1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia membutuhkan banyak sumber daya manusia SDM yang berkualitas di berbagai bidang. SDM tersebut diperlukan untuk mendukung
upaya pencapaian efisiensi dan efektifitas penyelesaian pekerjaan-pekerjaan. Satu sektor yang dapat menjadi pendukung utama mewujudkan SDM
berkualitas adalah pendidikan, baik formal maupun non formal. Sebagai salah satu jenjang pendidikan formal,sekolah menengah
kejuruan SMK bertujuan menghasilkan lulusan yang siap kerja dan mempunyai keterampilan. Sayangnya, realitas di lapangan menunjukkan
kondisi yang tidak ideal sesuai tujuan tersebut. Jumlah lulusan SMK masih banyak yang menganggur. Pada tahun 2004 misalnya, jumlah pengangguran
dari berbagai jenjang pendidikan untuk daerah perkotaan berjumlah 5.433.944 orang. Sedangkan untuk daerah pedesaan sebanyak 4.817.407 orang. Dari
jumlah tersebut, jumlah lulusan SMK yang menganggur untuk daerah perkotaan berjumlah 906.845 orang. Sedangkan jumlah pengangguran lulusan
SMK dari daerah pedesaan berjumlah 347.498 orang BPS,2004: 264,267. Berdasarkan data-data tersebut tampak jelas bahwa kemampuan pihak SMK
untuk mewujudkan tujuannya masih diragukan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan lulusan SMK masih banyak
yang menganggur. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
sinambungnya keluaran pendidikan dengan keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja, kecilnya keinginan untuk mengembangkan diri, dan terbatasnya
informasi tentang dunia kerja. Padahal sekolah menengah kejuruan SMK memiliki peran yang strategis. SMK dapat menghasilkan lulusan yang lebih
terampil jika dibandingkan sekolah menengah umum dan mampu membuka lapangan kerja sendiri dengan bekal kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya. Bekal kemampuan dan keterampilan lulusan SMK bukan hanya didapatnya melalui pendidikan dan pelatihan di sekolah tetapi juga pada dunia
kerjadunia usaha. Dengan demikian dapat dikatakan semakin baik pelaksanaan diklat di sekolah dan dunia usaha, maka akan semakin
memperbaiki pengetahuan dan keterampilan lulusan yang selanjutnya berdampak pada kecerdasan emosional siswa untuk berwirausaha.
Derajat hubungan antara pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan tingkat kecerdasan emosional siswa dalam berwirausaha diduga berbeda pada
kultur keluarga yang berbeda. Keluarga merupakan faktor utama dalam perkembangan berwirausaha siswa karena keberadaan siswa di rumah lebih
lama dibandingkan dengan keberadan siswa di sekolah. Orang tua dapat membantu anak dengan menciptakan situasi belajar kewirausahaan di
lingkungan keluarga Wasty Soemanto, 2002:96. Setiap keluarga menjalankan kultur yang berbeda sehingga nilai-nilai yang dianut tiap siswa
akan berbeda. Pada kultur keluarga yang bercirikan power distance kecil yang tampak pada berani mengatakan yang benar, menghormati secara formal dan
mengakui perbedaan, dan tidak tergantung pada orang tua, yang bercirikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
individualism yang tampak pada demokratis dalam keluarga, mampu mengelola keuangan, tidak diwajibkan mengikuti perayaan atau pesta dalam
keluarga, dan merasa bersalah jika melanggar peraturan, yang bercirikan masculinity yang tampak pada adanya jarak antara orang tua dan anak,
perbedaan peran orang tua, dan suka tantangan, yang bercirikan uncertainty avoidance lemah yang tampak pada mampu bertoleransi terhadap situasi yang
tidak pasti, dan memiliki aturan, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendididikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan
cenderung tinggi. Sedangkan, pada kultur keluarga yang bercirikan power distance sangat besar yang tampak pada adanya otoritas orang tua
berpengaruh terus menerus sepanjang hidup, ketaatan kepada norma keluarga, dan bergantung pada orang lain, yang bercirikan collectivism yang tampak
pada kesetiaan pada kelompok, upacara keagamaan yang tidak boleh dilupakan, merasa malu jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi
tempat bersatunya anggota keluarga, yang bercirikan femininity yang tampak pada peran wanita yang lebih rendah dari pria dan belajar bersama menjadi
rendah hati, yang bercirikan uncertainty avoidance kuat yang tampak dari keluarga menjadi tempat belajar dan kurang mampu menghadapi situasi yang
tidak pasti, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendididikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan cenderung rendah.
Sebagian waktu anak juga dihabiskan didalam lingkungan sekolah sehingga sekolah berperan penting dalam perkembangan emosional anak.
Sekolah merupakan penghubung siswa dengan dunia usaha, karena siswa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang berupa teori tetapi juga menerapkannya dalam dunia usaha. Setiap sekolah mempunyai kultur yang
berbeda sehingga nilai-nilai yang diacu pada tiap siswa akan berbeda. Pada kultur sekolah yang bercirikan power distance kecil yang tampak
dari perlakuan guru terhadap siswa sama, proses pemelajaran terpusat pada siswa, dan kesempatan bertanya, yang bercirikan individualism yang tampak
dari kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, dan sikap positif dalam mengerjakan
tugas, yang bercirikan masculinity yang tampak dari suka kompetisi dan berorientasi pada prestasi, yang bercirikan uncertainty avoidance lemah yang
tampak dari kejelasan guru dalam menerangkan materi pelajaran dan kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua, maka derajat pengaruh
pelaksanaan pendididikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan cenderung tinggi. Sedangkan, pada kultur sekolah yang
bercirikan power distance besar yang tampak dari adanya komunikasi satu arah di kelas, kurang berani mengembangkan kemampuan dan bakat, dan
adanya hukuman fisik jika melanggar peraturan, yang bercirikan collectivism yang tampak dari kurang berani dalam mengungkapkan pendapat dan
tergantung pada orang lain, yang bercirikan femininity yang tampak dari lebih mengutamakan kinerja kelompok dan kurang berani mengambil resiko, yang
bercirikan uncertainty avoidance kuat yang tampak dari siswa menganggap guru selalu benar dan menolak kekurangan guru, maka derajat pengaruh
5
pelaksanaan pendididikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan cenderung rendah.
Bakat kewirausahaan adalah kemampuan untuk kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencapai peluang untuk
menuju sukses, yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih. Bakat merupakan faktor intern yang mempengaruhi perkembangan
emosional siswa. Setiap siswa mempunyai bakat yang berbeda pada bakat kewirausahaan yang bercirikan kreatif, berani menanggung resiko, rasa
inisiatif yang tinggi, kemampuan bekerjasama dalam kelompok, percaya diri, mandiri, mampu menyesuaikan diri, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi,
mampu mengenali masalah, semangat yang tinggi, mempunyai alternatif keputusan, disiplin, mementingkan hasil pekerjaan, menyukai kegiatan
intelektual, berorientasi pada hasil, mampu bertahan dalam tekanan, dan mampu mengendalikan aktivitas maka derajat pengaruh pelaksanaan diklat
terhadap kecerdasan emosional siswa akan lebih tinggi. Sebaliknya, pada bakat yang bercirikan tidak kreatif, takut menanggung resiko, tidak bisa
berinovasi, tidak suka membantu orang lain, pesimis, ketergantungan pada orang lain, tidak mampu menyesuaikan diri, kurangnya wawasan, tidak peka
terhadap masalah, tidak adanya inisiatif, tidak mampu mengatur waktu, sombong, mementingkan diri sendiri, tidak suka kegiatan intelektual, dan
berorientasi jangka pendek maka derajat pengaruh pelaksanaan diklat terhadap kecerdasan emosional siswa akan lebih rendah.
6
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor yang menentukan tingkat kecerdasan siswa untuk berwirausaha. Peneliti lebih lanjut
ingin menginvestigasi apakah pada kutur keluarga, kultur sekolah dan bakat yang berbeda derajat hubungan antara pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
dengan tingkat kecerdasan emosional dalam berwirausaha berbeda. Penelitian
ini akan dituangkan dalam judul “Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Diklat terhadap Kecerdasan Emosional ditinjau dari Kultur
Keluarga, Kultur Sekolah dan Bakat Kewirausahaan ”. Penelitian ini
merupakan survei terhadap siswa-siswa pada 6 SMK jurusan teknik mekanik otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
yang telah menjalankan pendidikan dan pelatihan diklat.
B. Batasan Masalah