UIN Syarif HIdayatullah Jakarta
Gambar 4.6. Hasil analisis Optimized Plot
4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini, uji antibiofilm didasarkan pada pengaruh sari buah belimbing wuluh terhadap pencegahan pertumbuhan, penghambatan pertumbuhan
dan degradasi biofilm P.aeruginosa secara in vitro. Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah belimbing wuluh jenis Averrhoa bilimbi L, suku
oxalidaceae yang telah dideterminasi. Buah belimbing wuluh segar yang digunakan dikeringkan dengan menggunakan metode freezedryer. Tujuan
dilakukan proses freezedry adalah untuk mendapatkan sampel yang stabil, tidak mudah rusak akibat mikroba dan kegiatan enzim yang mengakibatkan
pembusukan pada sari buah belimbing wuluh. Sebanyak 50 ml air buah belimbing wuluh yang dikeringkan, menghasilkan serbuk simplisia belimbing wuluh
sebanyak 2 gram. Pengujian aktivitas antibiofilm belimbing wuluh terhadap biofilm P.aeruginosa dilakukan terhadap berbagai seri konsentrasi dengan
menggunakan pelarut aquades yaitu 0,5, 1, 2, 4 dan 8 bv. Berdasarkan hasil uji penapisan fitokimia terhadap serbuk belimbing
wuluh pada tabel 4.1 menunjukan bahwa buah belimbing wuluh positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin dan triterpenoid. Adanya
senyawa alkaloid ditandai dengan adanya noda naik berwarna orange pada plat KLT saat diteteskan dengan menggunakan pereaksi Dragendroff. Sedangkan
UIN Syarif HIdayatullah Jakarta
senyawa flavonoid dan triterpenoid pada buah belimbing wuluh ditandai dengan adanya lapisan anilin alkohol berwarna kuning dan terbentuknya warna orange
pada plat tetes. Senyawa saponin ditandai dengan terbentuknya busa pada tabung reaksi setelah dilakukan pengocokan. Senyawa flavonoid pada belimbing wuluh
merupakan senyawa target yang diketahui mempunyai efek antibakteri Hembing, 2008. Tidak menutup kemungkinan belimbing wuluh juga memiliki aktivitas
antibiofilm, karena ekstrak tanaman yang mengandung flavonoid berpotensi dapat menghambat intercellular adhesion genes icaA dan icaD yang menjadi salah satu
faktor pembentukan biofilm Lee et al., 2013. Selain mengandung senyawa flavonoid, buah belimbing wuluh juga
diketahui mengandung senyawa saponin triterpen Fahrunnida dan Pratiwi, 2012. Menurut Katzung dalam Hartini 2012 saponin merupakan senyawa yang
memiliki tegangan permukaan yang kuat yang berperan sebagai antimikroba dengan mengganggu kestabilan membran sel bakteri yang menyebabkan lisis sel.
Hal ini disebabkan karena saponin yang merupakan senyawa semipolar dapat larut dalam lipid dan air, sehingga senyawa ini akan terkonsentrasi dalam membran sel
mikroba. Isolat bakteri P.aeruginosa yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan koleksi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI yang diisolasi dari alat dispenser. Untuk mengetahui bahwa isolat yang digunakan adalah benar
P.aeruginosa, telah dilakukan karakterisasi terhadap bakteri P.aeruginosa. Dari hasil karakterisasi pada gambar 4.1 menunjukkan koloni pada agar berbentuk
besar, halus dengan permukaan rata serta berwarna kuning muda. Dari hasil pewarnaan Gram, dapat dilihat secara mikroskopik bahwa isolat yang digunakan
merupakan bakteri Gram negatif dan menghasilkan warna merah, berbentuk batang dan tidak berspora. Hal ini disebabkan oleh dinding sel bakteri Gram
negatif mengandung hanya sedikit peptidoglikan dan adanya polisakarida pada peptidoglikan, sehingga karbol kristal ungu yang diserap tidak terikat dengan kuat
dan menjadi luruh apabila dicuci dengan alkohol 96. Jadi dapat disimpulkan isolat yang digunakan benar merupakan P.aeruginosa Lay, 1994.
P.aeruginosa adalah patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. P.aeruginosa
UIN Syarif HIdayatullah Jakarta
membentuk biofilm untuk mambantu kelangsungan hidupnya saat membentuk koloni pada paru-paru manusia Todar, 2004; Madigan et al.,2003; Salyers, 1994.
P.aeruginosa menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anastesi dan terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan. Endoskopi,
termasuk bronkoskopi adalah alat-alat medik yang paling sering dihubungkan dengan berjangkitnya infeksi nosokomial. Todar,2004; Srinivasa et al.,2003.
Isolat P.aeruginosa diinokulasi dengan menggunakan media Pseudomonas Isolation Agar PIA padat yaitu media spesifik untuk bakteri P.aeruginosa dan
diinkubasi pada suhu optimum yaitu 37 C Balows et al., 1991 selama 24 jam .
Proses inokulasi bertujuan untuk memindahkan dan meremajakan bakteri yang akan digunakan, serta memastikan apakah isolat bakteri yang digunakan masih
hidup atau sudah mati. Setelah diinkubasi selama 24 jam, isolat P.aeruginosa tumbuh sangat baik di dalam media agar. Isolat P.aeruginosa kemudian dibuat
dalam bentuk suspensi dengan menggunakan media Heterotrof HTR cair. Sebanyak 10 ml media Heterotrof HTR cair dalam tabung reaksi ditambahkan
isolat P.aeruginosa yang telah diambil menggunakan ose, kemudian divortex selama 1 menit agar homogen dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
C. Pada keesokan harinya, suspensi bakteri terlihat lebih keruh dari hari sebelumnya,
hal ini menandakan bakteri telah tumbuh dan konsentrasi bakteri di dalam media lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Suspensi bakteri yang telah diinkubasi selama 24 jam kemudian diukur nilai absorbansi pada panjang gelombang 600 nm menggunakan alat spektrometer
Thomas, 2006. Pengukuran nilai absorbansi dilakukan dengan tujuan mengetahui konsentrasi bakteri P.aeruginosa yang terdapat di dalam media
Heterotrof HTR cair. Nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi suspensi bakteri. Pada penelitian ini, nilai absorbansi yang diinginkan adalah 0,5
karena menurut Thomas 2006 pada nilai absorbansi 0,3-0,7 merupakan fase log bakteri P.aeruginosa, dimana fase log merupakan tahap dimana pertumbuhan
P.aeruginosa sangat baik. Setelah diukur dengan spektormeter, didapatkan nilai absorbansi sebesar 1,0. Nilai absorbansi lebih besar dibandingkan yang telah
ditetapkan, oleh karena itu dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan