83
“Sejak anak-anaknya dalam kandungan, Yuli dan Badawi sering mengaji dengan suara yang terdengar jelas, supaya calon bayi
mereka bisa mendengarnya, tak lupa menjaga sikap dan perilaku, termasuk perkataan yang terlontar, semua harus
diperhatikan. Mengucapkan kata-kata yang sopan, lembut, dan agamis. Ini mereka lakukan agar anak-anak sejak dini menjadi
pribadi yang taat kepada al-
Qur‟an dan Sunnah Rasul. Ketika anak-anak mulai bisa mendengar dan membaca, Badawi dan
Yuli memperkenalkan ayat-ayat al- Qur‟an dan artinya dengan
lebih intens lagi. Badawi telah membuat rencana pendidikan agama, baik untuk anak kandung maupun asuh. Pada usia 3-5
tahun, mereka menghafal ayat-ayat pendek dan belajar shalat. Lalu pada usia 5-6 tahun anak-anak menghafal surat-surat yang
pendek dan dimasukkan dalam sekolah yang minimal memiliki program menghafal al-
Qur‟an. Untuk konsep pendidikan ini Badawi dan Yuli mempelajarinya dari surat Luqman ayat 13-19.
Di dalam al- Qur‟an itu disebutkan bahwa Luqman mendidik
anaknya. Artinya, sebagai pemimpin keluarga, dia mempunyai tugas mendidik istri dan anaknya. Namun, Yuli selalu melihat
bahwa istri adalah “tenaga ahli” juga. hlm. 368-370
d. Metode Pengajaran Nilai dengan Keteladanan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “keteladanan” dasar katanya “teladan” yaitu: “perbuatan atau barang
dsb, yang patut ditiru dan dicontoh.” Oleh karena itu “keteladanan”
adalah hal-hal yang patut ditiru atau dicontoh. Dalam bahasa Arab “keteladanan” diungkapkan dengan kata “uswah” dan “qudwah”.
Kata “uswah” terbentuk dari huruf-huruf: hamzah, as-sin, dan al-
waw. Secara etimologi setiap kata bahasa Arab yang terbentuk dari ketiga huruf tersebut memiliki persamaan arti yaitu “pengobaran dan
perbaikan”.
Terkesan lebih luas pengertian yang diberikan oleh Al- Ashfahani, bahwa menurut beliau “al-uswah” dan “al-qudwah”
berarti “suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia
84
lain, apakah dalam kebaikan , kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan”.
76
“Pengenalan soal agama, bukan sebatas pada sholat dan mengaji. Dalam kegiatan sehari-hari, Yuli dan Badawi akan memasukkan nilai-
nilai agama. Misalnya saat makan, Yuli akan mengajarkan kepada anak-
anaknya untuk mengambil makanan secukupnya. “Rasululah SAW. bilang, makanlah setelah lapar dan berhentilah sebelum
kenyang,” begitu dia menjelaskan. Atau kalau ada yang bertanya alasan tidak boleh makan banyak, Yuli akan menja
wab, “Rasulullah SAW. sudah memberikan panutan, dalam perut kita sebaiknya isilah
13-nya dengan makanan, 13 lagi dengan minuman, dan 13-nya lagi dengan udara, jadi kalian tetap bisa leluasa bergerak dan beraktivitas.”
“Tapi kan aku masih lapar Ummi.... masakannya enak sih...” “Makanya berbagilah. Lagi pula kalau nggak habis kan mubazir,
sayang. Mubazir itu temannya setan. Di luar sana masih banyak loh anak-anak yang nggak bisa makan, kalian beruntung setiap hari bisa
makan tiga kali. Bersyukurlah dengan
tidak menghamburkannya...” hlm. 371-372.
Metode-metode di atas dijadikan metode dasar oleh Yuli dan Badawi dalam mendidik anak-anaknya. Sebagai alat untuk menumbuhkan
pendidikan nilai sejak mereka dalam kandungan hingga tumbuh dewasa sampai sekarang. Dengan metode al-
Qur‟an yang telah mereka terapkan terbukti bahwa anak-
anaknya kini tumbuh dengan pribadi qur‟ani dan taat kepada al-
Qur‟an dan Sunnah Rasul.
3 Pembahasan Hasil Analisis Nilai-nilai yang Dapat Dikembangkan
Dalam Pendidikan Keagamaan Islam
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan Agama Islam yang terdapat dalam novel Rumah Seribu Malaikat merupakan nilai-nilai
yang bersifat Islami yang meliputi: 1 nilai aqidah, 2 nilai syari‟ah, dan nilai akhlaq nilai budi pekerti atau nilai moral. Nilai-nilai ini sangat
penting untuk ditanamkan atau dikembangkan dalam pendidikan Agama Islam guna mendukung proses pencapaian tujuan yang diinginkan.
76
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, h. 117