3. Posisi Dominan
Larangan berikutnya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah larangan yang berkaitan dnegan posisi dominan.
Secara esensial pengertian posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti, atau pelaku usaha
mempunyai posisi lebih tinggi dibandingkan dengan pesaingnya dalam hal kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pemasok atau penjualan,
serta kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
27
Menurut Undang-Undang Antimonopoli UU No.51999 ada tiga bentuk penyalahgunaan posisi dominan yang lazim sebagai berikut:
28
a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah
dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas.
b. Membatasi pasar dan atau teknologi.
c. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjad pesaing untuk
memasuki pasar yang bersangkutan.
29
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, bahwa posisi dominan yang dilarang dalam dunia usaha dikategorikan
dalam 4 empat bentuk sebagai berikut:
27
Pasal 1 Angka 4, Indonesia, Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. No.5, LN No. 33 Tahun 1999.
28
Suhasril, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, h. 143.
29
Pasal 25 ayat 1, Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persangan Usaha Tidak Sehat. No.5, LN No.33 Tahun 1999.
a. Batasan posisi dominan pasal 25
b. Jabatan rangkap pasal 26
c. Pemilikan saham pasal 27
d. Penggabungan, peleburan, dan pengambil alihan pasal 28 dan 29.
30
Adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pelaku usaha tetap dapat menjalankan usahanya walaupun tidak diperbolehkan melanggar
Undang-Undang tersebut. Jadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persainga Usaha Tidak Sehat ini
bukan untuk mematikan perusahaan-perusahaan besar, tapi justru mendorong perusahaan besar, asalkan berjuang dengan kemampuannya
sendri dan tidak melakukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat.
31
Asas yang digunakan sebagai landasan dalam pembentukan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 berdasar ketentuan Pasal 2 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 199 9, yang merumuskan: “pelaku usaha di Indonesia
dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha
dan kepentingan umum,” sebenarnya adalah demokrasi ekonomi.
32
Dengan demikian kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan
perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha,
30
Suhasril, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, h. 144
31
Tarita Kooswanto, dkk. Keadaan Pasar Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Jurnal Private Law, Volume 2, No. 1, Tahun 2013, h. 62
32
Rahadi Wasi Bintoro, Aspek Hukum Zonasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern, Jurnal Dinamika Hukum, Volume 10, No. 3, Tahun 2010, h. 365