lebih tepat diarahkan pada penilaian perilaku yang
relevan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang. Selain penilaian obyektif dan subyektif, dalam penilaian kinerja
perlu juga diperhatiakan penilaian kerja formal dan informal. Penilaian kerja formal berkaitan dengan pengamatan periodik dan terpola. Hal ini
biasanya mencakup evaluasi kinerja secara resmi atas kinerja karyawan. Penilaian kinerja informal berlaku pada waktu yang lebih dinamis
manakala pimpinan merasa membutuhkan informasi tambahan yang ingin dikomunikasikan.
Mengingat penilaian kinerja ini amat membutuhkan perhatian serius dan terarah, kerap dilakukan kolaborasi penilaian untuk
menghasilkan penilaian yang lebih menyeluruh. Untuk melakukan penilaian kinerja terdapat beberapa metode diantaranya metode
penilaian tradisional, skala penilaian grafis, metode pemangkatan, ranking alternatif, pembobotan checklist, metode distribusi paksa, dll.
B. Penelitian Sebelumnya