Sedangkan pada interval waktu rotasi kerja 45 menit berarti setiap operator bekerja selama 90 menit dan istirahat selama 45 menit.
Pada interval waktu rotasi kerja 45 menit terjadi kelelahan mata karena mata bekerja terlalu lama dibandingkan dengan interval waktu rotasi kerja 15
menit dan 30 menit, sehingga otot siliaris menjadi teregang. Akibatnya pungtum proksimum makin memanjang yang dapat menurunkan amplitudo akomodasi.
Pungtum proksimum adalah titik terdekat seseorang dapat melihat dengan jelas. Akomodasi adalah kemampuan mata untuk menambah daya bias lensa dengan
terjadinya kontraksi otot siliaris, yang menyebabkan objek penglihatan akan terfokus di retina.
Frekuensi istirahat dalam 1 shift kerja yang lebih kecil pada interval waktu rotasi kerja 45 menit dibandingkan dengan interval waktu rotasi kerja 15 menit
dan 30 menit juga menyebabkan terjadinya kelelahan mata mata operator.
6.1.3.3. Faktor Shift Kerja
Pengaruh dari faktor shift kerja terhadap Flicker Fusion Frequency pada mata operator dapat dilihat pada Gambar 6.3 sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
Shift Kerja M
e a
n o
f Fl
ic k
e r
Fu s
io n
F re
q u
e n
c y
3 2
1 36,00
35,75 35,50
35,25 35,00
34,75 34,50
Main Effects Plot data means for Flicker Fusion Frequency
Gambar 6.3. Grafik Efek Utama Faktor Shift Kerja terhadap Flicker Fusion Frequency
Berdasarkan Gambar 6.3 diatas, dapat dilihat bahwa nilai Flicker Fusion Frequency mata operator pada shift 2 lebih besar dibandingkan dengan shift 1 dan
3. Kelelahan mata pada operator terjadi pada shift 1, sedangkan pada shift 2 dan 3 tidak terjadi kelelahan mata. Hal ini disebabkan oleh circadian rhythms irama
tubuh dari operator. Adanya korelasi antara circadian rhythms dengan ritme waktu tidur operator akan menyebabkan terjadinya kelelahan mata pada operator
yang disebabkan oleh adanya perbedaan shift kerja. Umumnya semua fungsi tubuh meningkat pada siang hari, mulai melemah pada sore hari dan menurun
pada malam hari untuk pemulihan dan pembaharuan.
6.1.3.4. Interaksi Faktor Illuminasi dengan Interval Waktu Rotasi Kerja
Pengaruh dari interaksi faktor illuminasi dengan interval waktu rotasi kerja terhadap Flicker Fusion Frequency pada mata operator dapat dilihat pada Gambar
6.4 sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
I nt erval Wakt u Rot asi Kerja M
e a
n
45 30
15 38
37 36
35 34
33 32
I lluminasi 110
140
I nteraction Plot data means for Flicker Fusion Frequency
Gambar 6.4. Grafik Efek Interaksi Faktor Illuminasi dan Interval Waktu Rotasi Kerja terhadap Flicker Fusion Frequency
Berdasarkan Gambar 6.4 diatas, dapat dilihat bahwa nilai Flicker Fusion Frequency mata operator pada interaksi faktor illuminasi 140 lux dengan ketiga
interval waktu rotasi kerja lebih besar dibandingkan dengan interaksi faktor illuminasi 110 lux dengan ketiga interval waktu rotasi kerja. Interaksi faktor
illuminasi 140 lux dengan interval waktu rotasi kerja 15 menit menghasilkan nilai Flicker Fusion Frequency mata operator yang terbesar. Hal ini berarti pada
kondisi ini mata operator berada pada kondisi yang tidak lelah jika dibandingkan dengan kondisi yang lainnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan meningkatkan tingkat illuminasi dapat menigkatkan nilai Flicker Fusion Frequency mata operator pada
saat melakukan pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
6.1.3.5. Interaksi Faktor Illuminasi dengan Shift Kerja