Deskripsi Nilai-nilai yang Dapat Dikembangkan dalam Pendidikan

58 ada bencana alam terjadi di negeri ini, Yuli bersama ibu-ibu menggalang bantuan, termasuk tsunami di Aceh, gempa di Yogya, longsor di Leuwigajah, Cimahi, dan bantuan-bantuan rutin di beberapa panti asuhan. Kepedulian Yuli terhadap sesama, sebenarnya terbina sejak lama. Didasari latar belakang masa kecilnya yang terbiasa hidup berbagi dengan saudara-saudaranya serumah, sikap itu terbangun dan berkembang hingga dewasa.” hlm. 159 9. Nilai budi pekerti “Dengan kebaikan yang diberikan orang tua angkatnya itu, Yuni dan Juanah merasa Badawi dan Yuli bagaikan rang tua kandung. Sering mereka berpikir untuk membalas budi dengan menyisihkan gaji untuk diberikan kepada Yuli. Namun, orangtua asuh mereka itu selalu menolaknya. Bagi Yuli, asal Yuni dan Juanah menjadi anak yang saleh dan salehah, memperhatikan rangtua di kampung, rajin shalat, mengaji, dan s elalu ingat Allah, itu sudah cukup.” hlm. 193 10. Nilai syari‟ah ibadah “Badawi dan Yuli selalu mengajak anak- anak shalat shubuh berjamaah setiap paginya. Jadi, setiap hari mereka harus bangun pukul lima. Tiada ampun bagi Badawi dalam hal ini, tiada yang boleh 59 absen, semua harus hadir, kecuali ada halangan tertentu.” hlm. 370

D. Pembahasan hasil Penelitian

1 Pembahasan Hasil Analisis Nilai-nilai yang Terkandung Dalam Novel Rumah Seribu Malaikat Pada pembahasan ini, penulis akan menjelaskan temuan nilai-nilai yang terdapat dalam novel rumah seribu malaikat, kemudian mengintegrasikan temuan penelitan ke dalam kumpulam pengetahuan yang sudah ada dilakukan dengan jalan menjelaskaan temuan-temuan dalam konteks yang lebi luas. Adapun nilai-nilai yang telah penulis deskripsikan pada pembahasan di atas yaitu mengenai nilai akhlak, nilai personal, dan nilai sosial. Pertama, nilai akhlak yang telah penulis temukan dalam teks novel rumah seribu malaikat sebagai hasil analisis penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan Nilai Akhlak Syukur Nikmat

Allah menciptakan segala sesuatu dengan tujuan tertentu, seperti anugerah-Nya. Setiap anugerah, hidup, keimanan, kesehatan, sepasang mata, dan telinga kita merupakan anugerah dari allah SWT untuk manusia agar bersyukur kepada-Nya. Menurut M. Quraish Shihab kata “syukur” mengandung arti “Gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakannya kepermukaan. Kata ini, kata ar-raghib, menurut sementara ulama berasal dari kata “kasyara” yang berarti pembuka sehingga ia merupakan lawan dari kata “kafara” kufur yang berarti menutup salah satu. Artinya adalah melupakan nikmat dan menutup- nutupinya.” 49 49 M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur‟an Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Permasalahan Umat, Bandung: Mizan, 1996, cet II, h. 217 60 Sedangkan pengertian syukur menurut al-Ghazali adalah “Menyadari bahwa tidak ada yang memberi kenikmatan kecuali Allah SWT. Kenikmatan Allah kepada manusia berupa anggota tubuh, jasad dan ruh yang harus disyukuri oleh manusia. Syukur itu adalah dengan hati, serta anggota tubuh lainnya.” 50 Dalam al- Qur‟an syukur dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak enam puluh empat kali. M. Quraish Shihab dalam bukunya menyebutkan empat arti dasar dari kata tersebut, yaitu: a. Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah merasa ridho atau puas dengan sedikit sekalipun, karena itu bahasa menggunakan kata ini “syukur” untuk kuda yang gemuk namun hanya membutuhkan sedikit rumput. Pribahasa juga memperkenalkan ungkapan asykar min barwakah lebih bersyukur dari tumbuhan barwakah. Barwakah adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh subur, walau dengan awan mendung tanpa hujan. b. Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat syakarat asy-syajarat. c. Sesuatu yang tumbuh ditangkai pohon parasit d. Pernikahan. 51 Menurut Ibnu katsir rasa syukur “dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut- nyebutnya”. yaitu, “sebagaimana dulu kamu fakir dan sangat kekurangan, lalu Allah SWT memberikan kecukupan kepadamu, maka sebut-sebutlah nikmat Allah SWT yang pernah diberikan kepadamu”. 52 50 Al-Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin, Ringkasan yang Ditulis Sendiri Oleh Sang Hijjatul Islam, Bandung: Mizan, 1997, cet Ke-1, h. 317 51 M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur‟an Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Permasalahan Umat, Bandung: Mizan, 1996, cet II, h. 217 52 Muhammad Nasib ar- Rifa‟i, Kemudahan Dari Allah, Ringkasan Ibnu Katsir, Terj. Taisiru al-Aliyyul Qadir li ikhtisari tafsir Ibnu Katsir, oleh Syihabuddin, Jakarta: Gema Innsaani Press, 2000, h. 1003 61 Menurut tafsir al-Azhar bahwa “kekayaan yang bersifat benda atau bersifat kejiwaan, hendaklah engkau murah tangan dan hendaklah nyatakan syukurmu kepada Tuhanmu atas nikmat itu. Janganlah engkay bakhil setelah memperoleh kekayaan.” 53 Rasa syukur merupakan ibadah dan juga cara untuk melindungi dari “penyimpangan”. tidak bersyukur berarti melangkah menuju kerusakan dan kejahatan, merupakan kelemahan-kelemahan, dan menjadi takbbur ketika semakin kaya dan berkuasa. Menunjukkan rasa syukur kepada Allah berarti “melindungi diri dari “kerusakan”. Mereka yang menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah disertai dengan ilmu bahwa semua yang dicapai adalah pemberian Allah, berarti ia mengetahui bahwasannya ia bertanggung jawab menggunakan semua rahmat ini dijalan Allah seperti kehendaknya”. 54 It ulah rasa syukur kepada Allah dan seperti “kehendaknya yang didasari kerendahan hati dan kedewasaan para Rasul. Seperti Nabbi Daud as atau Nabi Sulaiman as yang kepadanya diberikan harta, kedudukan, dan ketundukan. Sebenarnya, peristiwa qarun yang menjadi ingkar disebabkan harta, karena ia tidak bersyukur kepada Allah”. 55 “kata ةمعن yang berdiri sendiri dalam suatu redaksi terulang didalam al- Qur‟an sebanyak 34 kali dan mengandung banyak arti, antara lain “anugerah”, “ganjaran”, “kelapangan”, “rezeki”, “kekuasaan” dan sebagainya. 56 Memahami arti “nikmat pada ayat yang ditafsirkan ini dengan ajaran agama dikuatkan pula oleh redaksi ayat itu sendiri yang pada 53 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz XXX, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1982, h. 192 54 Harun Yahya, Nilai-nilai Moral al- Qur‟an, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003, h. 73-74 55 Harun Yahya, Nilai-nilai Moral al- Qur‟an,..., h. 74 56 M. Quraish Shihab, al- Qur‟an al-Karim, Tafsir Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997, h. 521 62 dasarnya berarti bicarakan atau sampaikan secara lisan”. 57 Sebagian ulama mengartikan kata nikmat yaitu sebagai anugerah Allah yang dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik yang bersifat material maupun spiritual. Menampakkan nikmat Allah pada diri seseorang misalnya dalam pakaian, perhiasan, rumah, dan sebagainya selama tidak didorong rasa angkuh atau keinginan berbangga-bangga merupakan salah satu bentuk perwujudan rasa syukur kepada Allah SWT, karena al- Qur‟an memperhadapkan kesyukuran dengan kekufuran nikmat. Allah berfirman:           “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab- Ku sangat pedih”. QS. Ibrhim14:7 Sebagian ulama salaf mengatakan, “segala nikmat karunia itu dapat disyukuri, selain nikmat dari Allah. Sebab bersyukur kepada Allah itu sendiri sudah merupakan salah satu bentuk karunia-Nya juga. Karena-Nya dia masih membutuhkan pertolongan dari-Nya agar senantiasa dapat bersyukur kepada-Nya. Menurut Imam Habib yang dimaksud dengan syukut adalah pengertian dan kesadaran bahwa semua nikmat yang ada pada diri seoorang hamba, bik lahir maupun batin adalah dari Allah SWT, sebagai karuniadan pemberian dari pada-Nya. Tanda-tanda orang yang bersyukur adalah: 1. Adanya perasaan gembira terhadap keberadaan nikmat pada diri yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan amal ibadah dan pendekatan diri kepada-Nya. 57 M. Quraish Shihab, al- Qur‟an al-Karim, Tafsir Surat-surat Pendek,…, h. 527 63 2. Memperbanyak ucapan syukur dan terimakasih kepada Allah dan memuji-Nya dengan lisan. 3. Mengerjakan kekuatan kepada Allah SWT, tidak takabur ats nikmat- nikmat yang dimilikinya. 4. Memandang besar suatu nikmat sekalipun nikmat itu kecil. 58 Makna yang dikemukakan di atas dapat diperkuat dengan beberapa ayat al- Qur‟an yang memperhadapkan kat syukur dengan kata kufur, antara lain dalam surat Ibrahim ayat 7:              Artinya: “Dan ingatlah juga, tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. QS. Ibrahim14:7 Demikian juga dengan Alla berfirman dalam al- Qur‟an:          Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari akan nikmat-Nya. QS. an- Naml27:40 Hakikat syukur adalah “merenungkan nikmat yang dikaruniakan dan menampakkannya”. 59 Sedangkan menurut al-Ghazali menjelaskan rasa syukur kepada Allah SWT melalui 3 macam yaitu syukur dengan hati, lisan, dan anggota badan. 1 Syukur dengan hati adalah engkau menyembunyikan kebaikan dari seluruh makhluk dan senantiasa meghardiknya dalam zikir kepada Allah SWT, bukan melalaikannya. 60 Syukur dengan hati dilakukan 58 Imam Habib Abdullah Haddad, Nasihat Agama dan Wasiat Iman, Semarang: CV. Toha Putra, 1993, h. 440-44 59 Abdullah bin Jarullah, E. d. Fenomena Syukur berdzikir dan berfikir, Surabaya: Risalah Gusti, 1994, h. 41 60 al-Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin, Ringkasan yang Ditulis Sendiri Oleh Sang Hijjatul Islam, Bandung: Mizan, 1997, h. 317.