Pengukuran moral disengagement Moral Disengagement
Namun, salah satu implikasi dari interaksi sosial adalah terjadinya kesalahfahaman dan konflik antar pribadi atau antar kelompok. Konflik ini dapat
menimbulkan perilaku agresif seseorang. Religiusitas memiliki kontribusi dalam menentukan perilaku agresif. Menurut Fetzer 1999, dimensi religiusitas memiliki
korelasi dengan perilaku agresif. Dengan dimensi-dimensi religiusitas tersebut, individu dapat memiliki arah dalam menentukan perilakunya dalam keseharian
sehingga individu mampu berperilaku sesuai dengan tuntunan kitab suci dengan ajaran kasih sayangnya bukan untuk menyakiti individu lainnya. Kundarto 2012
dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa religiusitas mempengaruhi perilaku agresif. Hasil penelitian Huesman, Dubow dan Boxer 2010 juga menyimpulkan
bahwa agresi mampu dipengaruhi pula oleh aspek religiusitas, baik berupa aktifitas keagamaan ataupun rutinitas harian keagamaan seperti berdoa. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang maka semakin rendah tingkat agresivitas orang tersebut.
Faktor internal lain yang mempengaruhi agresivitas yaitu moral disengagement. Peregangan moral merupakan suatu proses sosiokognitif dimana
seseorang mampu melakukan perbuatan yang mengerikan terhadap orang lain. Menurut Bandura 1999 agensi moral merupakan manifestasi kemampuan untuk
melakukan perilaku yang tidak manusiawi dan kemampuan proaktif untuk melakukan perilaku manusiawi. Agensi moral berhubungan dengan teori self
sosiokognitif yang mencakup self-organizing, proactive, self-reflective dan
mekanisme self-regulatory yang berpusat pada standar personal untuk melakukan self-sanction. Self-regulatoy akan mengembangkan perilaku moral yang tidak akan
muncul jika tidak diaktifkan dan moral tersebut akan mengarahkan perilaku sosial dengan moral self-sanction yang secara selektif tidak akan berhubungan dengan
perilaku tidak manusiawi. Namun ketika seseorang berpikir bahwa perilaku agresif merupakan perilaku
yang wajar pembenaran secara moral maka orang itu akan melakukan hal tersebut tanpa rasa bersalah. Karena tidak merasa bersalah maka orang itupun akan
menunjukkan perbandingan yang menguntungkan cognitive restructuring dari perilaku agresif tersebut, dan kemudian akan melemparkan tanggung jawab atas
perilaku agresif kepada orang lain minimazing agency dengan semaunya. Ketika sudah tidak lagi mempedulikan konsekuensi atas apa yang sudah dilakukannya
distortion of negative consequences maka pada akhirnya orang itu akan dengan mudah menyakiti dan menyalahkan orang yang ia sakiti korban perilaku agresif
atas perbuatan yang dilakukan terhadapnya blamingdehumazing the victim. Jadi, moral disengagement adalah ketidakmampuan seseorang dalam mengontrol perilaku
yang ia lakukan sehingga memungkinkannya untuk melakukan perilaku yang tidak manusiawi. Sehingga dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi seseorang mengalami
moral disengagement maka semakin tinggi pula tingkat agresivitas orang tersebut. Faktor yang terakhir yaitu faktor perbedaan gender jenis kelamin yaitu
antara laki-laki dan perempuan. Betancourt dan Miller dalam Baron, 2005
menjelaskan bahwa laki-laki daripada perempuan, secara signifikan lebih cenderung untuk melakukan perilaku agresif terhadap orang lain ketika orang lain tersebut tidak
memprovokasi mereka dalam cara apapun. Secara umum, pria lebih agresif ketimbang wanita dalam agresi fisik dan verbal, terutama dalam hal agresi fisik.
Perbedaan jenis kelamin ini lebih besar dalam setting alamiah misalnya, memukul dan menendang dalam permainan ketimbang dalam setting laboratorium misalnya,
memukul boneka di ruang riset Eagly Stefen, 1986; Hyde, 1986; Knight, Fabes Higgins, 1996; dalam Taylor, et.al., 2009. Dibandingkan anak lelaki, anak
perempuan kurang menyetujiu tindakan agresif dan menganggap diri mereka bersalah jika melakukannya Bettencourt Miller, dalam Taylor, et.al., 2009.
Menurut Eagly dan Steffen dalam Taylor, et.al., 2009, wanita sering lebih merasa bersalah, cemas, dan takut terhadap tindakan agresif dan karenanya menahan
dorongan agresif mereka. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh religiusitas, moral
disengagement dan demografi terhadap agresivitas. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, maka dalam penelitian ini dibuat kerangka pemikiran guna
mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh serta hubungan dari masing-masing variabel terhadap perilaku agresivitas. Disamping itu dapat digunakan untuk
mengetahui arah dari penelitian ini. Secara singkat kerangka berpikir penelitian ini dapat diilustrasikan pada gambar 2.1 berikut ini: