Buku Panduan Sumber dan Mekanisme Pendanaan Sektor Sanitasi
8.3.2 Investasi, penyertaan Pemda
Menurut PP 582006, pendanaan ini dapat berupa Dana Cadangan, atau dalam bentuk pinjaman dan penyertaan modal bagi BUMD, perusahaan, atau lembaga yang bekerja sama dengan BUMD atau Pemda untuk
pembangunan sanitasi usaha bersama. Investasi Pemda harus lebih dulu direncanakan dan dicantumkan dalam APBD, mempunyai dasar hukum dan dibuat mengikat melalui Perda dan Pemda. Partisipasi dapat berupa investasi
langsung, pembelian obligasi atau surat berharga, atau bantuan non-finansial barang, bahan, aset.
Partisipasi harus didahului oleh studi mendalam mengenai tujuan investasi. Tujuannya agar Kepala Daerah bukan DPRD perlu menyetujui investasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan dibenarkan, serta menunjukkan
manfaat dari partisipasi Pemda.
Aplikasi di sektor sanitasi Investasi Pemda dapat diberikan kepada Perusahaan DaerahPD PDAM atau PD-PAL, Badan Layanan Umum
Daerah BLUD atau lembaga yang ditunjuk Pemerintah Daerah Dana Pembangunan MasyarakatMDF atau Badan Kredit Kecamatan BKK yang dapat membiayai sanitasi. Kemungkinan lain adalah pemberian bantuan lunak
kepada Bank Pembangunan DaerahBPD, yang kemudian menyalurkan dana ke organisasi berbasis masyarakat koperasi, BKK,dan lain-lain yang akhirnya memberikan kredit kepada rumah tangga atau pengusaha di sektor
sanitasi yang menjadi anggotanya.
8.3.3 Penggunaan SILPA
Dana surplus APBD ini disebut SILPA Sisa Lebih Penggunaan Anggaran, terdiri dari dana-dana yang belum dibelanjakan.
9
PP No. 82006 “mengizinkan” Pemda menginvestasikan dana ini pada beberapa instrumen keuangan Sertifikat Bank Indonesia, deposito di Bank Pembangunan Daerah. Namun hal ini menjadi kontroversi
karena tidak memberikan multiplier effect pada pembangunan ekonomi lokal. Nilai SILPA nasional mencapai Rp 93 triliun USD 8,3 miliar pada Agustus 2008, bahkan beberapa sumber
memperkirakan nilai riilnya lebih tinggi lagi. Bandingkan dengan pengeluaran Pemerintah Pusat untuk pembangunan sektor sanitasi, yang “hanya” sekitar Rp 1 triliun–Rp1,5 triliun pada tahun yang sama.
Penyebab Hampir semua Pemda memiliki SILPA untuk tujuan tindakan berjaga - jaga terhadap adanya risiko keuangan berupa
keterlambatan transfer Pemerintah Pusat pada awal tahun anggaran. Kebanyakan Pemda terlalu berhati-hati dan mengakibatkan cadangan dana menjadi berlebihan dan tidak produktif. Selama mereka tetap mempertahankan
sikap ini, maka sikap ini akan membahayakan investasi mereka di sektor infrastruktur pada umumnya dan sanitasi khususnya.
9 Penggunaannya banyak mengundang pro dan kontra dari Pemerintah Pusat.
City 2006
2007 2008
Rata-rata dari total belanja APBD
Fase I Denpasar
32,484 28,880
27,405 5,29
Blitar 24,381
28,920 1,013
6,70 Surakarta
15,491 47,546
81,897 7,20
Banjarmasin 85,528
135,480 13,36
Payakumbuh 32,562
50,753 24,978
13,39 Jambi
Tidak ada 72,325
3,89 Fase II
Tegal 200,210
193,911 186,882
53,06 Pekalongan
22,115 35,841
5,888 6,74
Tabel 8. 9 SILPA pada 8 Kota Mitra ISSDP Rp juta
Sumber: Kementerian Keuangan, Ditjen Perimbangan Keuangan, dan Laporan Keuangan Kota