Cara Kerja Pengaruh pemberian variasi dosis seduhan bubuk kopi robusta (Coffea canephora) Manggarai terhadap efek laksatif pada tikus putih betina.

Seduhan didiamkan hingga suhu 40 C kemudian dimasukkan ke dalam spoit-spoit yang telah dilabeli. 5 Seduhan gambir diberikan kepada tikus secara oral menggunakan sonde oral yang dipasangkan pada spoit setiap pukul 12:00 WIB. Pemberian oral dilakukan selama 1 menit untuk 1 ekor tikus. 6 Pada hari kedua, setelah diberikan seduhan ekstrak gambir, tikus juga dipuasakan yaitu dengan tidak memberi minum selama 18 jam terhitung sejak pukul 15:30-09:30. Tikus tetap diberi pakan BR2. Hal ini merupakan perlakuan tambahan untuk mengurangi asupan cairan sehingga tikus mengalami sembelit. 2. Tahap Pemberian Bahan Uji Sebelum pemberian bahan uji, peneliti memastikan bahwa tikus sedang mengalami sembelit dengan cara membandingkan berat feses tikus di pagi hari terhitung sejak pukul 12:30-08:30 WIB antara sebelum dan sesudah diinduksi seduhan ekstrak gambir selama dua hari. Penurunan berat feses di pagi hari berkorelasi dengan berkurangnya frekuensi defekasi pada tikus. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa tikus sedang mengalami konstipasi sembelit. Penelitian ini menggunakan 4 ulangan hewan coba sehingga diperlukan 4 hari untuk memberikan bahan uji untuk setiap ulangan. Setiap ulangan terdiri atas 5 ekor, yang merupakan perwakilan dari kelima kelompok perlakuan yaitu kelompok dosis kopi Robusta maksimum, medium, dan minimum serta kontrol positif Dulcolax dan negatif air hangat. Tahap-tahap pemberian bahan uji sebagai berikut: a. Penimbangan bobot setiap tikus b. Perhitungan volume dosis peroraltikus Dosis tertinggi kopi Robusta Manggarai yaitu 0.6 g200gBB, diberikan kepada tikus peroral dengan volume maksimum yaitu 5 ml. Dosis kedua yaitu 0.3 g200gBB, diberikan kepada tikus dengan membagi 2 nilai volume dosis maksimum sehingga diperoleh volume dosis peroral yaitu 2.5 ml. Dosis ketiga yaitu 0.15 g200gBB, diberikan kepada tikus dengan membagi 4 nilai volume dosis maksimum sehingga diperoleh volume dosis peroral yaitu 1.25 ml. Dulcolax dan air hangat diberikan kepada tikus dengan volume dosis peroral adalah 5 ml. c. Pelabelan spoit-spoit berdasarkan volume dosis peroral d. Tikus dipuasakan yaitu dengan tidak memberi pakan selama 1 jam sebelum pemberian bahan uji. e. Air sebanyak 1000 ml direbus hingga mendidih. Air ini digunakan untuk membuat seduhan kopi dan Dulcolax serta didiamkan hingga suhu 40 C untuk kontrol negatif. f. Penyeduhan kopi Robusta Manggarai Penyeduhan dilakukan untuk dosis tertinggi saja. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pembagian volume dosis peroral untuk ketiga kelompok dosis kopi Robusta Manggarai. Hasil perhitungan konsentrasi untuk seduhan bubuk kopi Robusta pada dosis tertinggi berdasarkan rumus 4.2 adalah 0.6 g bubuk kopi Robusta diseduh dalam 5 ml air yang nilainya setara dengan 6 g bubuk kopi Robusta diseduh dalam 50 ml air mendidih 93-95 C. Dari hasil penyeduhan ini diambil tiga variasi volume dosis peroral kopi Robusta Manggarai yaitu 5 ml, 2.5 ml, dan 1.25 ml. Penyeduhan lama ekstraksi dilakukan selama 5 menit lalu dilakukan penyaringan dengan kain saring untuk memisahkan ampas kopi. Hal ini dilakukan agar seduhan dapat masuk ke dalam spoit dan sonde oral yang akan digunakan. Seduhan didiamkan hingga suhu 40 C kemudian dimasukkan ke dalam spoit-spoit yang telah dilabeli. g. Melarutkan Dulcolax Dulcolax dihaluskan terlebih dahulu dengan menggunakan mortar. Hasil perhitungan konsentrasi untuk seduhan Dulcolax berdasarkan rumus 4.2 diperoleh 0.252 mg Dulcolax diseduh dalam 5 ml air mendidih. Dulcolax dilarutkan selama 5 menit kemudian didiamkan hingga suhu 40 C lalu dimasukkan ke dalam spoit-spoit yang telah dilabeli. h. Sebanyak 5 ml air mendidih suhu 40 C dimasukkan ke dalam spoit untuk kontrol negatif. i. Seduhan bubuk kopi Robusta Manggarai, Dulcolax, dan air hangat diberikan kepada tikus secara oral menggunakan sonde oral yang dipasangkan di ujung spoit pada pukul 09:30-11:30 WIB. Pemberian oral dilakukan selama 1 menit untuk 1 ekor tikus. 3. Tahap Pengambilan Data a. Pengamatan frekuensi defekasi Frekuensi defekasi diamati selama 6 jam terhitung dari waktu pemberian seduhan bahan uji. Berikut adalah lembar pengambilan data frekuensi defekasi pada tikus: Tabel 3.1 Lembar pengambilan data frekuensi defekasi tikus putih Hari, tanggal: Tikus 1 Waktu perlakuan:--:-- Tikus 2 Waktu perlakuan:--:-- Tikus 3 Waktu perlakuan:--:-- Tikus 4 Waktu perlakuan:--:-- Tikus 5 Waktu perlakuan:--:-- Waktu Defekasi Berat Basah Feses g Waktu Defekasi Berat Basah Feses g Waktu Defekasi Berat Basah Feses g Waktu Defekasi Berat Basah Feses g Waktu Defekasi Berat Basah Feses g Dst ∑ berat basah feses= ∑ berat basah feses= ∑ berat basah feses= ∑ berat basah feses= ∑ berat basah feses= ∑ berat kering feses= ∑ berat kering feses= ∑ berat kering feses= ∑ berat kering feses= ∑ berat kering feses= b. Pengamatan konsistensi feses Konsistensi feses ditentukan oleh kandungan air dalam feses dengan menghitung selisih berat feses basah dengan berat feses kering dalam , yang dikategorikan sebagai:  normal n dengan kadar air 45-56  agak lembek al dengan kadar air 57-68  lembek l dengan kadar air 69-80  cair c dengan kadar air 80 Feses tikus yang dikeluarkan setiap defekasi ditimbang berat basahnya lalu dikeringkan selama 19 jam terhitung sejak pukul 16:00- 11:00 pada suhu 24.9 - 28.4 C. Berikut adalah lembar pengambilan data konsistensi feses: Tabel 3.2 Lembar pengambilan data konsistensi feses tikus putih Kelompok Dosis Total berat feses basah dr ke-4 tikus- A gram Total berat feses kering dr ke-4 tikus -B gram Kadar air feses-C A-B gram Kadar air yg hilang CA x 100 Ket. 0.15 g200gBB 0.3 g200gBB 0.6 g200gBB Dulcolax Akuades Ket. diisi dengan kategori konsistensi feses

E. Metode Analisa Data

Data frekuensi defekasi dianalisis menggunakan uji statistik. Data tersebut diuji dengan metode Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui kenormalan distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas varian antar kelompoknya sebagai syarat analisis parametrik. Apabila data terdistribusi normal dan homogen maka dapat dilanjutkan dengan analisis variansi pola searah ANOVA one way dengan taraf kepercayaan 95 dan tingkat signifikan 0.05 untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Hipotesis terhadap uji Anova yaitu Ho: tidak ada perbedaan nilai frekuensi defekasi antar kelompok perlakuan dan Hi: ada perbedaan nilai frekuensi defekasi antar kelompok perlakuan. Data terbukti signifikan bila probabilitas sig 0.05 dan Hi diterima. Data terbukti tidak signifikan bila probabilitas sig 0.05 dan Ho diterima. Jika data terbukti signifikan maka dilanjutkan dengan uji Tukey untuk melihat perbedaan tiap kelompok. Namun, bila data tidak signifikan maka analisis data dicukupkan hingga uji ANOVA one way saja Siregar, 2014. F. Rancangan Pemanfaatan Hasil Penelitian dalam Pembelajaran Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan dalam pembelajaran SMAMA kelas XI semester II yaitu pada materi “Gangguan Sistem Pencernaan Makanan Manusia” dalam bentuk kegiatan menganalisis artikel penelitian secara berkelompok. Output dari kegiatan pembelajaran tersebut adalah siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah dan sosial, serta mampu menganalisis artikel penelitian yang disajikan dalam bentuk worksheet. 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pra penelitian menunjukkan bahwa induksi gambir dua hari sebelum perlakuan belum memberikan efek sembelit yang optimal pada tikus. Berat feses tikus berkorelasi dengan frekuensi defekasi yang ditimbang pada pagi hari antara sebelum diinduksi gambir dan dua hari setelah diinduksi gambir tidak berbeda jauh. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya konsumsi air oleh tikus yang dibuktikan oleh volume air pada botol minum yang cepat berkurang. Menurut Sharp and Villano 2012, tikus dapat meminum air 14 hingga 13 bobot badan setiap hari. Jika suhu lingkungannya meningkat maka konsumsi air juga semakin meningkat bahkan dapat melebihi konsumsi pakan per bobot badan. Berdasarkan teori tersebut, peneliti akhirnya memutuskan untuk mengurangi konsumsi air pada tikus selama 18 jam sebelum perlakuan untuk memberikan efek sembelit. Selain itu, penentuan pengurangan konsumsi air ini juga dilandasi teori dari Parker and Parker 2002 yang menyatakan bahwa salah satu penyebab konstipasi adalah kurangnya cairan yang masuk ke dalam tubuh. Berikut adalah kondisi feses sebelum dan sesudah diinduksi gambir yang diamati pada rentang waktu yang sama. Gambar 4.1 Kondisi feses tikus putih betina sebelum diinduksi gambir. Feses tampak basah, berukuran besar, dan banyak. Gambar 4.2 Kondisi feses tikus putih betina setelah diinduksi gambir selama 2 hari dan puasa minum 18 jam sebelum perlakuan. Feses tampak kering, berukuran kecil, dan sedikit.

A. Hasil

1. Frekuensi Defekasi Berikut adalah grafik yang menunjukkan rerata frekuensi defekasi pada tikus putih betina selama 6 jam setelah diberikan bahan uji. Grafik 4.1 Rerata frekuensi defekasi tikus putih betina selama 6 jam setelah diberikan perlakuan bahan uji Keterangan: K3 = Kopi dosis 0.6 g200gBB K2 = Kopi dosis 0.3 g200gBB K1 = Kopi dosis 0.15 g200gBB A = Air hangat, kontrol negatif D = Dulcolax, kontrol positif Grafik 4.1 menunjukkan bahwa dari kelima perlakuan bahan uji, pemberian Dulcolax kontrol positif menghasilkan rerata frekuensi defekasi tertinggi selama 6 jam setelah perlakuan. Selain itu, grafik 4.1 juga menunjukkan bahwa di antara ketiga kelompok dosis kopi Robusta Manggarai, dosis kopi 0.3 g200gBB K2 memiliki rerata frekuensi defekasi yang lebih tinggi daripada kedua dosis lainnya. Kelompok tikus 1 2 3 4 5 6 K3 K2 K1 A D k al i 6 j am Kelompok Dosis

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var. Robusta) TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI PROSTAT PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) STRAIN WISTAR JANTAN

2 10 22

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var. Robusta) TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI PANKREAS PADA TIKUS PUTIH (Ratus Novergicus) STRAIN WISTAR JANTAN

3 21 23

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var. Robusta) TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI OTAK PADA TIKUS PUTIH STRAIN WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus)

0 18 19

PENGARUH SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var robusta) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) STRAIN WISTAR

5 35 22

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora var. Robusta ) SUBKRONIK TERHADAP TEKANAN DARAH DAN PRODUKSI URINE PADA TIKUS PUTIH STRAIN WISTAR JANTAN (Rattus novergicus Strain wistar)

0 27 25

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephoravar. Robusta) TERHADAP PERUBAHAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) STRAIN WISTAR JANTAN

2 16 26

Uji aktivitas antioksidan pada ekstrak biji kopi robusta (Coffea canephora) dengan metode DPPH

2 14 44

Uji aktivitas antioksidan ekstrak biji kopi robusta (Coffea canephora) dengan metode DPPH

16 56 44

Perbandingan Efek Seduhan Kopi Robusta (Coffea canephora) dan Seduhan Kopi Arabica (coffea arabica) Terhadap Tekanan Darah Wanita Dewasa.

0 0 21

Pengaruh pemberian variasi dosis seduhan bubuk kopi robusta (Coffea canephora) Manggarai terhadap efek laksatif pada tikus putih betina

0 1 155