Perbedaan Employee Engagement dengan Konstruk Psikologi Lain
orang lain yang menghasilkan perasaan lengkap dan bahagia Giacalone Jurkiewicz, dalam Miller Ewest, 2011. Organisasi yang menerapkan
workplace spirituality mengakui bahwa manusia memiliki pikiran dan jiwa,
berusaha mencari makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka, memiliki hasrat untuk berhubungan dengan orang lain serta menjadi bagian dari sebuah
komunitas Robbins Judge, 2008. Robbins 2006 menyatakan bahwa penerapan workplace spirituality dalam organisasi menjadikan sebuah
organisasi tersebut lebih unggul dan lebih maju dibanding organisasi yang lain. Krishnakumar dan Neck 2002 menyatakan bahwa penelitian mengenai
penerapan workplace spirituality memberi dampak yang positif pada kreativitas, kejujuran dan kepercayaan, pemenuhan personal, performansi
organisasi dan komitmen. Hal ini menyebabkan banyak organisasi tertarik menerapkan workplace spirituality untuk mengikat hati dan pikiran karyawan
Pfeffer, dalam Saks, 2011. Dalam penelitian ini, hal yang akan diteliti adalah hubungan antara
dimensi workplace spirituality dengan employee engagement, yaitu 1 meaningful work
dengan employee engagement, 2 sense of community dengan employee engagement,
dan 3 alignment with organizational values dengan employee engagement.
Meaningful work dipahami sebagai adanya makna dan tujuan mendalam
dari pekerjaan Milliman, Czaplewski Ferguson, 2003. Dimensi ini fokus pada interaksi karyawan dengan pekerjaan mereka dari hari ke hari di level
individu Milliman, Czaplewski Ferguson, 2003. Karyawan dengan
meaningful work yang tinggi dapat dikarakteristikkan dengan karyawan
menikmati pekerjaan, merasa hidup karena pekerjaan, serta mendapat makna dan tujuan personal Milliman, Czaplewski Ferguson, 2003. Karyawan
dengan meaningful work tinggi akan mengalami bagaimana pekerjaannya berdampak pada visi dan strategi organisasi serta klien. Hal ini menjadikan
karyawan akan terikat dengan pekerjaannya. Sementara itu, karyawan dengan meaningful work
yang rendah tidak menikmati pekerjaannya, kurang bersemangat dengan pekerjaan dan tidak mendapat makna serta tujuan
personalnya. Karyawan tidak mengalami bagaimana pekerjaan mereka memiliki dampak pada visi dan strategi organisasi serta klien, sehingga
karyawan cenderung tidak terikat. Sense of community
dipahami sebagai karyawan yang memiliki hubungan mendalam dengan orang lain Ashmos Duchon, 2000. Dimensi ini fokus
pada perilaku individu di tingkat kelompok dan fokus pada interaksi karyawan dengan rekan kerjanya. Karyawan dengan sense of community yang tinggi
memiliki perasaan terhubung dengan rekan kerja, perasaan saling mendukung satu sama lain, dan terhubung dengan tujuan bersama Milliman,
Czaplewski Ferguson, 2003. Karyawan yang mengalami hal ini akan memiliki hubungan yang positif dengan rekan kerjanya dan lebih menikmati
pekerjaannya, sehingga
karyawan akan
terikat engaged
dengan pekerjaannya. Sementara itu, karyawan dengan sense of community yang
rendah tidak memiliki perasaan terhubung dengan rekan kerja, tidak merasakan adanya dukungan satu sama lain dan terlepas dari tujuan bersama.