Pengertian Nilai Hakikat Nilai dalam Karya Sastra

13 3 Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak manusia. Sebagaimana dikutip oleh Kaelan, Max Scheler memandang bahwa nilai- nilai yang ada selama ini memiliki tingkat yang berbeda-beda. Oleh karena itu nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan, sebagai berikut: 19 1. Nilai-nilai kenikmatan, dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai- nilai yang mengenakkan dan yang tidak mengenakkan, sehingga menyebabkan ada orang yang senang dan ada orang yang menderita. 2. Nilai-nilai kehidupan, dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai yang penting bagi kehidupan, misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, keadilan, nilai kasih sayang, dan nilai kesejahteraan umum. 3. Nilai-nilai kejiwaan, dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak bergantung pada keadaan jasmani dan lingkungan sosial. Akan tetapi, nilai-nilai semacam ini lebih dalam dan lebih abstrak. Misalnya keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat. 4. Nilai-nilai kerohanian, dalam tingkatan ini terdapat modalitas nilai dari yang suci dan tidak suci. Nilai-nilai semacam ini, terdiri atas nilai-nilai keimanan atau keyakinan pribadi.

B. Pendidikan Nilai

1. Pengertian Pendidikan Nilai

Pendidikan nilai dapat dimulai dari pemahaman tentang definisi dan tujuannya. Definisi dapat memberikan petunjuk pada pemaknaan istilah pendidikan nilai, sedangkan tujuan dapat memberikan kejelasan tentang cita- cita dan arah yang dituju oleh pendidikan nilai. Pada dasarnya, pendidikan nilai dirumuskan dari dua pengertian dasar yang terkandung dalam istilah pendidikan dan istilah nilai. Ketika kedua istilah itu disatukan, arti keduanya menyatu dalam definisi pendidikan nilai. Namun 19 Ibid., hlm. 57-58 14 karena arti pendidikan dan arti nilai dapat dimaknai berbeda, definisi nilai pun dapat beragam tergantung pada tekanan dan rumusan yang diberikan pada kedua istilah itu. Mardiatmaja mengemukakan, bahwasannya pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Dengan demikian, pendidikan nilai tidak hanya merupakan program khusu yang diajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, tetapi mencakup pula keseluruhan proses pendidikan. Dalam hal ini, yamg menanamkan nilai kepada peserta didik bukan hanya guru, melainkan orang tua. Pendidikan nilai dan moral pun bukan hanya diberikan pada saat mengajarkan, melainkan kapan dan di manapun, nilai harus menjadi bagian integral dalam kehidupan. 20 Dari definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan pendidikan nilai yang mencakup keseluruhan aspek sebagai pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar memiliki moral nilai yang menjadi prinsip dan petunjuk dalam kehidupannya. Dengan demikian, mereka menyadari nilai kebenaran, kebaikan, kebersamaan, dan keindahan melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten. 21

2. Orientasi Pendidikan Nilai

Secara umum, pendidikan nilai dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar memahami, menyadari, mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan. Untuk sampai pada tujuan yang dimaksud, tindakan-tindakan pendidikan yang mengarah pada perilaku baik dan benar perlu diperkenalkan oleh para pendidik. Dalam proses pendidikan nilai, tindakan-tindakan pendidikan yang lebih spesifik dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih khusus. Seperti dikemukakan oleh Komite APEID Asia and the Pasific Programme of Educational Innovation for Development, pendidikan nilai ditujukan 20 Mardiatmaja, Tantangan Dunia Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, h. 55-56. 21 U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012, h. 144 15 secara khusus untuk: a menerapkan pembentukan nilai terhadap anak, b menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan, c membimbimbing prilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Dengan demikian tujuan pendidikan nilai meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai UNESCO, 1994. 22 Selain itu, tujuan pendidikan nilai disesuaikan pada konsep awal pendidikan nilai yang menyentuh filosofi tujuan pendidikan yaitu memanusiakan manusia, membangun manusia paripurna dan membentuk insan kamil atau manusia seutuhnya. Dari konsep awal pendidikan nilai yang menyentuh pada tujuan pendidikan inilah, maka muncul pertanyaan mendasar apa yang membuat manusia berkembang menjadi manusia seutuhnya? Jawabannya menurut N. Diyarkara adalah pengakuan dan penghargaan akan nilai-nilai kemanusiaan itu hanya akan timbul manakala ranah afektif dalam diri seseorang dihidupkan. Hal itu berarti proses belajar mengajar perkembangan prilaku anak dan pemahamannya mengenai nilai- nilai moral seperti keadilan, kejujuran, rasa tanggung jawab, serta keperdulian terhadap orang lain merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dalam unsur pendidikan. Kesadaran anak akan nilai humanitas pertama-tama muncul bukan melalui teori atau konsep, melainkan melalui pengalaman konkrit yang langsung dirasakannya di sekolah. Pengalaman itu melalui sikap dan prilaku guru yang baik, penilaian adil yang diterapkan, pergaulan yang menyenangkan serta lingkingan yang sehat dengan penekanan sikap positif seperti penghargaan terhadap keunikan serta perbedaan. Pengalaman seperti inilah berperan membentuk emosi anak berkembang dengan baik. Disisi lain pendidikan nilai bisa berarti educare yang berarti membimbing, menuntun, dan pemimpin. Filosofi pendidikan sebagai 22 Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2004, h. 119- 120 16 educare ini lebih mengutamakan proses pendidikan yang tidak terjebak pada banyaknya materi yang dipaksakan kepada peserta didik dan harus dikuasai. Proses pendidikan educare lebih merupakan aktifitas hidup untuk menyertai, mengantar, mendampingi, membimbing, memampukan peserta didik sehingga tumbuh berkembang sampai pada tujuan pendidikan yang dicita-citakan. 23

3. Strategi Pendidikan Nilai

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Rumusan tujuan pendidikan diaras, serat dengan pembentukan sikap. Dengan demikian, tidaklah lengkap manakala dalam strategi pembelajaran tidak membahas strategi pembelajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap dan nilai. Strategi pembelajaran afektif berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif dan keterampilan. Afektif berhububugan dengan nilai value yang sulit diukur, karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Setiap strategi pembelajaran sikap pada umumnya menghadapkn siswa pada situasi yang mengandung konflik atau situasi yang problematik. Melalui situasi ini diharapkan siswa dapat mengambil keputusan 23 Zaim Elmubarak, Pelaksana Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2008, h. 7