7
1.2. Tinjuan Pustaka
Indonesia terkenal akan kekayaan sumber daya alam dan kebudayaan, setiap daerah di Indonesia memiliki kekayaan budaya dan kekayaan alam masing-masing
sehingga tidak heran jika Indonesia terkenal akan istilah kemajemukan dan pluralisme. Indonesia memiliki jati diri yang beragam, menurut Ki Hajar Dewantara
kebudayaan Nasional adalah puncak-puncak kebudayaan daerah
8
•
Permainan
. Kebudayaan Indonesia banyak meliputi kesenian, bahasa, pakaian adat suku, dan folklor.
Permainan merupakan bagian dari kebudayaan, hal ini dapat terlihat dari pengertian oleh Ralph Linton dalam Setiadi dkk 2006 : 28 melihat kebudayaan
sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota
masyarakat lainnya. Berdasarkan pengertian kebudayaan yang dikemukakan oleh Ralph Linton dalam Setiadi dkk 2006 : 28, bahwa permainan juga diciptakan oleh
manusia, manusia khususnya anak-anak tidak bisa lepas dari permainan. Anak-anak yang akan melakukan permainan harus mempelajari aturan yang berlaku, agar
permainan dipermainkan dengan benar secara seksama, pemain yang bisa mengikuti peraturan yang terdapat dalam permainan disenangi pemain-pemain yang lainnya.
Menurut Koentjaraningrat 1997 : 5 wujud kebudayaan ada tiga bagian yaitu 1. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan
8
https:anggaetamm.wordpress.combudaya-nasional?_e_pi_=2CPAGE_ID102C3376944828 Diakses pada hari Kamis, tanggal 24042016, pukul 18:37:24
Universitas Sumatera Utara
8 peraturan 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Koentjaraningtat 2002 : 188 melihat ketiga wujud kebudayaan,
dalam kehidupan nyata tidak terpisah satu dengan yang lain. Kebudayaan ideal dan adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia. Baik
pikiran-pikiran dan ide-ide maupun karya manusia menghasilkan benda-benda kebudayaan fisik. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup
tertentu yang semakin lama mempengaruhi pola perbuatan dan cara berpikir. Wujud kebudayaan yang dipaparkan oleh Koentjaraningrat, terdapat juga di
dalam sebuah permainan, wujud yang pertama : didalam permainan terdapat sejumlah peraturan seperti permainan tradisional engklek, didalam permainan ini terdapat
aturan yang harus dituruti seperti aturan tidak boleh menginjak garis selama bermain jika terdapat pemain yang menginjak garis ketika permainan berlangsung maka
pemain tersebut digantikan dengan pemain lawan. Wujud yang kedua : didalam permainan terdapat perilaku yang berpola seperti halnya dalam permainan bola kaki,
setiap pemain memiliki pola tendangan yang harus dilakukan bahkan setiap pemain memiliki dan menggunakan pola tendangan yang berbeda-beda agar bola masuk ke
gawang lawan. Wujud yang ketiga : Beberapa permainan tradisional memiliki peralatan seperti permainan layang-layang, peralatan yang digunakan pemain
merupakan hasil karya manusia dan biasanya anak-anak kota mendapatkan peralatan bermain dengan cara dibeli dari pasar atau kedai.
Universitas Sumatera Utara
9 Permainan sudah lama dikenal manusia, dan diperoleh secara lisan sehingga
permainan termasuk sebagai folklor
9
9
Bagian dari kebudayaan yang disebarkan atau diwariskan secara tradisional baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai isyarat atau alat bantu pengingat
. Istilah lain dari permainan tradisional adalah permainan rakyat. Dalam bahasa Batak, permainan adalah marmeam, kata marmeam
sebagai kata kerja yang berarti bermain dan dalam bahasa Inggris permainan adalah adalah games. Ada banyak pengertian dan batasan mengenai permainan, Huizinga
memberikan pengertian mengenai permainan yaitu : “Suatu perbuatan atau kegiatan sukarela, yang dilakukan dalam batas-
batas ruang dan waktu tertentu yang sudah ditetapkan, menurut aturan yang telah diterima secara sukarela tapi mengikat sepenuhnya, dengan
tujuan dalam dirinya sendiri, disertai oleh perasaan tegang dan gembira dan kesadaran “lain daripada kehidupan sehari-hari.” 1990 : 39
Menurut Ferran dalam Parwati 1993 : 7-8 permainan adalah suatu perbuatan yang bebas, tidak merupakan kewajiban atau paksaan dan tidak memperlihatkan suatu
tujuan yang penting artinya sekadar main begitu saja. permainan diklasifikasikan menjadi beberapa golongan berdasarkan sifat atau aspek yang dimiliki, terdapat tiga
kategori permainan yang diajukan dalam Kongres Internasional Ilmu-ilmu Antropologi dan Ethnologi yang diadakan di Paris pada tahun 1960, ialah : 1. Les
jeux verbaux permainan lisan, imitatifs et magiques permainan tiruan dan magis dan les jeux d’initiation permainan inisiasi. 2. Les jeux de force et d’adresse
permainan kekuatan dan ketangkasan seperti layang-layang, gasing yang termasuk fimnastik atau aktivitas sportif. 3. Les jeux intellectuels permainan kecerdasan
seperti main catur dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
10 Berbeda dengan pemikiran Robert dkk dalam Danandjaja 1984 : 171 bahwa
berdasarkan sifatnya maka permainan tradisional dibagi menjadi dua bagian besar yaitu permainan untuk bermain play dan permainan untuk bertanding game.
Kedua permainan ini memiliki perbedaan, jika permainan untuk bermain bersifat untuk mengisi waktu senggang atau lebih tepatnya untuk rekreasi sedangkan
permainan untuk bertanding lebih bersifat terorganisasi, perlombaan competitive, harus dimainkan paling sedikit oleh dua orang peserta dapat ditentukan peserta yang
menang dan yang kalah, mempunyai peraturan permainan yang telah diterima bersama oleh pesertanya. Permainan untuk bertanding dibagi menjadi beberapa
bagian yaitu permainan bertanding yang bersifat keterampilan fisik game of physical, permainan bertanding yang bersifat siasat game of strategy dan
permainan bertanding yang bersifat untung-untungan game of change. Huizinga 1990 : 2-5 melihat bahwa manusia senang bermain, sehingga ia
mengeluarkan istilah homo ludens yang artinya manusia bermain, manusia bisa mengingkari hampir semua yang abstrak seperti hukum, keindahan, kebenaran,
kebaikan tetapi tidak untuk permainan. Ia melihat bahwa permainan itu lebih tua dari kebudayaan, hal ini didasarkan dari anak binatanghewan yang ketika berumur
beberapa hari seringkali bermain dengan yang lainnya. Kegiatan bermain dengan beberapa permainan khususnya permainan tradisional
lebih banyak dilakukan oleh anak-anak. Menurut Mutiah 2012 : 92-110 Keinginan anak-anakmanusia untuk bermain pada dasarnya timbul secara alami dari dalam diri,
Universitas Sumatera Utara
11 namun mengenai keinginan untuk bermain setiap ahli memberikan pemikiran dan
pendapat yang berbeda-beda seperti : 1.
Teori Klasik : Teori klasik muncul dari abad ke-19 hingga Perang Dunia I, pada masa ini teori evolusi sedang berkembang sehingga teori klasik banyak dipengarui
oleh paham evolusi. Teori Klasik mengenai bermain dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
a. Teori surplus energi dan rekreasi. Teori surplus energi dikemukakan oleh Friedrich Schiller dan Herbert Spencer, mereka berpendapat bahwa keinginan
untuk bermain muncul untuk mengeluarkan energi yang berlebih didalam tubuh, Schiller memandang bermain sebagai penutupklep keselamatan pada
uap, energi atau tenaga yang berlebih pada seseorang perlu dibuangdilepaskan melalui bermain, kelebihan tenaga atau energi pada anak dan orang dewasa
yang belum digunakan sebaiknya disalurkan dalam bentuk kegiatan bermain seperti berlari, berlompat, berguling dan sebagainya. Teori Rekreasi
dikemukakan oleh Moritz Lazarus mengatakan keinginan bermain untuk memulihkan energi yang sudah terkuras saat bekerja karena bekerja menguras
dan menyebabkan berkurangnya tenaga. Bermain adalah lawan dari bekerja merupakan cara yang paling ideal untuk memulihkan tenaga.
b. Teori Rekapitulasi dan Praktis. Teori Rekapitulasi dikemukakan oleh G.Stanley Hall, ia melihat bahwa anak merupakan mata rantai evolusi dari
binatang hingga menjadi manusia. Pengalaman nenek moyang akan terampil di dalam kegiatan bermain anak, teori G.Stanley Hall disebut juga teori
Universitas Sumatera Utara
12 atavismeyaitu bahwa permainan anak ulangan daripada kehidupan nenek
moyang. Seperti contoh, kesenangan anak untuk bermain air dapat dikaitkan dengan kegiatan nenek moyangnya yaitu spesies ikan yang suka bermain di
dalam air dan kesenangan anak memanjat, berayun di pohon cerminan dari kebiasaan nenek moyangnya yaitu monyet yang suka bermain di pohon. Teori
Praktis, toeri ini sering disebut dengan insting naluri yang diajukan oleh Karl Groos, ia meyakini bahwa bermain berfungsi untuk memperkuat insting yang
dibutuhkan guna kelangsungan hidup di masa mendatang. Teori ini disebut teori teleologi, bahwa permainan mempunyai tugas pokok, maksudnya dengan
bermain terjadi proses biologis atau proses berfungsinya organ-organ tubuh, maka disebut juga teori fungsi yaitu mengembangkan fungsi yang tersembunyi
di dalam diri seseorang. Bayi yang baru lahir diwariskan sejumlah insting yang kurang sempurna terhadapnya dan insting itu perlu disempurnakan melalui
bermain karena berguna untuk mempertahankan hidupnya. Bermain bertujuan untuk sarana latihan dan mengelaborasi keterampilan yang diperlukan saat
dewasa. 2. Teori Modern : Teori modern muncul setelah Perang Dunia I, didalam teori
modern dijelaskan manfaat bermain bagi perkembangan anak. a. Teori Psikoanalisis. Teori ini dikemukakan oleh Sigmund Freud, ia melihat
bermain pada anak sebagai alat yang penting bagi pelepasan emosinya. Freud memandang bermain seperti fantasi atau lamunan, melalui bermain seseorang
Universitas Sumatera Utara
13 memproyeksikan harapan maupun konflik pribadi dan Freud menganggap
bermain berperan dalam perkembangan emosi anak. b. Teori Kognitif . Teori kognitif oleh Jean Piaget menjelaskan bahwa bermain
membantu perkembangan intlektual anak. Anak menciptakan sendiri pengetahuan mereka tentang dunianya melalui interaksi anak, anak
menciptakan sendiri pengetahuan tentang dunianya melalui interaksi, anak berlatih menggunakan informasi yang sudah didengar sebelumnya dengan
menggabungkan infromasi baru. Bermain berperan mempraktikkan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep serta keterampilan yang telah dipelajari
sebelumnya. Teori kognitif oleh Jerome Bruner, menurut Jerome bermain berperan memunculkan fleksibilitas perilaku dan berpikir, imajinasi dan narasi
anak. c. Teori Sutton Smith. Smith percaya bahwa transformasi simbolis yang muncul
dalam kegiatan bermain khayal misalnya menganggap balok sebagai kue, memudahkan transformasi simbolis kognisi anak sehingga dapat meningkatkan
fleksibilitas mental. Bermain berperan mengatur kecepatan stimulasi dari dalam dan dari luar diri anak.
d. Teori Arousal Modulation, toeri ini dikembangkan oleh Berlyne dan Ellis. Mereka berpendapat bahwa anak bermain disebabkan adanya kebutuhan atau
dorongan agar sistem saraf pusat tetap berada dalam keadaan terjaga. Bermain berperan membuat anak terjaga pada tingkat optimal dengan menambah
stimulasi.
Universitas Sumatera Utara
14 e. Teori Bateson, Bateson berpendapat bahwa bermain bersifat paradoksial karena
tindakan yang dilakukan anak saat bermain tidak sama artinya dengan apa yang mereka maksudkan dalam kehidupan nyata. Saat bergelut misalnya,
serangan yang dilakukan berbeda dengan tindakan memukul sebenarnya, bermain berperan memajukan kemampuan untuk memahami berbagai
tingkatan makna. Dalam kehidupan begitu banyak kegiatan yang dilakukan, khususnya kegiatan
anak-anak tidak pernah berhenti, namun tidak semua kegiatan anak-anak dapat dikategorikan sebagai bermain atau permainan. Menurut Mutiah 2012 : 137 terdapat
batasan-batasan dari kegiatan bermain, yaitu : 1.
Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik muncul atas keinginan pribadi untuk kepentingan sendiri.
2. Perasaan yang muncul dalam kegiatan bermain diwarnai emosi positif, jika emosi
tidak positif setidaknya kegiatan bermain memiliki nilai bagi anak. Kadang bermain diikuti oleh perasaan takut, misalnya saat meluncur dari ketinggian
namun anak menikmatinya. 3.
Menekankan pada proses daripada hasil akhir. Dalam kegiatan bermain tidak ada tekanan untuk mencapai prestasi sehingga bermain cenderung fleksibel.
4. Bebas memilih. Pleasure menjadi parameter untuk membedakan bermain dengan
bekerja. 5.
Fleksibilitas, ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktifitas ke aktifitas yang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
15 6.
Memiliki kualitas pura-pura. Kegiatan bermain memiliki kerangka tertentu yang memisahkannya dari kehidupan nyata sehari-hari. Misalnya anak pura-pura minum
dari cangkir yang sebenarnya berwujud dari balok, menanggap kepingan gambar sebagai kue keju.
Parten dalam Mutiah 2012 : 138 mengembangkan suatu klasifikasi permainan anak, yang didasarkan atas observasi pada anak-anak dalam permainan bebas di
sekolah asuhan, yang kategorinya ialah : 1.
Unoccupied play, yaitu anak hanya melihat anak lain bermain, tetapi tidak ikut bermain pada tahap ini hanya mengamati ke sekitar ruangan dan berjalan, tetapi
tidak terjadi interaksi dengan anak yang bermain. 2.
Solitary play, yaitu terjadi ketika anak bermain sendirian dan mandiri dari orang lain. Anak senang sendiri dan tidak peduli terhadap apa pun yang sedang terjadi.
Anak usia 2-3 tahun sering terlibat dalam solitary play. 3.
Onlooker play, yaitu terjadi ketika anak menonton orang lain bermain. Berbicara dan menanyakan tetapi tidak ikut dalam permainan.
4. Parallel play, yaitu anak bermain terpisah dari anak-anak lain dengan mainan
yang sama dengan cara meniru cara mereka bermain. 5.
Assosiative play, terjadi ketika permainan melibatkan interaksi sosial dengan sedikit organisasi. Mereka cenderung tertarik dan terjadi tukar-menukar mainan.
Meminjam atau meminjamkan mainan dan mengikuti atau mengajak anak-anak antri adalah contoh assosiative play.
Universitas Sumatera Utara
16 6.
Cooperative play, meliputi interaksi sosial dalam suatu kelompok yang memiliki suatu rasa identitas kelompok dan kegiatan yang terorganisasi.
Komponen dari permainan adalah adanya tujuan, aturan, tantangan dan interaksi. Setiap komunitas memiliki permainan bagian dari kebudayaan, permainan
tradisional menjadi ciri dan kekayaan budaya suatu komunitas sehingga permainan tradisional sejatinya adalah duta budaya. Lebih jauh lagi, beberapa cabang olahraga
yang sekarang ada di olimpiade ataupun pada kejuaraan-kejuaraan olah raga lainnya, banyak yang bermula dari pemainan tradisional. Jenis dan bentuk permainan
tradisional di Indonesia bisa dikatakan sangat beragam, hampir setiap daerah mempunyai permainan mereka sendiri.
Permainan tradisional memiliki jenis dan karakteristik berbeda-beda, anak-anak tidak pernah bermain dengan satu jenis permainan tradisional dalam jangka waktu
yang lama, setiap jenis permainan tradisional dimainkan oleh anak-anak sesuai dengan musimnya, perubahan terhadap jenis permainan tradisional selalu terjadi di
dalam dunia anak-anak seperti dalam minggu ini anak-anak bermain layang-layang, beberapa hari kemudian permainan berubah menjadi permainan kelereng, dan
beberapa bulan permainan berubah kembali. Perubahan yang terjadi pada jenis permainan tradisional disebut jenis perubahan yang tidak direncanakan dan
perubahan siklis cyclical. Perubahan yang tidak direncanakan adalah perubahan yang tidak direncanakan sebelumnya dan terjadi di luar jangkauan kontrol
masyarakat. Menurut Saptono 2007 : 28 perubahan siklis cyclical adalah
Universitas Sumatera Utara
17 perubahan yang memutar sesuai dengan perubahan musim dan tidak membawa unsur
baru. Permainan Tradisional menurut James Danandjaja adalah
10
Bateson dalam Danandjaja 1988 : 71 memberikan perhatian khusus pada masalah sifat khas bersama dalam suatu komunitas community, yang mempunyai
perbedaan stabil mengenai peran-peran sosial di antara para anggotanya. Bateson melohat adanya hubungan berpola diantara kelompok kelompok atau individu-
individu yang berbeda. Hubungan ini tidak berubah dan berkutub dua bipolar, seperti sifat menguasai dominance lawan sifat tunduk submission, sifat gemar
membantu succorance lawan sifat ketergantungan pasa orang lain depence, sifat memamerkan diri exhibitionism lawan sifat menjadi penonton spectatorship.
permainan tradisional anak-anak merupakan bentuk folklor dimana peredarannya dilakukan
secara lisan, berbentuk tradisional dan diwariskan secara turun-temurun. Oleh sebab itu, terkadang asal-usul dari permainan tradisional tidak diketahui secara pasti siapa
penciptanya dan darimana asalnya, karena penyebarannya yang berupa lisan. Terkadang permainan tradisional mengalami perubahan nama dan bentuk walaupun
pada dasarnya sama. Seperti contoh, permainan congklak di Jawa Barat dengan permainan dakon di Jawa Tengah yang memiliki peraturan dan cara bermain yang
sama, namun berbeda cara penyebutannya. Permainan tradisional yang merupakan pewarisan secara turun-temurun ini dilakukan untuk memperoleh kegembiraan.
10
http:porosbumi.compengertian-permainan-tradisional Diakses pada hari Rabu, tanggal
08062016, pukul 21:50:29
Universitas Sumatera Utara
18 Apabila seorang anggota dari suatu kelompok bersifat menguasai, maka seorang
anggota dari kelompok lain akan menunduk.
•
Kehidupan Kota
Sebuah kota seringkali ditandai dengan kehidupan yang ramai, wilayahnya yang luas, banyak penduduknya, dan hubungan yang kurang erat satu sama lain serta
mata pencaharian yang beraneka ragam. Menurut Soerjono Soekanto dalam Setiadi, dkk 2006 : 89masyarakat kota dan desa memiliki perhatian yang berbeda, khususnya
perhatian terhadap keperluan hidup. Di desa, yang diutamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan pokok dan fungsi-fungsi yang lainnya diabaikan berbeda
dengan pandangan masyarakat kota, selain memperhatikan kebutuhan pokok mereka melihat pandangan masyarakat sekitarnya.
Daldjoeni 1997 : 51 memberikan penjelasan mengenai ciri-ciri struktur sosial kota, sebagai berikut :
• Heterogenitas sosial : Kepadatan penduduk mendorong terjadinya persaingan
dalam pemanfaatan ruang. Masyarakat dalam bertindak memilih yang paling menguntungkan sehingga tercapai spesialisasi, untuk mencapai dan menjaga
karier masyarakat mengurangi jumlah anak dalam keluarga. Kota merupakan melting pot
11
11
Kuali peleburan, merupakan istilah untuk masyarakat heterogen yang semakin menjadi homogen. Anggota masyarakt yang terdiri dari berbagai sukubangsa melebur menjadi satu hidup
berdampingan disuatu negara.
.
Universitas Sumatera Utara
19 •
Hubungan sekunder : Jika hubungan masyarakat desa disebut primer, maka hubungan masyarakat kota disebut sekunder. Pengenalan dengan orang lain serba
terbatas pada bidang hidup tertentu. •
Toleransi sosial : Masyarakat kota secara fisik tinggal berdekatan tetapi secara sosial berjauhan. Seperti dalam hal, terdapat suatu keluarga yang sedang berpesta
namun tetangganya sedang menangisi orang meninggal. •
Mobilitas sosial : Masyarakat kota menginginkan perubahan status yang tinggi, selain itu yang memiliki status yang sama terjadi solidaritas kelas seperti
terbentuk perkumpulan kelompok seprofesi seperti profesi guru, profesi wartawan, profesi pedagang, profesi dokter dan sebagainya.
• Ikatan sukarela voluntary assocation : Secara sukarela individu
menggabungkan diri ke dalam perkumpulan yang disukainya seperti sport, aneka grup musik, klub filateli dan sebagainya. Meskipun sifatnya sukarela, terdapat
gejala bahwa setiap perkumpulan bersaing menunjukan pamor masing-masing. •
Individualisasi : Masyarakat dapat memutuskan secara pribadi yang penting bagi kehidupannya tanpa campur tangan orang lain. Setiap anggota masyarakat
mendahulukan kepentingannya sendiri. •
Segregasi keruangan spatial segregation : Dalam studi ekologi manusia human ecology, terjadi pemisahan segregation berdasarkan ras, sukubangsa. Misalnya
terdapat wilayah kaum Cina, Arab, kaum elite, kaum gelandangan, daerah
Universitas Sumatera Utara
20 operasi pelacuran, pencopetan, kegiaan olahraga, hiburan, pertokoan dan pasar,
kompleks kepegawaian tertentu. Kehidupan di kota bisa menjadi trend setter
12
- Tempat bermain semakin terbatas : laju pembangunan yang begitu tinggi
membawa dampak berupa makin berkurangnya ruang publik lapangan hijau, lahan pertanian, halaman rumah yang luas atau lahan-lahan kosong yang
sebelumnya menjadi tempat bermain anak-anak, kini telah berganti wajah perumahan, perkantoran, pasar modern, pusat perbelanjaan, hotel dan
sebagainya. bagi wilayah lainnya, banyak
penduduk yang tergiur untuk pindah ke kota dengan berbagai alasan, mulai dari mencari nafkah hingga melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Achroni 2013 : 29-40 kehidupan kota saat ini kurang bersahabat dengan permainan tradisional, hal ini dikarenakan dengan sejumlah realita yang
terjadi antara lain :
- Waktu bermain yang semakin sedikit : setelah seharian anak-anak berkutat pada
mata pelajaran di sekolah, mereka harus sibuk dengan beragam aktivitas seperti kursus, les atau mengikuti kegiatan klub. Dengan kesibukan yang sangat padat,
anak-anak hanya memiliki sedikit waktu untuk bermain. Waktu yang dimiliki nyaris habis untuk belajar dan menjalani berbagai aktifitas lainnya yang
membutuhkan keseriusan serta disiplin tinggi hingga anak-anak kehilangan
12
Segala sesuatu yang menjadi pusat perhatian serta diikuti oleh orang banyak
Universitas Sumatera Utara
21 kegembiraan bermain dan kebahagiaan masa kecil yang semestinya dapat
dinikmati. -
Teknologi : tidak asing lagi jika kota menjadi tempat perkembangan teknologi, sehingga secara tidak disadari anak-anak begitu dekat dengan teknologi seperti
gadget, play station, game online atau internet, televisi. Kehidupan anak tidak dapat dipisahkan dari televisi, banyak anak menjadikan televisi menjadi hal yang
pertama dilihat ketika bangun tidur dan menjadi hal terakhir yang dinikmati sebelum tidur. Berpuluh tahun yang lalu, anak-anak tumbuh dengan begitu alami,
kehidupan sosial mereka bersama teman sebaya begitu menyenangkan, tidak ada pengaruh buruk yang dikhawatirkan karena saat itu teknologi telekomunikasi
masih sedemikian terbatas. Anak-anak di kota begitu dikepung oleh teknologi yang digunakan tanpa pembatasan dan pengawasan oleh pihak terkait khususnya
orangtua. Anak-anak yang berada di Kecamatan Medan Baru khususnya di Kelurahan
Padang Bulan dan Kelurahan Titi Rantai kurang memiliki ruang terbuka untuk bermain. Keadaan ini membuat mereka tidak leluasa bermain bersama teman-
temannya. Ruang terbuka yang terdapat di Kelurahan Padang Bulan dan Titi rantai berubah menjadi bangunan-bangunan tinggi yang berfungsi untuk rumah kos-kosan
para mahasiswa-mahasiswi.
Universitas Sumatera Utara
22
1.3. Rumusan Masalah