Buku Panduan Sumber dan Mekanisme Pendanaan Sektor Sanitasi
6. Ikhtisar Sumber–Sumber Pendanaan Saat Ini
Rincian mengenai sumber-sumber pembiayaan yang ada saat ini sudah diberikan dalam Catatan Kerja 12, dalam ISSDP 1. Informasi praktis seperti efektivitas, mekanisme serta bagaimana mengaplikasikan dan mengaksesnya
akan dibahas kembali pada bab 9. Pembahasan masing–masing sumber pendanaan dan mekanismenya akan membahas sumber–sumber pendanaan yang sudah ada saat ini dan bagaimana optimalisasinya. Di samping
itu, juga akan membahas sumber–sumber pendanaan potensial yang dalam waktu dekat dapat diakses -dengan beberapa prakondisi yang harus dipenuhi oleh Pemerintah.
Tabel 6. 1 Sumber-sumber pendanaan sanitasi saat ini
Saat ini, pembangunan sanitasi masih mengandalkan dana APBN dan APBD. Di tingkat Pemerintah Pusat, pendanaan sanitasi fisik masih mengandalkan dana Kementerian dan Lembaga KL terutama DPU. Sementara
untuk pembangunan sanitasi non-fisik software pendanaan tersedia dari Depkes, Depdagri, KLH, dan Bappenas. Secara umum sumber pendanaan KL, masih mengandalkan pendapatan negara, hibah dan pinjaman. Dalam
kurun 5 tahun terjadi peningkatan, walau tidak signifikan, namun masih berkisar 1 dari belanja APBN. Beberapa sumber pendanaan Pemerintah Pusat seperti dana desentralisasi DAKDAU, dana dekonsentrasi dan tugas
perbantuanTP, kredit mikro, dana infrastruktur, dan lain-lain, ternyata masih ada kendala mengaksesnya untuk pembanguna sanitasi.
Di tingkat Pemerintah Daerah kondisinya beragam. Kabupatenkota yang telah mendapat bantuan berupa technical assistance
mengenai pemahaman sanitasi dari fasilitator Pemerintah PU, Depkes ataupun donor AusAID,USAID, UNICEF, Bank Dunia, Hibah Belanda, dan lain-lain cenderung punya anggaran sanitasi lebih besar
dari kabupatenkota lainnya yang belum tersentuh bantuan peningkatan kapasitas. Bahkan kota–kota yang telah punya dokumen perencanaan sanitasi kota, belanja sanitasinya rata–rata 4 dari total belanja APBD. Sementara
itu rata–rata Pemda KabupatenKota di Indonesia, belanja sanitasinya masih berkisar 1 dari total belanja APBD. Sumber–sumber pendanaan yang digunakan, di tingkat Pemerintah Kota, sebagian besar masih menggunakan
APBD belanja modal, DAK, dan dana vertikal KL. Sedangkan yang berasal dari sumber pendanaan potensial lainnya seperti SILPA, dana cadangan, penyertaan Pemda, dan dari instansi vertikal dengan skema RPIJM-PU,
jumlahnya masih relatif kecil.
1 2
3 4
5 Pem. Pusat
Pem. Provinsi Pem. KabKota
Donor Swasta
1.1 APBN
2.1 Hibah
Provinsi 3.1
APBD 4.1
Pinjaman, Kredit
mikro 5.1
Pinj. Bank ko- mersial, kredit
mikro, dana bergulir
1.2 Hibah
2.2 Pinjaman
3.2 SILPA
4.2 Hibah
5.2 Investasi
Swasta, ter- masuk PPP, PSP,
1.3 Pinj. LN
3.3 Dana
Cadangan, dana ber-
gulir 5.3
Bentuk khusus investasi
swasta sewa, BOT
1.4 Mikrokredit
5.4 Hibah, CSR
5.5 Tarif kontribu-
si pengguna
Buku Panduan Sumber dan Mekanisme Pendanaan Sektor Sanitasi
Buku Panduan Sumber dan Mekanisme Pendanaan Sektor Sanitasi
7. Permasalahan dalam Mengakses Pendanaan Saat Ini
7.1 Faktor Pembatas
Beberapa faktor, baik dari segi keuangan maupun non-keuangan, teridentifikasi dapat menghambat peluang alokasi anggaran dan pembiayaan kegiatan sanitasi. Faktor–faktor penghambat yang timbul tersebut dapat
diidentifikasi pada berbagai level pemerintahan berikut ini:
7.1.1 Pemerintah Pusat
Aspek Kelembagaan Kementerian dan Lembaga KL yang terkait sanitasi PU, Depdagri, Depkes, KLH memiliki koordinasi relatif lemah
baik horizontal antar KL maupun vertikal KL dengan SKPD, maupun Pokja Pusat dengan Pokja Sanitasi Kota. Masing–masing KL mengerjakan program dan kegiatan sanitasi, namun seolah tidak saling memberi informasi
atas apa yang telah dilakukan. Akibatnya, sering terjadi duplikasi pembiayan namun tidak berdampak signifikan. Sebagai contoh, DPU dan KLH mengerjakan subsektor persampahan, namun koordinasi kedua KL lemah. Sebagai
akibatnya, instansi vertikal dibawahnya kesulitan menjalankan program dan kegiatan. Perbedaan pandangan mengenai beberapa hal penting antara KL terkait sanitasi, juga menyebabkan Pemda sulit memanfaatkan
beberapa sumber dan mekanisme pendanaan.
Perencanaan Anggaran Kendala pendanaan sektor sanitasi adalah pada besarnya alokasi anggaran sanitasi KL, dan sanitasi belum menjadi
program prioritas. Dari 3 KL yang punya alokasi dana pembangunan sanitasi DPU, Depkes, KLH, total alokasi anggarannya pada 2008 “hanya” sekitar Rp 1 triliun atau kurang dari 1 dari total belanja APBN. Hal ini karena KL
tersebut secara internal harus bersaing dengan sektor lain yang telah eksis sebelumnya dan menjadi prioritas Pemerintah jalan dan air minum. Dengan kata lain, sanitasi belum menjadi sektor prioritas pada KL terkait.
Faktor lain adalah tidak sinkronnya perencanaan Pemerintah Pusat dengan perencanaan Pemerintah Daerah. Padahal, apabila Pemda melakukan sinkronisasi program kegiatannya dengan Pemerintah Pusat, sebetulnya
banyak dana dapat diakses Pemerintah Daerah. Misalnya, pembangunan sarana sanitasi di Banjarmasin yang menggunakan kombinasi dana PU-CK melalui skema RPIJM dan dana dari donor, yang notabene belum banyak
Pemda menggunakan skema tersebut.
Sebagai kementerian yang memiliki alokasi anggaran sanitasi terbesar, PU cq Ditjen Cipta Karya pada tahun 2008 memiliki anggaran sanitasi di bawah Rp 900 miliar. Walaupun hampir mencapai 80 dari total anggaran sanitasi
nasional, namun secara internal anggarannya hanya 2,5 dari total anggaran PU. Maka dapat dibayangkan betapa kecilnya alokasi anggaran sanitasi di KL yang menjadi anggota Tim Teknis Pembangunan Sanitasi TTPS lainnya,
namun tupoksinya tidak menyentuh langsung sanitasi. .
Tabel 7. 1 Anggaran Sanitasi Ditjen Cipta Karya–DPU
Sumber : DPU – CK, 2009 Walaupun peranannya besar dalam pembangunan sanitasi, KL lain seperti Bappenas, Depkes, Depdagri, dan KLH,
namun alokasi anggaran sanitasinya masih relatif kecil kecuali Depkes. Ini karena sistem penganggaran yang ada tidak memungkinkan untuk mengakomodasi pendanaan sanitasi pada 3 subsektor persampahan, air limbah,
dan drainase lingkungan. Sistem penganggaran yang ada membagi alokasi anggaran berdasarkan program dan kegiatan, yang sesuai dengan tupoksi masing–masing KL. Dengan demikian, praktis hanya Kementerian PU yang
dapat mengakomodasi alokasi anggaran sanitasi dalam 3 subsektornya. Sementara KL lain hanya mendukung salah satu subsektor sanitasi atau melalui program non-fisik. Selain hal tersebut, akibat lainnya adalah, KL yang
anggaran terkait sanitasinya kecil tersebut kesulitan membagi tugas dalam kelompok kerja nasional dalam Tim Teknis Pembangunan Sanitasi TTPS.
Tahun Total APBN
Anggaran DPU Anggaran untuk
Sanitasi dari total ang-
garan DPU dari total
Belanja APBN 2005
511.538,46 13.300,00
323,90 2,43
0,063 2006
707.407,41 19.100,00
438,57 2,29
0,061 2007
756.666,67 22.700,00
546,23 2,41
0,072 2008
863.157,89 32.800,00
746,69 2,27
0,087 2009
1.000.000,0 34.900,00
866,13 2,48
0,086