Penyelesaian Perkara oleh KPPU

36 BAB III TINJAUAN UMUM RITEL DI INDONESIA A. Pengertian dan Perkembangan Ritel di Indonesia 1. Pengertian Ritel Kata ritel berasal dari bahasa Prancis, retailer, yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Menurut Christina Whidya Utami dalam buku yang berjudul Manajemen Ritel, Usaha ritel atau eceran retailing dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Masih dalam buku yang sama Christina Whidya Utami melanjutkan definisi dari ritel sebagai berikut: “Ritel juga merupakan perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk- produk dan layanan penjualan kepada konsumen untuk penggunaan atau konsumsi perseorangan maupun keluarga”. 44 Ritel merupakan sektor industri yang sangat terkenal dan sudah mendominasi kehidupan masyarakat Indonesia turun-temurun sejak dahulu kala. Hal ini ditandai dengan tersebarnya warung dan toko kelontongan di hampir tiap daerah, mulai dari pelosok hingga kota besar. Industri ini tumbuh dan berkembang sedemikian cepat seiring dengan pertambahan laju 44 Mumuh Mulyana, Manajemen Sumber Daya Manusia SDM Ritel Dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan.Jurnal Ilmiah Ranggagading, Volume 10, No. 2, Tahun 2010, h. 165 penduduk. Industri ini juga semakin popular sejak masuknya ritel modern di Indonesia, yakni ketika Mart berlabel Indomart, Alfamart, dan afiliasinya marak tumbuh bak jamur di musim hujan, hingga yang paling fenomenal ketika ritel asing asal Prancis, Carrefour, masuk ke Indonesia dengan ekspansi usahanya yang cukup mengundang kontroversi. 45 Penggolongan ritel di Indonesia dapat dikategorikan berdasarkan sifatnya, yaitu ritel yang bersifat tradisional atau konvensional dan yang bersifat modern. Ritel yang bersifat tradisional adalah sejumlah pengecer atau pedagang eceran yang berukuran kecil dan sederhana, misalnya toko-toko kelontongan, pengecer atau pedagang eceran yang berada di pinggir jalan, pedagang eceran yang berada di pasar tradisional, dan lain sebagainya. Kelompok bisnis ritel ini memiliki modal yang sedikit dengan fasilitas yang sederhana. Ritel modern adalah sejumlah pedagang eceran atau pengecer berukuran besar, misalnya dengan jumlah gerai yang cukup banyak dan memiliki fasilitas toko yang sangat lengkap dan modern. 46 Regulasi pemerintah mengenai bisnis ritel dengan diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pasar tradisional merupakan pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah 45 Maria Madgalena Minarsih. Pedagang Kecil” Warung” Dalam Gempuran Ritel Modern. Jurnal Dinamika Sains, Volume 11, No.26, Tahun 2013, h. 86. 46 Euis Soliha, Analisis Industri Ritel di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 15 No. 2 Tahun 2008, h. 130. Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimilikidikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dengan melalui tawar menawar. Sedanglan Toko Modern merupakan toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Departement Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. 47

2. Perkembangan Ritel di Indonesia

Perkembangan industri ritel di Indonesia dipelopori oleh pemerintah dengan didirikannya Sarinah sebagai pusat perbelanjaan modern pertama di Jakarta. Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama bermunculan ritel-ritel baru dan puncaknya pada tahun 1997 pemerintah melalui surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 455KMK01 tahun 1997 memberikan ijin masuk bagi ritel-ritel asing seperti Carrefour dan Continent. 48 Liberalisasi pasar ritel di Indonesia terjadi sejak ditandatanganinya LOI Letter of Intent antara pemerintah Indonesia dengan Dana Moneter Internasional IMF tahun 1998. Salah satu hasil LOI tersebut adalah 47 Tri Joko Utomo, Persaingan Bisnis Ritel: Tradisional Vs Modern. Jurnal Fokus Ekonomi Volume 6, No. 1, Tahun 2011: 122-133. 48 Muhammad Kholid Mawardi, Persaingan Industri Ritel di Indonesia Dengan Model” Lima Kekuatan Pesaing M. Porter”. Jurnal iqtishoduna 2008 memberikan kebebasan kepada investor asing masuk ke industri ritel. Kebijakan liberalisasi pasar ritel ini diatur pertama kali dengan Keppres No. 991998 dan SK Menteri Investasi No. 29SK1998. Sejak tahun 1998 itulah Carrefour salah satu retailer asing asal Prancis masuk ke Indonesia. Saat ini kran investasi asing dibuka lebar-lebar melalui Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 dan Undang-Undang PT Nomor 40 Tahun 2007. Melalui kedua Undang-Undang ini peritel asing bukan saja boleh berusaha membuka gerai di mana-mana di seluruh Indonesia, bahkan secara agresif investor asing mulai „mencaplok’ peritel-peritel lokal. Perusahaan ritel Hero dan Alfa misalnya, adalah sebagian dari perusahaan ritel di Indonesia yang sudah dirambah oleh investor asing. 49 Sejalan dengan perkembangan jaman maka lahirlah ritel modern yang dikelola dengan manajemen dan teknologi modern. Ritel modern memberikan pelayanan jasa yang baik, ruangan nyaman full AC, penyajian barang-barang yang menarik, konsumen dapat melayani sendiri, harga pasti, dan bahkan dapat menjadi tempat rekreasi bagi keluarga dimana ritel modern menyediakan semua kebutuhan rumah tangga one stop shopping centre. 50 Ketatnya persaingan menyebabkan peta industri ritel sering mengalami perubahan, terutama akibat intensitas keluar-masuknya peritel asing serta 49 Ali Jusmoro, Persaingan Usaha Pasar Riitel di Indonesia, Siapa Yang Menang?. Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 1,Tahun 2008, h. 4 50 M. Udin Silalahi, Persaingan di Industri Ritel Ditinjau Dar Aspek Hukum Persaingan Usaha. Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27, No. 1, Tahun 2008, h. 6 akuisisi yang dilakukan peritel. Akuisisi cenderung dilakukan peritel besar untuk mengembangkan usaha ritelnya menjadi format yang beragam multi- format, seperti minimarket, supermarket dan hypermarket. Hal ini seperti yang dilakukan PT. Carrefour. PT. Carrefour yang telah sukses dengan format hypermarketnya kemudian mengembangkan format supermarket dengan mengakusisi PT Alfa Retailindo.

B. Kebijakan Regulasi Ritel di Indonesia

1. Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 dan Keputusan Presiden No

118 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 Dorongan pertama lahir dari munculnya kebijakan yang pro terhadap liberalisasi ritel, antara lain diwujudkan dalam bentuk mengeluarkan bisnis ritel dari negative list bagi Penanaman Modal Asing PMA. Hal ini antara lain diwujudkan dalam bentuk Keputusan Presiden No 962000 tentang Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal dan Keputusan Presiden No 1182000 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal. Kebijakan tersebut telah menyebabkan tidak adanya lagi pembatasan kepemilikan dalam industri ritel. Setiap pelaku usaha yang memiliki modal cukup untuk mendirikan perusahaan ritel di Indonesia, maka dapat segera melakukannya. Akibatnya, pelaku usaha di industri ini terus bermunculan. Hal yang kemudian nampak sering menjadi kontroversi adalah kehadiran para pelaku usaha asing seperti Carrefour. 51 Adanya liberalisasi bisnis ritel tidak terlepas dari Keppres No. 962000 mengenai bidang usaha terbuka dan tertutup bagi penanaman modal asing yang menggolongkan ritel sebagai bidang usaha terbuka bagi penanaman modal asing dan swasta nasional. Hal itulah, yang kemudian bisnis ritel kini mulai disesaki oleh berbagai aktor swasta nasional maupun swasta asing. Prospek keuntungan yang bisa diraih dari bisnis ritel di Indonesia memang sangat tinggi. Berdasarkan data dari Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia Aprindo, pada 2011, omzet ritel modern tercatat Rp 42 triliun, kemudian meningkat lagi pada 2006 menjadi Rp50,8 triliun dan pada 2008 meningkat menjadi Rp 58,5 triliun. Hal tersebut berlanjut pada 2010 dimana bisnis ritel modern tumbuh 12 dan tahun 2012 ini diperkirakan ritel modern akan tumbuh 13-15. Kondisi itu tentunya sangat kontras dengan kondisi perekonomian yang dihadapi pasar tradisional. Menurut data yang dihimpun dari Kementrian 51 www.kppu.co.id, Position Paper Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penataan Dan Pembinaan Usaha Pasar Modern Dan Usaha Toko Modern. Diakses pada 3 September 2014 dari situs : http:www.kppu.go.iddocsPositioning_Paperritel.pdf Perdagangan tahun 2011 menyebutkan pasar tradisional mengalami pertumbuhan minus 8,1 setiap tahunnya. 52

2. Perpres No. 1122007

Kebijakan publik yang berhubungan dengan sektor distribusi jasa, dimana setelah ditandatangani LOI, kehadiran peritel asing cenderung mengalami peningkatan sejak keran pertama kali dibuka dalam bentuk Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, serta Toko Modern biasa disebut Perpres Pasar Modern, didalam peraturan ini diatur 6 enam pokok masalah yakni; Definisi, Zonasi, Kemitraan, Syarat Perdagangan Trading Terms, Kelembagaan Pengawas, dan Sanksi. Permasalahan yang berkaitan dengan Zonasi atau tata letak lokasi kewenangannya dilimpahkan kepada pemerintah daerah BupatiWalikota atau Gubernur untuk Pemprov DKI Jakarta, Perpres No. 1122007 mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 52 Wasisto Raharjo Jati. Dilema Ekonomi: Pasar Tradisional versus Liberalisasi Bisnis Ritel di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, Volume 4, No.2 Tahun 2012, h. 224.