Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN
UIN Syarif HIdayatullah Jakarta
membentuk biofilm untuk mambantu kelangsungan hidupnya saat membentuk koloni pada paru-paru manusia Todar, 2004; Madigan et al.,2003; Salyers, 1994.
P.aeruginosa menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anastesi dan terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan. Endoskopi,
termasuk bronkoskopi adalah alat-alat medik yang paling sering dihubungkan dengan berjangkitnya infeksi nosokomial. Todar,2004; Srinivasa et al.,2003.
Isolat P.aeruginosa diinokulasi dengan menggunakan media Pseudomonas Isolation Agar PIA padat yaitu media spesifik untuk bakteri P.aeruginosa dan
diinkubasi pada suhu optimum yaitu 37 C Balows et al., 1991 selama 24 jam .
Proses inokulasi bertujuan untuk memindahkan dan meremajakan bakteri yang akan digunakan, serta memastikan apakah isolat bakteri yang digunakan masih
hidup atau sudah mati. Setelah diinkubasi selama 24 jam, isolat P.aeruginosa tumbuh sangat baik di dalam media agar. Isolat P.aeruginosa kemudian dibuat
dalam bentuk suspensi dengan menggunakan media Heterotrof HTR cair. Sebanyak 10 ml media Heterotrof HTR cair dalam tabung reaksi ditambahkan
isolat P.aeruginosa yang telah diambil menggunakan ose, kemudian divortex selama 1 menit agar homogen dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
C. Pada keesokan harinya, suspensi bakteri terlihat lebih keruh dari hari sebelumnya,
hal ini menandakan bakteri telah tumbuh dan konsentrasi bakteri di dalam media lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Suspensi bakteri yang telah diinkubasi selama 24 jam kemudian diukur nilai absorbansi pada panjang gelombang 600 nm menggunakan alat spektrometer
Thomas, 2006. Pengukuran nilai absorbansi dilakukan dengan tujuan mengetahui konsentrasi bakteri P.aeruginosa yang terdapat di dalam media
Heterotrof HTR cair. Nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi suspensi bakteri. Pada penelitian ini, nilai absorbansi yang diinginkan adalah 0,5
karena menurut Thomas 2006 pada nilai absorbansi 0,3-0,7 merupakan fase log bakteri P.aeruginosa, dimana fase log merupakan tahap dimana pertumbuhan
P.aeruginosa sangat baik. Setelah diukur dengan spektormeter, didapatkan nilai absorbansi sebesar 1,0. Nilai absorbansi lebih besar dibandingkan yang telah
ditetapkan, oleh karena itu dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan
UIN Syarif HIdayatullah Jakarta
media sebanyak 10 ml, sehingga diperoleh nilai absorbansi bakteri P.aeruginosa 0,5.
Sebelum dilakukan uji aktivitas antibiofilm sari buah belimbing wuluh, suspensi bakteri P.aeruginosa harus diuji pembentukan dan pertumbuhan biofilm
dengan menggunakan metode Microtitter Plate Biofilm Assay OD
595nm
. Uji pembentukan dan pertumbuhan biofilm dilakukan dengan tujuan mengetahui
berapakah waktu yang dibutuhkan bakteri P.aeruginosa untuk bisa membentuk biofilm paling baik. Nilai absorbansi biofilm P.aeruginosa diukur pada panjang
gelombang 595 nm untuk mengetahui densitas biofilm yang terbentuk pada dinding sumur microplate. Pada hari pertama, rata-rata densitas biofilm
P.aeruginosa 0.108, hari kedua mengalami kenaikan rata-rata densitas biofilm yaitu sebesar 0.490, hari ketiga juga mengalami kenaikan rata-rata densitas
biofilm yang cukup signifikan yaitu 0.717, dan pada hari ke empat rata-rata densitas biofilm mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu 0.186.
Pengujian tidak dilanjutkan untuk hari selanjutnya, karena pada hari keempat telah terjadi penurunan nilai rata-rata densitas biofilm P.aeruginosa. Penurunan
nilai densitas biofilm pada hari keempat terjadi karena koloni biofilm pada hari keempat sedang pada tahap akhir yang disebut dengan dispersi atau pelepasan
untuk menempel di sisi yang lain Watnick dan Kolter, 2000, sehingga pada tahap tersebut jumlah koloni biofilm yang menempel pada dinding sumur
berkurang dan sebelum menempel pada sisi dinding sumur lainnya, biofilm ikut terbuang pada saat proses pencucian. Sehingga dapat disimpulkan waktu yang
dibutuhkan P.aeruginosa untuk bisa membentuk biofilm yang paling baik untuk pengujian adalah tiga hari pada suhu 37
C. Setelah diketahui waktu optimal yang dibutuhkan bakteri P.aeruginosa
membentuk biofilm paling baik, kemudian dilakukan uji aktivitas antibiofilm sari buah belimbing wuluh terhadap biofilm P.aeruginosa secara in vitro. Ada tiga
jenis aktivitas antibiofilm yang diuji pada penelitian ini yaitu pencegahan pertumbuhan, penghambatan pertumbuhan dan degradasi biofilm P.aeruginosa.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prasasti dan Hertiani 2010, Sandasi et al 2009 dan Mansouri et al 2013 tentang ketiga aktivitas tersebut,
semuanya menggunakan waktu inkubasi selama 24 jam. Sedangkan pada
UIN Syarif HIdayatullah Jakarta
penelitian ini, waktu inkubasi yang digunakan adalah 3 hari 72 jam. Dasar penggunaan waktu inkubasi 3 hari adalah hasil uji pembentukan dan pertumbuhan
biofilm yang telah dilakukan sebelumnya, dimana bakteri P.aeruginosa dapat membentuk biofilm paling baik dalam waktu tiga hari. Grafik pada gambar 4.3
menunjukkan bahwa sari buah belimbing wuluh memiliki ketiga aktivitas antibioflilm. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya penurunan nilai rerata
densitas biofilm P.aeruginosa mulai dari pemberian sari buah dengan konsentrasi 0,5 sampai dengan 8 apabila dibandingkan dengan kontrol negatif.
Aktivitas pertama yang diuji adalah pencegahan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa. Pada pengujian aktivitas ini, kontrol negatif yang digunakan adalah
biofilm P.aeruginosa tanpa diberi perlakuan atau penambahan sari buah belimbing wuluh, sedangkan kontrol positif tidak digunakan sebagai pembanding
karena tidak tersedianya sediaan sintetis yang mekanisme kerjanya sebagai pencegah biofilm. Berdasarkan grafik pada gambar 4.3 dan tabel 4.2, sari buah
belimbing wuluh dapat mencegah pertumbuhan biofilm P.aeruginosa apabila dibandingkan dengan kontrol negatif. Konsentrasi sari buah 8 memiliki aktivitas
pencegahan paling tinggi dibandingkan konsentrasi yang lain yaitu sebesar 37,86.
Mekanisme pencegahan biofilm oleh sari buah belimbing wuluh adalah seberapa banyak dan kuat sari buah belimbing wuluh dapat menempel pada
dinding sumur microplate untuk kemudian mencegah suspensi bakteri P.aeruginosa untuk membentuk biofilm. Pada aktivitas ini, sari buah belimbing
wuluh dengan konsentrasi paling tinggi yaitu 8 tentunya memiliki kekeruhan dan kekentalan sari buah yang paling tinggi pula, sehingga sari buah memiliki
kekuatan yang maksimal untuk menempel pada dinding sumur microplate, bahkan setelah sari buah dibuang dari microplate. Selain itu, sari buah belimbing wuluh
dengan konsentrasi tinggi mengandung senyawa aktif yang lebih banyak dibandingkan konsentrasi rendah. Hal inilah yang menyebabkan semakin
tingginya konsentrasi sari buah belimbing wuluh, maka semakin baik pula aktivitas pencegahan pertumbuhan biofilmnya.
Aktivitas selanjutnya yang diuji adalah penghambatan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa. Sama halnya pada pengujian aktivitas pencegahan
UIN Syarif HIdayatullah Jakarta
pertumbuhan, kontrol negatif yang digunakan adalah biofilm P.aeruginosa tanpa diberi perlakuan atau penambahan sari buah belimbing wuluh, sedangkan kontrol
positif tidak digunakan sebagai pembanding karena tidak tersedianya sediaan sintetis yang mekanisme kerjanya sebagai pencegah biofilm. Berdasarkan grafik
pada gambar 4.3 dan tabel 4.3, sari buah belimbing wuluh dapat menghambat pertumbuhan biofilm P.aeruginosa secara drastis apabila dibandingkan dengan
kontrol negatif. Konsentrasi sari buah 1 memiliki aktivitas penghambatan paling tinggi dibandingkan konsentrasi yang lain yaitu sebesar 75,73. Berbeda dengan
aktivitas pencegahan pertumbuhan, dimana konsentrasi paling tinggi yaitu 8 dapat mencegah pertumbuhan biofilm paling baik, pada aktivitas ini justru
konsentrasi ekstrak 2 sampai 8 tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan konsentrasi 1.
Mekanisme penghambatan biofilm oleh sari buah belimbing wuluh adalah tidak ditujukan untuk menempel pada dinding sumur microplate seperti pada
aktivitas pencegahan pertumbuhan. Teori lain oleh Aenderek 2005 yang menyebutkan bahwa mekanisme penghambatan pertumbuhan biofilm dapat
dengan cara menembus dinding sel bakteri sehingga dapat menganggu sinyal- sinyal komunikasi Quorum sensing antar bakteri yang berperan dalam
pembentukan biofilm atau menginaktivasi gen-gen pada bakteri yang memicu sintesis EPS. Pada aktivitas ini, sari buah belimbing wuluh dengan konsentrasi
paling tinggi yaitu 8 yang memiliki kekeruhan dan kekentalan sari buah yang tinggi, tentunya tidak dapat menembus sel bakteri secara maksimal dibandingkan
dengan sari buah konsentrasi rendah. Tetapi, pada konsentrasi 0,5 terjadi penurunan kembali presentase penghambatan dibandingkan 1. Hal ini diduga
karena konsentrasi sari buah yang terlalu kecil, sehingga walaupun dapat menembus sel-sel bakteri tetapi senyawa aktif didalam sari buah tidak cukup
berperan dalam proses penghambatan pertumbuhan biofilm. Aktivitas terakhir yang diuji adalah degradasi biofilm P.aeruginosa. Pada
pengujian aktivitas ini, kontrol negatif yang digunakan sama seperti uji sebelumnya. Tetapi pada aktivitas ini kontrol positif digunakan sebagai
pembanding yaitu biorem 1 dan biorem 10. Biorem merupakan sediaan sintetis yang mengandung senyawa enzim dan alkali yang dapat mendegradasi lapisan
UIN Syarif HIdayatullah Jakarta
biofilm yang terdiri dari polisakaria. Berdasarkan grafik pada gambar 4.3 dan tabel 4.4, sari buah belimbing wuluh dapat mendegradasi biofilm P.aeruginosa
apabila dibandingkan dengan kontrol negatif. Apabila dibandingkan dengan kontrol positif, aktivitas degradasi biofilmsari buah belimbing wuluh masih lebih
rendah dibandingkan dengan sediaan biorem 1 dan biorem 10. Konsentrasi sari buah 8 memiliki aktivitas degradasi paling tinggi dibandingkan konsentrasi
yang lain yaitu sebesar 51,98. Mekanisme degradasi biofilm oleh sari buah belimbing wuluh adalah
untuk menempel pada biofilm yang telah terbentuk pada dinding sumur microplate, kemudian menembus dan menghancurkan sel biofilm P.aeruginosa.
Pada aktivitas ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin kecil rerata absorbansi biofilm. Konsentrasi ekstrak 8 memiliki
aktivitas degradasi paling baik. Tidak berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Loresta 2012, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak
daun kelor Moringa oleifera, maka semakin baik aktivitas degradasi biofilm yang dihasilkan.
Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah optimasi aktivitas terseleksi. Optimasi dilakukan pada aktivitas yang paling baik yang dihasilkan oleh ekstrak
air belimbing wuluh terhadap biofilm P.aeruginosa. Dari pengujian yang dilakukan sebelumnya, menunjukkan bahwa aktivitas yang paling baik adalah
penghambatan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa, dimana ekstrak air belimbing wuluh dapat menghambat biofilm P.aeruginosa lebih dari 70.
Optimasi dilakukan dengan menggunakan metode Response Surface Analysis RSA. Optimasi aktivitas terseleksi dilakukan terhadap 3 variabel yaitu
suhu, konsentrasi dan waktu inkubasi. Suhu yang diuji pada tahap ini adalah suhu ruang 25
C, suhu optimal pertumbuhan bakteri 37,5 C dan suhu panas 50
C. Konsetrasi yang diuji adalah konsentrasi hasil rancangan desain yang ditentukan
oleh Response Surface Analysis RSA yaitu 0,5, 4,25, 8. Waktu inkubasi yang diuji adalah 1 hari, 2 hari, 3 hari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
berapakah titik optimal dari setiap variabel dan apakah ada hubungan antara variabel satu dengan yang lainnya. . Pada pengujian ini, yang digunakan sebagai
pembanding hanyalah kontrol negatif, sedangkan kontrol positif tidak digunakan
UIN Syarif HIdayatullah Jakarta
sebagai pembanding. Sebelum dioptimasi, terdapat 20 pasang dari ketiga variabel faktor yang harus dilakukan uji aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm
P.aeruginosa Lampiran 11. Pengujian dilakukan secara triplo. Pengujian dilakukan dengan cara yang sama pada uji penghambatan
pertumbuhan biofilm sebelumnya. Hasil yang didapatkan setelah dilakukan uji aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm adalah berupa nilai densitas biofilm
OD
595nm
. Data densitas biofilm yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan metode Response Surface Analysis RSA dan diperoleh hasil
berupa grafik yang menunjukkan suhu, konsentrasi dan waktu inkubasi yang optimal. Grafik Contour Plot pada gambar 4.6 dan gambar 4.7 menunjukkan
hubungan antara fase reduksi vs suhu, konsentrasi dan waktu inkubasi. Pada hasil tersebut terlihat beberapa lapisan warna dari warna biru tua sampai hijau tua.
Lapisan warna hijau tua menunjukkan suhu yang optimal adalah antara 25-40 C,
waktu inkubasi yang optimal adalah 1,5-3 hari dan konsentrasi yang optimal adalah antara 1-7. Analisis dilakukan lebih lanjut untuk mengetahui optimized
plot. Setelah dilakukan analisis diketahui suhu paling optimal adalah 30 C,
konsentrasi paling optimal adalah 4,3 dan waktu inkubasi paling optimal adalah 2,25 hari.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mansouri et al 2013 tentang pengaruh berbagai ekstrak tanaman terhadap pertumbuhan biofilm bakteri
P.aeruginosa, menunjukkan bahwa ekstrak tanaman manjakini Quercus infectoria dapat menghambat biofilm semua strain bakteri dengan MIC 1000, dan
ekstrak tanaman murad Myrtus communis yang dapat menghambat biofilm bakteri strain ATCC27853, PK60 dan PK112. Pemilihan tanaman pada penelitian
tersebut berdasarkan sifat penghambatan ekstrak terhadap alpha-glucosidase. Meylita 2012 juga menyampaikan bahwa ekstrak buah belimbing wuluh dapat
menghambat pembentukan biofilm mulai dari konsentrasi 0.0078. Penelitian yang dilakukan oleh Loresta 2012 menyampaikan bahwa ekstrak etanol daun
kelor Moringa oleifera dapat menghambat pembentukan biofilm S.aureus mulai dari pemberian ekstrak 0,5 sampai dengan 8.
Pada penelitian ini, tidak dilakukan uji lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme aktivitas antibiofilm terhadap bioiflm P.aeruginosa. Proses
UIN Syarif HIdayatullah Jakarta
penghambatan pembentukan biofilm tidak hanya terkait oleh gen yang mensintesis Polysacharide Intercellular Adhesion PIA saja, tetapi menurut yang
disampaikan Aendekerk 2005 penghambatan pembentukan biofilm juga dipengaruhi oleh sistem Quorum Sensing QS. Quorum sensing merupakan suatu
proses yang memungkinkan bakteri dapat berkomunikasi dengan mensekresikan molekul sinyal yang disebut autoinduser atau molekul sinyal seperti bahasa.
Proses ini memungkinkan suatu populasi bakteri dapat mengatur ekspresi gen tertentu. Konsentrasi autoinduser di lingkungan sebanding dengan jumlah bakteri
yang ada. Dengan mendeteksi autoinduser, suatu bakteri mampu mengetahui keberadaan bakteri lain di lingkungannya. Molekul sinyal juga memperlihatkan
peranannya dalam pembentukan biofilm. Sebagai contoh adalah homoserin lakton yang merupakan sinyal utama yang terdapat pada P.aeruginosa Donlan, 2001.
46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta