Hasil Pengaruh pemberian variasi dosis seduhan bubuk kopi robusta (Coffea canephora) Manggarai terhadap efek laksatif pada tikus putih betina.

konsistensi feses normal, yaitu kadar air 45-56. Sementara itu, kelompok tikus pada kontrol positif yang diberi Dulcolax memiliki konsistensi feses agak lembek, yaitu kadar air 57-68. Kelompok tikus pada kontrol negatif yang diberi air hangat suhu 40 C memiliki konsistensi feses keras, yaitu kadar air 45. Gambar 4.3 Feses basah tikus putih betina setelah diberikan perlakuan bahan uji: a terdapat feses agak lembek pada kelompok kontrol positif Dulcolax, b feses padat normal pada ketiga kelompok variasi dosis kopi Robusta Manggarai, dan c kelompok kontrol negatif air hangat tidak mengalami defekasi pada 2 ulangan tikus. Sumber: Dokumentasi pribadi. 3. Mula Kerja Bahan Uji Selama pengambilan data, diperoleh data tambahan mengenai mula kerja bahan uji, yaitu sebagai berikut: Tabel 4.2 Mula kerja bahan uji Ulangan K3 K2 K1 A D 1 1:22 0:13 0:14 - 1:22 2 0:40 1:16 1:08 1:07 2:26 3 0:57 0:11 0:40 - 0:22 4 1:00 1:39 1:45 2:08 - Keterangan: - tidak mengalami defekasi Mula kerja bahan uji diketahui dengan menghitung selisih antara waktu defekasi pertama kali dengan waktu pemberian bahan uji. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa K2 kopi dosis 0.3 g200gBB merupakan bahan uji dengan mula kerja laksatif tercepat dimana tikus mulai berdefekasi pada menit ke 0:11 dan 0:13 setelah diberikan kopi Robusta Manggarai peroral.

B. Pembahasan 1.

Pengaruh Pemberian Variasi Dosis Seduhan Bubuk Kopi Robusta Coffea canephora Manggarai terhadap Frekuensi Defekasi pada Tikus Putih Betina Berdasarkan data pada grafik 4.1, perlakuan Dulcolax menghasilkan rerata frekuensi defekasi yang lebih tinggi di antara perlakuan lainnya. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa dosis K2 0.3 g200gBB menghasilkan defekasi dengan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dosis K1, K3, dan kontrol negatif air hangat. Hal ini menunjukkan bahwa kopi pada dosis K2 memiliki efek laksatif yang efektif karena rerata frekuensi defekasi yang ditimbulkan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol negatif air hangat walaupun tidak sekuat atau seefektif Dulcolax. Kafein dan Dulcolax memiliki persamaan yaitu jenis laksatif stimulan yang bekerja pada kolon. Dalam penelitian Rao dkk 1998 dijelaskan bahwa kopi yang berkafein menstimulasi pergerakkan pada kolon, 60 lebih kuat daripada air. Dosis K2 pada tikus putih merupakan hasil dari konversi dosis kopi pada manusia yaitu 12.5 g bubuk kopi per hari yang setara 2 sdm bubuk kopi. Pada umumnya, masyarakat membuat segelas kopi dengan menyeduh 1 sdm bubuk kopi dengan air mendidih. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mengonsumsi 2 gelas kopi per hari dapat mengobati konstipasi pada wanita. Dalam 12.5 g bubuk kopi Robusta Manggarai terkandung 50 mg kafein dimana sesuai dengan SNI 01-7152- 2006 tentang batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman untuk manusia yaitu 50 mgsajian dan 150 mghari. Kopi Robusta Manggarai dikenal sebagai kopi pa’it berarti kopi pahit. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kopi Robusta memiliki rasa yang kuat dan asam atau pahit serta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi daripada kopi Arabika Panggabean, 2011. Berdasarkan hasil pengujian sampel bubuk kopi Robusta Manggarai di LPPT UGM, diketahui bahwa kandungan kafein pada 100 gr bubuk kopi adalah 0,4 bb yang berarti bahwa dalam 1 gram bubuk kopi terdapat 4 mg kafein Lampiran IV. Komponen dalam kopi Robusta yang menstimulasi terjadinya defekasi adalah kafein atau nama senyawa kimianya adalah 1,3,7-Trimethylxanthine. Menurut Kingston 2015, ketika mengonsumsi kopi, kafein diabsorpsi melalui saluran pencernaan dan dapat tinggal di dalam sistem tubuh selama empat hingga enam jam. Sesampainya di hati, kafein dipecah menjadi 3 senyawa yaitu paraxanthine, theobromine, dan theophylline. Jumlah senyawa theophylline lebih sedikit dibandingkan dengan kedua senyawa lainnya. Senyawa theophylline berfungsi untuk merelaksasi otot halus pada saluran pencernaan dan pernapasan Kingston, 2015. Selain senyawa theophylline, kandungan triasilgliserol atau lemak nabati minyak pada kopi juga mempengaruhi efektivitas kopi sebagai laksatif. Minyak dapat menjadi pelumas feses sehingga memungkinkan feses untuk bergerak lebih mudah di sepanjang usus lalu keluar melalui anus. Kelompok tikus yang diberi kopi dosis K2 memiliki rerata frekuensi defekasi yang tinggi namun tidak sekuat Dulcolax. Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhinya yaitu kondisi kopi dan kondisi hewan coba. a. Kondisi kopi  Bubuk kopi Robusta Manggarai yang digunakan memiliki tingkatan gilingan levels of grind bervariasi, yaitu medium, medium-fine, dan fine seperti ditunjukkan pada gambar 4.4 dan 4.5 berikut. Gambar 4.4 Tingkatan gilingan bubuk kopi Kingston, 2015 Gambar 4.5 Tingkatan gilingan bubuk kopi Robusta Manggarai, yaitu: a medium, b medium-fine, dan c fine Sumber: Dokumentasi pribadi Tingkatan gilingan tersebut diperoleh karena biji kopi tidak digiling dengan grinder khusus kopi melainkan dengan alat giling pada umumnya. Kingston 2015 menjelaskan bahwa alat giling domestik tidak dapat menggiling biji kopi yang telah disangrai hingga level fine. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa bubuk kopi memiliki bagian yang area permukaannya sedikit luas. Hal ini mempengaruhi kadar kafein yang terkandung dalam minuman kopi. Hasil gilingan kopi yang lebih halus memberikan area permukaan yang lebih luas bagi kopi untuk bercampur dengan air sehingga ekstraksi kafein lebih sempurna Kingston, 2015. Semakin sedikit kafein yang terekstraksi maka semakin sedikit kafein yang masuk ke dalam tubuh tikus. Ketika sampai di hati, kafein diubah menjadi senyawa theophylline dalam jumlah yang sangat sedikit. Senyawa theophylline berfungsi untuk merelaksasikan otot halus pada saluran pencernaan. Dengan demikian, jika jumlah kafein yang dapat masuk ke dalam tubuh sedikit maka jumlah senyawa theophylline yang dipecah juga sedikit. Hal tersebut menghasilkan frekuensi defekasi yang rendah. Gambar 4.6 Senyawa theophylline Kingston, 2015

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var. Robusta) TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI PROSTAT PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) STRAIN WISTAR JANTAN

2 10 22

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var. Robusta) TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI PANKREAS PADA TIKUS PUTIH (Ratus Novergicus) STRAIN WISTAR JANTAN

3 21 23

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var. Robusta) TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI OTAK PADA TIKUS PUTIH STRAIN WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus)

0 18 19

PENGARUH SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var robusta) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) STRAIN WISTAR

5 35 22

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var. Robusta ) SUBKRONIK TERHADAP TEKANAN DARAH DAN PRODUKSI URINE PADA TIKUS PUTIH STRAIN WISTAR JANTAN (Rattus novergicus Strain wistar)

0 27 25

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephoravar. Robusta) TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) STRAIN WISTAR JANTAN

2 16 26

Uji aktivitas antioksidan pada ekstrak biji kopi robusta (Coffea canephora) dengan metode DPPH

2 14 44

Uji aktivitas antioksidan ekstrak biji kopi robusta (Coffea canephora) dengan metode DPPH

16 56 44

Perbandingan Efek Seduhan Kopi Robusta (Coffea canephora) dan Seduhan Kopi Arabica (coffea arabica) Terhadap Tekanan Darah Wanita Dewasa.

0 0 21

Pengaruh pemberian variasi dosis seduhan bubuk kopi robusta (Coffea canephora) Manggarai terhadap efek laksatif pada tikus putih betina

0 1 155