Buku Panduan Sumber dan Mekanisme Pendanaan Sektor Sanitasi
CSR didasarkan pada UU No. 402007. Peraturan ini mengatur cara bagaimana perusahaan, terutama yang usahanya berkaitan dengan eksploitasi sumberdaya alam harus melaksanakan program sosial yang diwajibkan, dengan
sasaran masyarakat yang membutuhkan. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dengan berbagai cara. Program CSR yang dijalankan oleh perusahaan di Indonesia mencakup bidang pendidikan, kesehatan,
perlindungan lingkungan pengelolaan limbah padat dan pengelolaan air limbah, dan sektor kredit mikro, juga kegiatan bermanfaat sosial lainnya. Perusahaan harus menyediakan bukan hanya dana tapi juga bantuan aktif dan
lain-lain. Sementara mitra lokal yang berbasis masyarakat akan memantau pelaksanaan program.
Aplikasi di sektor sanitasi Walau terlihat sederhana, program CSR perlu disusun dengan cermat dan perhatian diberikan pada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan target tidak dapat diraih. Semua pihak harus merumuskan dengan jelas manfaat apa yang ingin mereka peroleh, dan harus membuat kompromi sebelum program dimulai agar nanti perbedaan
harapan tidak menimbulkan konflik. CSR dapat berupa hibah dari perusahaan kepada Pemda maupun langsung kepada masyarakat.
8.5 Kontribusi pengguna tarif
PP No. 65 2001 merinci wewenang Pemda di bidang ini. Pada prinsipnya tarif dan retribusi dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemda untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum, serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
2. Retribusi jasa usaha. Adalah retribusi yang disediakan Pemda yang menganut prinsip komersial. Pada dasarnya dapat disediakan oleh pihak swasta.
3. Retribusi perizinan. Adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemda dalam pemberian izin. Misalnya retribusi penerbitan izin seperti bangunan, kegiatan komersial, dan eksploitasi sumberdaya alam.
Untuk skala nasional, kontribusi pengguna di kabupatenkota banyak menambah Pendapatan Asli Daerah PAD seperti ditunjukkan dalam tabel berikut. Dari 2001–2007, porsi kontribusi retribusi pada level Pemda Kabupaten
dan Kota, selalu di atas 30.
Tabel 8. 10 Porsi pajak dan retribusi pengguna dalam pendapatan asli daerah PAD
Sumber: Depkeu Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa desentralisasi tidak banyak mengubah dasar keuangan lokal. Pendapatan
dari retribusi di tingkat kota dan kabupaten diimbangi oleh berkurangnya pendapatan dari pajak lokal. Aplikasi di sektor sanitasi
Pemda harus menerapkan beberapa prinsip yaitu: realistis, memiliki hubungan positif dengan mutu pelayanan, dikelola dengan transparan dan akuntabel, serta selisihnya dengan biaya operasi dan pemeliharaan harus sekecil
mungkin.
Prosedur dalam menaikkan tarif relatif sulit dilakukan, bahkan hanya sedikit perusahaan daerah mau menaikkan tarif untuk mengikuti laju inflasi, karena hal ini diatur oleh Perda yang membutuhkan persetujuan DPRD. Pengalaman
di enam kota ISSDP 1 menunjukkan bahwa pendapatan dari pengguna layanan sanitasi pengelolaan sampah, pengolahan air limbah, penyedotan tinja dll. kontribusinya terhadap PAD masih sangat kecil dibandingkan total
pendapatan dari tarif dan retribusi yang dikumpulkan oleh Pemda.
Dari data seluruh Pemda di Indonesia, kontribusi terbesar adalah pada layanan persampahan: rata-rata 3 dari total PAD selama 2001 hingga 2006. Sedangkan untuk pengolahan air limbah hanya 0,16 dan penyedotan tinja
0,12. Kecilnya kontribusi retribusi sanitasi, disebabkan oleh rendahnya retribusi yang dikenakan dan belum optimalnya cara penagihannya pada masyarakat. Sementara itu, potensi retribusi sanitasi, dari identifikasi data
keuangan kota–kota ISSDP rata–rata dapat mencapai 5 kali dari realisasi retribusi yang ada perhitungan kasar konsultan.
Tipe pendapatan 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
Provinsi Pajak lokal
85,2 83,1
85,0 87,3
86,8 84,2
85,4 Retribusi
4,9 4,9
4,7 5,3
4,8 5,2
5,6 Kabupaten Kota
Pajak lokal 43,3
37,7 36,8
40,7 40,0
32,9 34,6
Retribusi 33,7
31,2 32,5
33,7 35,5
32,3 36,6