Deskripsi Metode Pengajaran Nilai yang Terkandung dalam Novel

53 bahwa istri adalah “tenaga ahli” juga. hlm. 368-370 4. Metode pengajaran nilai dengan keteladanan. “Pengenalan soal agama, bukan sebatas pada sholat dan mengaji. Dalam kegiatan sehari-hari, Yuli dan Badawi akan memasukkan nilai-nilai agama. Misalnya saat makan, Yuli akan mengajarkan kepada anak-anaknya untuk mengambil mak anan secukupnya. “Rasululah SAW. bilang, makanlah setelah lapar dan berhentilah sebelum kenyang,” begitu dia menjelaskan. Atau kalau ada yang bertanya alasan tidak boleh makan banyak, Yuli akan menjawab, “Rasulullah SAW. sudah memberikan panutan, dalam perut kita sebaiknya isilah 13-nya dengan makanan, 13 lagi dengan minuman, dan 13-nya lagi dengan udara, jadi kalian tetap bisa leluasa bergerak dan beraktivitas.” “Tapi kan aku masih lapar Ummi.... masakannya enak sih...” “Makanya berbagilah. Lagi pula kalau nggak habis kan mubazir, sayang. Mubazir itu temannya setan. Di luar sana masih banyak loh anak-anak yang nggak bisa makan, kalian beruntung setiap hari bisa makan tiga kali. Bersyukurlah dengan tidak menghamburkannya...” hlm. 371- 372 54

C. Deskripsi Nilai-nilai yang Dapat Dikembangkan dalam Pendidikan

Nilai Agama Islam Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan nilai Agama Islam yang terdapat dalam novel Rumah Seribu Malaikat merupakan nilai-nilai yang bersifat Islami yang meliputi: 1 nilai aqidah, 2 nilai syari‟ah, dan nilai akhlaq nilai budi pekerti atau nilai moral. Nilai-nilai ini sangat penting untuk ditanamkan atau dikembangkan dalam pendidikan Agama Islam guna mendukung proses pencapaian tujuan yang diinginkan. Tabel 3 Deskripsi Nilai-nilai yang Dapat Dikembangkan dalam Pendidikan Nilai Agama Islam No Deskripsi Nilai-Nilai Teks Dalam Novel Rumah Seribu malaikat 1. Nilai Tawakal “Yuli duduk di atas sajadah berwarna merah pudar. Sajadah yang telah menemaninya sejak dia masih ting-ting. Mengenakan mukena berwarna kuning gading, hadiah salah seorang kawannya. Menarik napas panjang di tengah do‟a dan dzikir panjangnya menengadahkan kepala menatap langit-langit kamar yng berwarna kelabu akibat bias lampu teras. Betapa dia ingin menunjukkan rasa syukurnya yang tiada terkira kepada sang Maha Pencipta yang telah mengaruniainya kehidupan yang mahadahsyat. Tak ada yang perlu dikeluhkan sepanjang hidup. Susah senang dia jalani semata karena yaqin itulah karunia Allah yang terbaik bagi 55 keluarganya. Bersama suami dan keempat anak kandungnya. Yuli bertafakur pasrah, bersujud sekali lagi dengan panjang, sebelum akhirnya mengusapkan kedua telapak tangannya pada muka, menyapuh dua titik air mata yang menggelembung di kedua sudut matanya.” hlm. 2 2. Nilai Jujur “Satu sifat menonjol Soebandji adalah kejujuranny. Meskipun hanya karyawan rendah, Soebandji selalu menekankan hidup jujur. Kejujuran yang mendorong walikota Madiun menunjuknya menjadi lurah, bahkan lurah yang selalu dijadikan contoh. Setelah cukup lama bekerja sebagai karyawan Pemda Madiun, dengan sekian banyak pujian, Soebandji diminta langsung oleh walikota untuk menjadi lurah.” hlm. 73 3. Nilai akhlak tentang amar ma‟ruf nahi munkar “Subhanallah-nya sejak Soebandji menjadi lurah di sana, banyak terjadi perbaikan di segala lini. Seperti perilaku sebagian kecil warga yang gemar berjudi, menjadi tidak ada, lalu pembangunan sebuah balai desa besar yang selama itu sulit diwujudkan meskipun daerah itu banyak orang kaya. Selama menjadi lurah, Soebandji juga mendorong masyarakat untuk membangun tempat- tempat ibadah Mushola di setiap RT 56 dan RW sehingga mendapatkan julukan sebagai lurah yang senang membangun mushala.” hlm. 74 4. Nilai keikhlasan “Awalnya, Marsijah mengajar di Madrasahh Ibtidaiyah Islamiyah pada 1956, kemudian di angkat menjadi pegawai negeri pada 1975. Pada waktu itu, pegawai negeri bukanlah pekerjaan yang bergaji besar. Namun, sebagai seorang istri, Marsijah tidak pernah mengeluh. Berapapun gaji yang diperolehnya, ditambah uang yang diberikan suami, dia akan mengelola uang itu dengan baik.” hlm. 82 5. Nilai syukur nikmat “Malam itu setelah mereka memanen semua hasil kebun dan takjub dengan hasilnya yang melimpah ruah, Badawi mengajak Ali sujud syukur sehabis sholat fardhu. “Ayo Li, kita harus mengucapkan syukur pada gusti Allh atas limpahan rezekiny. Kit nggk akan kelaparan karena hasil panenny banyak...” Ali mengangguk, dari tadi dia asyik memakan jambu dan nangka hasil kebun. Mereka berdua mengambil wudhu dan melaksanakan sholat berjamaah dan memohon kemurahan Allah SWT.” hlm. 94. 6. Nilai taqwa “Pada pelaksanaan akikahan, mereka memotong satu ekor kambing yang 57 anehnya cukup menyuguhi semua tamu yang datang. Padahal kalau dihitung- hitung, rasanya tidak mungkin seekor kambing itu cukup untuk semua orang.” “itu tamu nggak berhenti-berhenti datang, padahal kambingnya hanya satu. Dagingnya nggak habis-habis. Aku sendiri sudah capek nusukin daging ini, kok kayaknya nggak habis-habis dagingnya,” ujar kakak Badawi yang membantu di acara itu. Yuli tidak habis pikir mengapa ini bisa terjadi, padahal mereka tidak ada tambahan daging lain. Ajaib.” hlm. 149 7. Nilai tauhid tentang zat- zat Allah SWT “Yuli melihat Salsa yang tertidur nyenyak dalam gendongannya setelahh puas menyusu. Dia perhatikan dengan seksama wajahnya, ada kebesaran Tuhan di sana. Lihatlah rambut yang halus itu, kemudian kedua mata yang sempurna, dengan bulu mata yang lentik. Alis yang tipis tapi mempesona juga bibir yang imut dan menggemaskan. Jemari itu.... sangat lembut... mungil namun penuh semangat. Memang tak ada yang bisa menyamai kesempurnaan kreasi Tuhan ini. Allah yang Maha Besar Allahu Akbar hlm. 154 8. Nilai kepedulian “Semangat Yuli dan ibu-ibu majelis taklim tidak berhenti sampai sana. Setia 58 ada bencana alam terjadi di negeri ini, Yuli bersama ibu-ibu menggalang bantuan, termasuk tsunami di Aceh, gempa di Yogya, longsor di Leuwigajah, Cimahi, dan bantuan-bantuan rutin di beberapa panti asuhan. Kepedulian Yuli terhadap sesama, sebenarnya terbina sejak lama. Didasari latar belakang masa kecilnya yang terbiasa hidup berbagi dengan saudara-saudaranya serumah, sikap itu terbangun dan berkembang hingga dewasa.” hlm. 159 9. Nilai budi pekerti “Dengan kebaikan yang diberikan orang tua angkatnya itu, Yuni dan Juanah merasa Badawi dan Yuli bagaikan rang tua kandung. Sering mereka berpikir untuk membalas budi dengan menyisihkan gaji untuk diberikan kepada Yuli. Namun, orangtua asuh mereka itu selalu menolaknya. Bagi Yuli, asal Yuni dan Juanah menjadi anak yang saleh dan salehah, memperhatikan rangtua di kampung, rajin shalat, mengaji, dan s elalu ingat Allah, itu sudah cukup.” hlm. 193 10. Nilai syari‟ah ibadah “Badawi dan Yuli selalu mengajak anak- anak shalat shubuh berjamaah setiap paginya. Jadi, setiap hari mereka harus bangun pukul lima. Tiada ampun bagi Badawi dalam hal ini, tiada yang boleh