Kegiatan “non-isik” Biaya Sanitasi

Buku Panduan Sumber dan Mekanisme Pendanaan Sektor Sanitasi 3. Siapa Yang Harus Membayar dan Untuk Apa?

3.1 Kegiatan Pembangunan Fisik

‘Pembangunan fisik’ lebih berpotensi mendapatkan pendanaan langsung dari para pengguna rumah tangga, jika dibandingkan ‘pembangunan ‘non-fisik’. Tapi bagian yang sulit adalah menentukan sejauh mana hal ini bisa dilakukan. Jika swasta menyediaakan sarana untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah MBR, maka mereka perlu pinjaman danatau subsidi misalnya, untuk jamban umum yang dibangun dan dikelola masyarakat untuk memaksimalkan kontribusi.

3.2 Kegiatan Pembangunan Non-Fisik

Manfaat ‘pembangunan non-fisik’ sebagian besar untuk umum. Pemerintah sangat bertanggung jawab dalam penyediaan informasi dasar terkait, tanpa mengenakan biaya atau mungkin dengan biaya yang sangat kecil. Ini juga berlaku bagi informasi mengenai kebersihan dan risiko kesehatan terkait sanitasi. Berbagai level pemerintahan perlu menyepakati porsinya dalam menyediakan informasi yang semakin banyak dan semakin diperlukan untuk pembangunan sanitasi non-fisik, dengan basis multitahun. Secara tradisional, Pemerintah Pusat akan menjadi koordinator, karena kampanye yang terbukti sukses dan karena perlunya memastikan kualitas kegiatan ini.

3.3 Biaya Investasi

3.3.1 Prasarana dan sarana individual serta fasilitasnya

Pada prinsipnya, hal ini harus menjadi tanggungan pengguna akhir. Di daerah miskin, solusi teknis harus didasarkan pada kemampuan finansial mereka. Tanpa dukungan Pemerintah, secara tradisional prasarana dan sarana tersebut harus berupa sarana sanitasi bertipe setempat on-site, karena sarana sanitasi terpusat off-site perlu lebih banyak investasi dan keterlibatan organisasi masyarakat. Namun, sekarang ada opsi baru di bidang ini, yang membuat pilihan menjadi lebih terbuka. Hal ini dapat dilihat dalam bab berikut. Sebaliknya, apabila Pemerintah tidak terlibat, maka Pemerintah akan menerima risiko teknis dan lingkungan, peningkatan layanan yang lebih lambat, dan penambahan beban keuangan MBR. Dalam pemikiran terkini mengenai sanitasi, Pemerintah tidak bisa berdiam diri terkait sanitasi untuk MBR. Paling tidak Pemerintah harus membantu dalam hal: • Pengujian dan penyediaan informasi mengenai desain dan bahan yang baik, • Mengawasi kontraktor swasta yang memberikan jasa konstruksi dan layanan, misalnya melalui pengaturan kontrak dengan pengusaha swasta yang menawarkan harga realistis dan bentuk jaminan mutu, • Memberdayakan dan mungkin menyubsidi pinjaman-mikro untuk investasi awal. Usaha Perbaikan Dalam praktiknya, komponen biaya investasi tambahan berkaitan dengan keinginan sebagian besar pengguna untuk memperbaiki sarana toilet individual mereka. Setelah mereka mendapatkan fasilitas sanitasi dasar, mereka akan melakukan penyesuaian dengan pilihan dan situasi mereka. Setelah itu, mereka cenderung “naik ke bagian tangga yang lebih tinggi”, yaitu kecenderungan membutuhkan sarana modern yang akan menjadi kebanggaan keluarga dan masyarakat. Hingga kini, pengalaman keterlibatan Pemerintah dalam pembangunan sanitasi seperti ini masih sedikit, karena pembangunan lebih difokuskan pada perluasan peningkatan sarana sanitasi yang belum dimiliki masyarakat tersebut.

3.3.2 Prasarana dan sarana bersama

Karena biayanya terlalu mahal untuk ditanggung oleh masyarakat, maka intervensi Pemerintah seringkali diperlukan agar bisa membangun sarana yang dimiliki atau dipakai bersama dalam suatu sistem sanitasi. Ini berlaku terutama untuk MBR dan untuk sebagian besar masyarakat perdesaan namun, sistem setempat yang bagus biasanya sudah cukup bagi masyarakat perdesaan. Sementara untuk daerah perkotaan menengah ke atas, misalnya perumahan baru, pengembang umumnya sepenuhnya bertanggung jawab atas semua prasarana sanitasi. Untuk sambungan ke sarana terpusat atau saluran limbah perkotaan, Pemerintah Daerah dan pengembang sebelumnya harus menyepakati pembagian biaya dan risiko yang akan dihadapi.

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Oleh Bank Bumn(Studi Pada Pt.Bank Xxx Medan)

8 121 130

Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012

4 84 143

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara

0 40 103

Analisis Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Terhadap Masyarakat Di Lingkungan Perusahaan (Studi Pada PT. Inalum Asahan)

20 335 133

Penerapan Corporate Social Responsibility Terhadap Pemberdayaan Masyarakat (Studi Pada PT Tirta Investama)

4 73 131

Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Oleh PT. Lafarge Cement Indonesia Terhadap Masyarakat Lhoknga Provinsi Aceh

10 126 163

Tinjauan Yuridis Mengenai Prinsip Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) Di Indonesia Sehubungan Dengan Fiduciary Responsibilities Perusahaan Terhadap Para Pemegang Saham

3 44 131

Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (Csr) Pt. Perkebunan Nusantara Iiidalam Pemberdayaan Umkm Kabupaten Asahan (Studi Pada Program Kemitraan Pt. Perkebunan Nusantara Iiidistrik Asahan)

4 63 140

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TANGGUNG. docx

0 0 10

Corporate Social Responsibility PRODUK

0 0 11