Pengertian khotbah Khotbah Jumat

39 berpangkat maupun orang biasa, begitulah seterusnya. Sisi lain yang sangat penting untuk diperhatikan jamaah Jumat yang banyak itu semua dalam keadaan suci berwudhu, mudah-mudahan dari kesucian jasmani itu, dimiliki juga kesucian rohani sehingga mudah bagi mereka untuk menerima dan melaksanakan pesan-pesan dakwah dari seorang khotib. Agar target khotbah yang hendak dicapai itu bisa terpenuhi, maka disamping kemampuan berkhotbah yang bisa diandalkan dengan kepribadian sang khotib yang baik. Khotbah juga harus dilaksanakan sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Yang dalam istilah fiqihnya disebut dengan kaifiyat tata cara khotbah. Memahami kaifiyat khotbah Jumat menjadi sesuatu yang sangat penting karena khotbahJumat merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pelaksanaan ibadah Jumat itu sendiri. Berikut ini adalah hal-hal yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh seorang khotib dalam menyampaikan khotbah Jumat. a. Naik ke Mimbar dan Memberi Salam Setelah waktu Jumat tiba, maka khotib harus segera naik ke mimbar dan memberi ucapan salam. Hal tersebut terdapat dalam hadis Nabi SAW: 40 34 Jabir meriwayatkan bahwa sesungguhnya Nabi SAW apabila naik ke mimbar maka ia memberi salam H.R. Ibnu Majah. b. Duduk dan Mendengarkan Adzan Setelah memberi salam, khotib duduk di atas kursi atau bangku yang terdapat di atas mimbar, lalu muadzin memperdengarkan adzan sebagaimana terdapat dalam hadis Nabi SAW: “Dari Saib bin Yazid berkata: adalah Bilal, biasa adzan apabila Nabi SAW duduk di atas mimbar dan ia iqamat setelah Nabi SAW turun”. H.R. Ahmad dan Nasai. c. Memenuhi Rukun Khotbah Khotbah Jumat tentu saja harus ada rukun-rukun yang harus dipenuhinya, baik pada khotbah pertama maupun khotbah kedua. d. Menyampaikan Khotbah dengan Singkat, Padat, dan Suara yang Lantang. Dalam menyampaikan khotbah Rasulullah SAW mencontohkan kepada kita untuk berkhotbah dengan waktu yang singkat dengan 34 Muhammad bin Yazid Abu Abdullah Al-Qozwani, Sunan Ibnu Majah, Bairut: Darul Fikri, juz 1, h. 352. 35 Ahmad bin Syu’aib Abu Abdirrohman An-Nasa’I, Sunan An-Nasa’I Al-Kubro, Bairut: Darul Kutub Alamiyah, Juz 1, h. 527.