Permasalahan Ritel Tradisional dengan Ritel Modern

hal ini sesungguhnya lebih terkait dengan peran Pemerintah, yang harus mengambil kebijakan untuk melindungi pelaku usaha pemasok dari eksploitasi kekuatan market power yang sangat besar dari para peritel besar. Dalam beberapa hal mungkin Pemerintah dapat mencontoh beberapa pengaturan yang terjadi di beberapa negara lain seperti yang dengan tegas melarang listing fee yang sangat excessive, atau melakukan batasan-batasan terhadap komponen-komponen trading terms yang dianggap merugikan pelaku usaha pemasok secara jangka panjang. Selain itu proses transparansi dari trading terms juga harus menjadi pertimbangan utama Pemerintah saat mengeluarkan kebijakan terkait hal tersebut. Tugas lain dari Pemerintah adalah melakukan pemberdayaan terhadap usaha pemasok untuk mendorong daya tawar mereka ketika berhadapan dengan ritel modern. Bergabungnya mereka kedalam asosiasi mungkin dapat menjadi salah satu senjata untuk meningkatkan daya tawar mereka. Hakikat dari upaya perlindungan dan pemberdayaan pemasok adalah bagaimana Pemerintah melakukan upaya penciptaan pengaturan yang dapat melahirkan trading terms yang melindungi usaha pemasok serta mengembangkan program yang dapat meningkatkan kemampuan tawar pemasok saat berhadapan dengan peritel modern. 60 60 www.kppu.co.id, Position Paper Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penataan Dan Pembinaan Usaha Pasar Modern Dan Usaha Toko Modern. Diakses pada 3 September 2014 dari situs : http:www.kppu.go.iddocsPositioning_Paperritel.pdf. h. 17. Kasus yang berkaitan dengan permasalahan antara pemasok dengan ritel modern terjadi pada tahun 2009. Berawal dari akuisisi PT. Alfa Retailindo oleh PT Carrefour Indonesia yang menerapkan trading terms yang sifatnya merupakan tekanan terhadap para pemasok, sehingga mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Alasan PT Carrefour Indonesia dalam mengakuisisi PT Alfa Retailindo Tbk adalah untuk meningkatkan penjualan dan menambah gerai serta untuk menambah format ritel modern berupa supermarket sesuai dengan trend bisnis ritel yang berkembang menjadi multiformat. Carrefour sendiri merupakan peritel yang berasal dari Perancis, dimana pada tahun 1998 mendirikan gerai pertamanya di Indonesia. Pada tahun 2003 PT Contimas Utama Indonesia menjadi surviving company, dalam rangka melakukan merger dengan beberapa perusahaan dan berganti nama menjadi PT Carrefour Indonesia. PT Carrefour Indonesia sendiri memiliki image yang sangat baik di mata konsumen, sebagai tempat belanja yang murah dan nyaman. Oleh karena kesuksesannya, maka tidak heran Carrefour memiliki bargaining power yang kuat terhadap pemasoknya. 61 Secara umum, terdapat beberapa syarat perdagangan yang diberlakukan PT Carrefour Indonesia kepada pemasoknya, antara lain listing fee, fixed rebate, minus margin, term of payment, regular discount, common assortment 61 Anna Maria Tri Anggraini, Peranan Industri Kecil-Menengah dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia: Ditinjau dari Perspektif Hukum Persaingan Usaha, Jurnal Law Review, Vol. XIII, No. 3, Tahun 2014, h. 456. cost, opening cost new store dan penalty. Pemasok menganggap listing fee dan minus margin merupakan syarat perdagangan yang dianggap paling memberatkan mereka. Trading terms mengenai listing fee tersebut mensyaratkan pemasok wajib membayar biaya dalam memasok produk baru kepada tiap gerai Carrefour, yang berfungsi sebagai jaminan apabila barang tidak laku dan hanya diterapkan sekali, dan tidak dikembalikan non- refundable yang besarannya berbeda antara pemasok kecil dan pemasok besar, bahkan karena syarat-syarat perdagangan Carrefour dianggap memberatkan salah satu saksi dari perusahaan pemasok. 62 62 Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks Konteks.Jakarta: GTZ, 2009, h. 141.