91
berwirausaha adalah 0,002. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
interaksi kedua variabel memperkuat derajat pengaruh pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Nilai signifikansi koefisien regresi
β
3
dari interaksi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan bakat kewirausahaan
terhadap kecerdasan emosional berwirausaha menunjukkan lebih tinggi dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini
ρ = 0,665
α
= 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh bakat kewirausahaan pada pengaruh antara pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan dengan kecerdasan emosional berwirausaha adalah tidak signifikan. Artinya pada siswa yang semakin berbakat maka tidak
menentukan pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha.
D. Pembahasan
1. Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kecerdasan
Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Keluarga Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan dengan kecerdasan emosional berwirausaha hubungannya sedang. Hal ini didukung oleh koefisien korelasi sebesar 0,558. Interaksi
antara kultur keluarga dengan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha hubungannya sedang dengan
koefisien korelasi sebesar 0,565. Artinya kultur keluarga yang kondusif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
maupun tidak kondusif akan mempengaruhi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari
kultur keluarga. Hal ini didukung oleh hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa probabilitas
ρ =0,030 lebih kecil dari alpha
α
=0,05. Artinya pada siswa dalam kultur keluarga yang kondusif power distance kecil, individualism, masculinity, uncertainty avoidance
lemah memperkuat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Dalam penelitian ini tampak bahwa: pertama, kultur keluarga
semakin berorientasi power distance kecil 146 siswa42,82. Kultur keluarga yang bercirikan power distance kecil
tampak dari adanya keberanian anak mengatakan yang benar, mengakui perbedaan,
menghormati secara formal, dan tidak tergantung orang tua Hofstede, 1994:32-33. Kondisi kultur keluarga tersebut secara konkrit berdampak
pada anak dalam hal kemandirian. Karakteristik tersebut sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yaitu mengembangkan
potensi kepribadian dan akademis siswa, menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai
tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Pada saat anak menjalankan pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan siswa menjadi mandiri. Dengan demikian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
kondisi kultur keluarga diatas sejalan dengan tujuan diklat dan kultur keluarga tersebut menguatkan pengaruh pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan terhadap kecerdasaan emosional berwirausaha. Kedua, kultur keluarga semakin berorientasi individualism 96
siswa28,15. Kultur keluarga yang bercirikan individualism tampak dari demokratis dalam keluarga, mampu mengelola keuangan, merasa bersalah
jika melanggar peraturan, dan tidak diwajibkan mengikuti perayaan atau pesta dalam keluarga Hofstede, 1994:57-61. Kondisi kultur keluarga
tersebut akan berdampak pada tanggung jawab dan rasionalitas anak dalam berfikir. Karakteristik tersebut sejalan dengan tujuan pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan yaitu mengembangkan potensi kepribadian dan akademis siswa, menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi
sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Pada saat anak
menjalankan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan menjadi lebih bertanggung jawab dan berfikir secara rasional. Dengan demikian kondisi
kultur keluarga diatas sejalan dengan tujuan diklat dan kultur keluarga tersebut menguatkan pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
terhadap kecerdasaan emosional berwirausaha. Ketiga, kultur keluarga semakin berorientasi masculinity 144
siswa42,23. Kultur keluarga yang bercirikan masculinity tampak dari menyukai tantangan, perbedaan peran orang tua, dan jarak antara orang tua
dan anak Hofstede, 1994:86-90. Kondisi kultur keluarga tersebut akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
berdampak pada anak dalam hal sikap profesional dan etos kerja yang positif. Karakteristik tersebut sejalan dengan tujuan pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan yaitu mengembangkan potensi kepribadian dan akademis, siswa menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi
sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Pada saat
menjalankan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan anak mengembangkan sikap profesional dan etos kerja yang positif. Dengan demikian kondisi
kultur keluarga diatas sejalan dengan tujuan diklat dan kultur keluarga tersebut menguatkan pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
terhadap kecerdasaan emosional berwirausaha. Keempat, kultur keluarga semakin berorientasi uncertainty
avoidance sangat lemah 177 siswa51,91. Kultur keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance lemah tampak dari mampu bertoleransi
terhadap situasi yang tidak pasti, memiliki aturan Hofstede, 1994:117- 119. Kondisi kultur keluarga tersebut akan berdampak pada anak dalam
hal mampu mengantisipasi hambatan. Karakteristik tersebut sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yaitu
mengembangkan potensi kepribadian dan akademis siswa siswa menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai
profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Pada saat menjalankan
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan anak mempunyai inisiatif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
menyelesaikan hambatan yang dihadapi. Dengan demikian kondisi kultur keluarga diatas sejalan dengan tujuan diklat dan kultur keluarga tersebut
menguatkan pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasaan emosional berwirausaha.
Uraian diatas menunjukkan kultur keluarga yang kondusif power distance kecil, individualism, masculinity, uncertainty avoidance lemah
Hofstede, 1994:32-119 memperkuat pengaruh pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha siswa. Hal ini tampak dari kesejalanan kondisi kultur keluarga dengan tujuan
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan. Interaksi kultur keluarga dengan pendidikan dan pelatihan tersebut selanjutnya akan menguatkan
kecerdasan emosional berwirausaha siswa dalam hal pengembangan pendidikan diantaranya empati, kemandirian, ketekunan kesetiakawanan,
keramahan, sikap hormat, kemampuan beradaptasi, kemampuan memecahkan masalah, kecakapan sosial, komitmen jujur, berpikir terbuka,
memiliki prinsip, kreatif, bersikap adil, bijaksana, kemampuan berkomunikasi, motivasi, dan kemampuan bekerja sama Zakarilya,
Januari 2004. 2.
Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Sekolah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan kecerdasan emosional berwirausaha hubungannya
sedang. Hal ini didukung oleh koefisien korelasi sebesar 0,558. Interaksi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
antara kultur sekolah dengan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha hubungannya sedang dengan
koefisien korelasi sebesar 0,562. Artinya kultur sekolah yang kondusif maupun tidak kondusif akan mempengaruhi pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah. Hal ini didukung oleh hasil pengujian statistik yang
menunjukkan bahwa probabilitas ρ =0,047 lebih kecil dari alpha
α
=0,05. Artinya pada siswa dalam kultur sekolah yang kondusif power distance kecil, individualism, masculinity, uncertainty avoidance lemah
memperkuat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha.
Dalam penelitian ini tampak bahwa: pertama, kultur sekolah semakin berorientasi power distance kecil 141 siswa41,35. Kultur
sekolah yang bercirikan power distance kecil tampak dari perlakuan yang sama oleh guru terhadap siswa, proses pembelajaran terpusat pada siswa,
dan adanya kesempatan bertanya Hofstede, 1994:33-35. Kondisi kultur sekolah tersebut secara konkrit berdampak pada anak dalam hal
penguasaan dasar-dasar keahlian yang luas, kuat, mendasar saat melaksanakan pendidikan dan pelatihan. Karakteristik tersebut sejalan
dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yaitu mengembangkan potensi kepribadian dan akademis siswa, menguasai
97
kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan
dan perkembangan dunia kerja. Pada saat menjalankan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan anak mempunyai keahlian yang luas, kuat,
mendasar. Dengan demikian kultur sekolah yang bercirikan power distance kecil menguatkan interaksi tujuan pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan dengan kecerdasaan emosional berwirausaha. Kedua, kultur sekolah semakin berorientasi individualism 147
siswa43,11. Kultur sekolah yang bercirikan individualism tampak dari kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru,
tingkat penerimaan diri oleh orang lain, dan sikap positif dalam mengerjakan tugas Hofstede, 1994:61-63. Kondisi kultur sekolah
tersebut akan berdampak pada anak dalam hal peningkatan penguasaan dasar-dasar keahlian yang benar. Karakteristik tersebut sejalan dengan
tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yaitu mengembangkan potensi kepribadian dan akademis siswa, menguasai kompetensi
terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan dunia kerja. Pada saat menjalankan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan anak lebih menguasai dasar-dasar keahlian. Dengan
demikian kultur sekolah yang bercirikan individualism menguatkan interaksi tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan
meningkatkan kecerdasaan emosional berwirausaha. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Ketiga, kultur sekolah semakin berorientasi sangat maskulin 145 siswa42,52. Kultur sekolah yang bercirikan masculinity tampak dari
suka kompetisi dan beorientasi pada prestasi Hofstede, 1994:90-91. Kondisi kultur sekolah tersebut akan berdampak pada kesiapan dan
pemenuhan standar keahlian yang harus dimiliki. Karakteristik tersebut sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yaitu
mengembangkan potensi kepribadian dan akademis, siswa menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai profesional
sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Pada saat menjalankan pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan anak memiliki standar keahlian yang berorientasi pada dunia kerja. Dengan demikian kultur sekolah yang bercirikan
masculinity menguatkan interaksi tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan kecerdasaan emosional berwirausaha.
Keempat, kultur sekolah semakin berorientasi uncertainty avoidance sangat lemah 91 siswa26,67. Kultur sekolah yang
bercirikan uncertainty avoidance lemah tampak dari kejelasan guru dalam menerangkan materi pelajaran, siswa menerima kekurangan guru,
kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua Hofstede, 1994:119-120. Kondisi kultur sekolah tersebut akan berdampak pada
perlunya bimbingan dan pengawasan pada anak. Karakteristik tersebut sejalan dengan tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yaitu
mengembangkan potensi kepribadian dan akademis siswa siswa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Pada saat menjalankan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan anak menjadi lebih terarah. Dengan
demikian kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance lemah menguatkan interaksi tujuan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan
kecerdasaan emosional berwirausaha. Uraian diatas menunjukkan pada kultur sekolah yang kondusif
power distance kecil, individualism, masculinity, uncertainty avoidance lemah Hofstede, 1994:33-120
memperkuat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha.
Hal demikian disebabkan adanya pengembangan pendidikan diantaranya empati, kemandirian, ketekunan kesetiakawanan, keramahan, sikap
hormat, kemampuan beradaptasi, kemampuan memecahkan masalah, kecakapan sosial, komitmen jujur, berpikir terbuka, memiliki prinsip,
kreatif, bersikap adil, bijaksana, kemampuan berkomunikasi, motivasi, dan kemampuan bekerja sama Zakarilya, Januari 2004 dan kultur sekolah
yang kondusif, antara lain, ditandai dengan adanya iklim terbuka open climate, budaya positif positive culture, budaya terbuka open culture,
dan suasana batin yang menyenangkan enjoyable spiritual atmosphere diantara warga sekolah Arief Achmad, http:www.pikiran-
rakyat.comcetak1004110310.htm. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
3. Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kecerdasan
Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Bakat Kewirausahaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan dengan kecerdasan emosional berwirausaha hubungannya sedang. Hal ini didukung oleh koefisien korelasi sebesar 0,558. Interaksi
antara bakat kewirausahaan dengan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha hubungannya sedang dengan
koefisien korelasi sebesar 0,559. Artinya siswa yang berbakat maupun tidak berbakat akan mempengaruhi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada siswa yang berbakat tidak berpengaruh pada
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Hal ini didukung oleh hasil pengujian statistik yang
menunjukkan bahwa probabilitas ρ =0,665 lebih besar dari alpha
α
=0,05. Bakat kewirausahaan adalah kemampuan untuk kreatif dan
inovatif yang dijadikan dasar, kiat, sumber daya untuk mencapai peluang untuk menuju sukses yang perlu dikembangkan dan dilatih. Bakat
kewirausahaan siswa SMK di Kotamadya Yogyakarta terkategori tinggi. Hal ini sangat baik karena menjadi potensi yang harus digali untuk
mewujudkan suatu usaha yang akan berhasil nantinya. Bakat kewirausahaan yang dimiliki dapat dilihat dari sifat yang percaya diri,
fleksibel, mampu bekerja sama dengan orang lain, karakteristik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
perorangan yang menyenangkan, kreatif, senang dengan kegiatan intelektual.
Siswa di Kotomadya Yogyakarta memang banyak yang berbakat 18453,96. Artinya mereka memiliki potensi terpendam yang menonjol
sehingga masih perlu digali dengan cermatAminah Ahmad, April 2003.
Bakat siswa tersebut tidak akan berkembang jika tidak diikuti tingkat keseriusan, orientasi ke masa depan yang jelas, dan latihan untuk menggali
bakat terus-menerus. Pada dasarnya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan adalah proses
kegiatan belajar peserta diklat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mencapai penguasaan kompetensi sehubungan dengan
diklat tersebut kemungkinan siswa kurang serius, kurangnya orientasi kemasa depan, dan kurangnya waktu serta kesempatan berlatih di industri.
Hal demikian menyebabkan bakat kewirausahaan tidak
menentukan derajat pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Maka perlu adanya
pengembangan pendidikan diantaranya empati, kemandirian, ketekunan kesetiakawanan, keramahan, sikap hormat, kemampuan beradaptasi,
kemampuan memecahkan masalah, kecakapan sosial, komitmen jujur, berpikir terbuka, memiliki prinsip, kreatif, bersikap adil, bijaksana,
kemampuan berkomunikasi, motivasi, dan kemampuan bekerja sama Zakarilya, Januari 2004
102
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN