3. The Jenkins Activity Scale-Form H, yang dikembangkan oleh Jase-H, Krantz,
Glass dan Snyder 1974. Instrumen ini untuk evaluasi atau membandingkan tipe A secara global terdiri dari 32 pernyataan. Reliabilitas dalam versi Inggris
dan Spanyol antara 0,75 dan 0,88 dan konsistensinya antara 0,84 dan 0,92. 4.
The State-Trait Anger Expression Inventory oleh Spielberger 1988. Instrumen ini terdiri dari 47 pernyataan, skala ini digunakan pada populasi Spanyol dan
menghasilkan alpha cronbach antara 0,63 dan 0,95. 5.
Aggression Questionnaire AQ oleh Buss dan Perry 1992. Instrumen ini terdiri dari 29 pernyataan, pada strandar psikometri menunjukkan reliabilitas
dan internal konsistensi yang adekuat. Instrumen ini memiliki konsistensi internal antara 0,72 dan 0,89 dan reliabilitas tes antara 0,72 dan 0,80
Sedangkan, pengukuran yang akan peneliti gunakan untuk mengukur agresivitas dalam penelitian ini adalah skala agresivitas yang diterjemahkan dan
dimodofikasi dari Agression Questionnaire milik Buss dan Perry 1992. Hal ini karena skala milik Buss dan Perry memiliki validitas yang baik dan reliabilitas serta
internal konsistensi yang adekuat. Selain itu, Agression Questionnaire milik Buss dan Perry 1992 mengukur empat bentuk agresivitas, yaitu agresivitas fisik,
agresivitas verbal, agresivitas kemarahan dan agresivitas permusuhan, sedangkan alat ukur yang lainnya hanya mengukur salah satu dari empat bentuk agresivitas
tersebut.
2.2 Religiusitas
2.2.1 Definisi religiusitas
Terdapat berbagai definisi yang diungkapkan oleh para ahli mengenai religiusitas. Salah satunya dijelaskan oleh Fetzer 1999 yang menekankan pada berbagai faktor
di antarnya yaitu terkait dengan seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari daily spiritual experience, mengalami
kebermaknaan hidup dengan beragama religion meaning, mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai value, meyakini ajaran agamanya belief,
memaafkan forgiveness, melakukan praktik keagamaan ibadah secara pribadi private religious practice, menggunakan agama sebagai coping religiousspiritual
coping, mendapat dukungan penganut sesama agama religious support, mengalami sejarah keberagamaan religiousspiritual history, komitmen beragama
commitment, mengikuti
organisasikegiatan keagamaan
organizational religiusness dan meyakini pilihan agamanya religious preference.
Lain halnya dengan Fetzer, Kendler, et.al., 2003 melakukan pengukuran religiusitas secara luas, dengan mencoba mengembangkan teknik analisis
keberagamaan dengan cara yang lebih mudah yaitu dengan menguraikannya menjadi beberapa dimensi untuk mendapatkan hasil yang lebih representatif, yaitu penganut
agama yang menyertakan Tuhan dalam keseharianmasa krisis general religiousity; membina hubungan dengan individu sesama penganut agamanya social religiosity;
percaya pada keterlibatan Tuhan yang positif dalam urusan manusia sehari-hari
involved God; memiliki kepedulian, rasa kasih sayang dan saling memaafkan terhadap sekitar forgiveness; merasa Tuhan memiliki kuasa memberi ganjaran atas
apa yang telah kita lakukan God as judge; tidak menyimpan rasa dendam unvengefulness; dan bersyukur thankfulness.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia yang tidak hanya pada kegiatan yang kasat mata
tetapi lebih dalam lagi, mencakup aspek perasaan, motivasi dan aspek batiniah manusia. Dengan demikian religiusitas memiliki makna yang terkait keyakinan,
penghayatan, pengalaman, pengetahuan dan peribadatan seorang penganut agama terhadap agamanya yang diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari sebagai
pengakuan akan adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia.
2.2.2 Dimensi-dimensi religiusitas
Menurut Kendler, et al., 2003 ada tujuh dimensi religiusitas, yaitu: 1.
General religiositycoping religious Merefleksikan tentang perhatian dan keterlibatan individu dengan hal-hal yang
berkaitan dengan spiritual, seperti menghayati sensing keberadaan mereka selama di alam semesta serta keterlibatan aktif dengan Tuhan dalam kehidupan
sehari-hari maupun ketika sedang bertemu masalah krisis. 2.
Sosial religiosity Religious ‘social support’
Pada dimensi ini merefleksikan tingkat interaksi seseorang dengan individu religius lainnya. Hal ini juga menggambarkan frekuensi kehadiran di tempat