31
D. Kultur Sekolah
1. Pengertian Kultur Sekolah
Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap,
nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak Sugiarto, http:www.waspada.co.idserba_serbipendidikan. Menurut Dapiyanta
2005:92, kultur sekolah adalah perilaku lahir dan batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan sekolah yang berpola dan
mentradisi. Mentradisi di sini tidak berarti berhenti, melainkan dinamis dan selalu berproses.
Menurut Clifford Geertz seperti yang dikutip oleh Siti Sumarni kultur sekolah merupakan pola nilai, norma, sikap hidup, ritual, dan
kebiasaan yang baik dalam lingkungan sekolah, sekaligus cara memandang persoalan dan pemecahannya. Sedangkan Arief Achmad
http:www.pikiran-rakyat.comcetak1004110310.htm, kultur sekolah merupakan faktor esensial dalam membentuk siswa menjadi manusia yang
optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik.
Sergiovanni menyimpulkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara kultur sekolah dan kualitas lulusan. Senada dengan
temuan Frymier dkk. Arief Achmad, http:www.pikiran-rakyat.com cetak1004110310.htm bahwa iklim sekolah seperti hubungan
interpersonal, lingkungan belajar kondusif, menyenangkan, moral dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
spirit berkorelasi secara signifikan dengan kepribadian dan prestasi akademik sekolah.
Sebuah kultur sekolah akan terwujud jika semua komponen turut ikut andil didalamnya, karena hubungan kekerabatan individu merupakan
kunci sebuah sistem. Suasana disiplin, keakraban, saling menghargai, dan menghormati tentunya tidak boleh diabaikan. Peran kultur sekolah adalah
untuk memperbaiki kinerja sekolah, membangun komitmen warga sekolah, serta membuat suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan
belajar, semangat terus maju, dorongan bekerja keras dan tidak mudah mengeluh Arief Achmad, http:www.pikiran-rakyat.comcetak
1004110310.htm. Kultur sekolah yang positif menghargai kesuksesan, menekankan
pencapaian dan kolaborasi, serta mengikat suatu komitmen pada staf dan siswa untuk belajar. Menyalahkan siswa atas prestasinya, menghindari
kolaborasi, dan selalu ada pertentangan antar warga sekolah merupakan kultur sekolah yang negatif. Kultur sekolah yang negatif mestinya diubah
kearah positif. Untuk mengubahnya kepala sekolah harus memahami kultur yang ada, mengubah variasi hubungan antar warga sekolah,
perubahan dilakukan melalui dialog, perlahan-lahan dengan kesabaran, dan komitmen, serta perubahan dimulai dari atas dengan contoh perubahan
yang bersifat keteladanan. Kultur sekolah yang positif akan menghasilkan produk kultur yang baik pula, seperti peningkatan kinerja individu dan
kelompok, peningkatan kinerja sekolah atau institusi, terjamin hubungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
yang sinergis diantara warga sekolah, tugas dilaksanakan dengan perasaan senang, timbul iklim akademik, kompetisi dengan kolaborasi, serta
interaksi yang menyenangkan. Kultur sekolah yang kondusif, antara lain, ditandai dengan adanya
iklim terbuka open climate, budaya positif positive culture, budaya terbuka open culture, dan suasana batin yang menyenangkan enjoyable
spiritual atmosphere diantara warga sekolah. Kultur sekolah yang kondusif akan tampak dan tercermin dalam struktur organisasi sekolah,
deskripsi tugas sekolah, kebijakan dan aturan, tata tertib sekolah, kepemimpinan dan hubungan, acara atau ritual, serta penampilan fisik
Arief Achmad, http:www.pikiran-rakyat.comcetak1004110310.htm. 2.
Dimensi Kultur Sekolah Kultur dapat diklasifikasikan ke dalam 6 enam tingkatan atau
lapisan layers yaitu: 1 a national level, 2 a regional level etc, 3 a gender level, 4 a generation level, 5 a social class level, dan 6 an
organization or corporate level Hofstede, 1994:10. Pada tingkat nasional, kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup:
power distance from small to large, collectivism versus individualism, femininity versus masculinity, dan uncertainty avoidance from weak to
strong Hofstede, 1994:14. Dimensi power distance jarak kekuasaan merupakan tingkat
dalam nama kekuasaan anggota dalam institusi didistribusikan secara berbeda. Dimensi individualism individualisme menggambarkan suatu
34
masyarakat dalam mana pertalian antar individu cenderung menghilang artinya: individu cenderung memikirkan dirinya sendiri dan setelahnya
orang lain. Sedangkan dimensi collectivism kolektivisme menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu-individu menjadi anggota
sekolah kemudian diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal terhadap kelompok tersebut. Dimensi masculinity
maskulinitas menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan yang jelas. Sementara, dimensi femininity feminitas
menunjukan suatu kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan tidak jelas. Dimensi uncertainty avoidance ketidakpastian
menunjukan suatu kelompok masyarakat dimana individu-individu akan merasa terancam dalam suatu kondisi ketidakpastian ketidaktahuan
situasi. Menurut Hofstede 1994:33,61,90,119 pada tingkat sekolah,
dimensi power distance jarak kekuasaan mencakup indikator antara lain: perlakuan guru terhadap para siswa sama, proses pemelajaran terpusat
pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik, komunikasi dua arah di kelas, peran orang tua pada anak di sekolah, aturan
dan norma dalam sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan orang tua diuntungkan dengan proses pembelajaran di sekolah. Dimensi
collectivism versus individualism mencakup indikator antara lain: kebebasan mengemukakan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat
penerimaan diri oleh orang lain, sikap positif dalam mengerjakan tugas, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dan tujuan berprestasi. Dimensi femininity versus masculinity mencakup indikator antara lain: suasana kompetisi di kelas, berorientasi pada prestasi
dan kompetensi guru. Sedangkan dimensi uncertainty avoidance mencakup indikator yang meliputi: tingkat penerimaan siswa pada
kekurangan guru, kejelasan guru dalam menerangkan, dan adanya kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua.
E. Bakat Kewirausahaan