6.2. Evaluasi
Dari hasil analisis yang telah diuraikan diatas, dapat diketahui bahwa kondisi kerja yang terbaik untuk mengurangi terjadinya kelelahan mata pada
operator penyortiran botol di PT. Sinar Sosro adalah pada kondisi kerja dengan menggunakan tingkat illuminasi 140 lux dan interval waktu rotasi kerja 15 menit.
Cahaya yang diterima oleh mata operator pada illuminasi 140 lux lebih terang dibandingkan dengan illuminasi 110 lux, sehingga kerja otot siliaris untuk
melakukan akomodasi mata pada illuminasi 140 lux lebih kecil dibandingkan dengan kerja otot siliaris untuk melakukan akomodasi mata pada illuminasi 110
lux. Akomodasi maksimal yang dilakukan mata pada illuminasi 110 lux bertujuan agar cahaya yang diterima mata dapat tepat difokuskan pada retina sehingga botol
dapat dilihat dengan jelas sama seperti pada kondisi kerja dengan illuminasi 140 lux. Kerja otot siliaris yang lebih besar pada illuminasi 110 lux dibandingkan
dengan illuminasi 140 lux menyebabkan otot tersebut mengalami kelelahan sehingga terjadi kelelahan mata yang ditandai dengan terjadinya penurunan
ketajaman penglihatan. Penurunan ketajaman penglihatan operator pada saat memeriksa botol akan mengakibatkan operator kesulitan dalam menyortir botol
sehingga terdapat botol non standar yang tidak terlihat oleh operator. Pada interval waktu rotasi kerja 15 menit berarti setiap operator bekerja
memeriksa botol selama 30 menit dan istirahat 15 menit. Pada interval waktu rotasi kerja 30 menit berarti setiap operator bekerja memeriksa botol selama 60
menit dan istirahat 30 menit. Pada interval waktu rotasi kerja 45 menit berarti setiap operator bekerja memeriksa botol selama 90 menit dan istirahat 45 menit.
Universitas Sumatera Utara
Semakin lama mata melihat botol, maka akomodasi mata untuk dapat melihat botol dengan jelas akan semakin maksimal. Akomodasi yang dilakukan mata pada
interval waktu rotasi kerja 30 menit dan 45 menit lebih besar dibandingkan dengan interval waktu rotasi kerja 15 menit, sehingga otot siliaris akan lebih cepat
mengalami kelelahan pada interval waktu rotasi kerja 30 menit dan 45 menit dibandingkan dengan interval waktu rotasi kerja 15 menit. Impuls lelah dari otot
siliaris akan disampaikan ke sistem syaraf pusat, kemudian sistem syaraf pusat akan memerintahkan sistem syaraf motorik melambat sehingga ketangkasan dan
kecepatan dalam memeriksa botol akan menurun. Selain dari adanya perbedaan daya akomodasi mata, terjadinya proses
adaptasi gelap dari mata operator juga dapat diakibatkan oleh interval waktu rotasi kerja. Adaptasi gelap merupakan kemampuan mata untuk dapat beradaptasi
dengan baik dari cahaya terang ke cahaya gelap sehingga dapat melihat objek dengan jelas. Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya adaptasi gelap ini adalah
selama 20 menit. Apabila adaptasi gelap ini terjadi, maka mata akan terbiasa dengan cahaya yang lebih gelap, sehingga akan terjadi kesilauan apabila
berpindah lagi ke tempat yang cahayanya lebih terang. Terjadinya kesiluaan akan dapat menurunkan daya penglihatan mata, sehingga botol kosong non standar
tidak dapat dilihat dengan jelas oleh operator. Illuminasi pada stasiun kerja penyortiran botol kosong pos II lebih besar
dibandingkan dengan illuminasi ruangan sekitarnya. Oleh sebab itu, dengan menerapkan interval waktu rotasi kerja selama 15 menit, maka adaptasi gelap
tidak akan terjadi pada mata operator yang bekerja menyortir botol kosong,
Universitas Sumatera Utara
sehingga kesilauan pada mata operator tidak terjadi pada saat operator mulai bekerja kembali.
Dengan mengganti interval waktu rotasi kerja dari 30 menit menjadi 15 menit, maka perlu di lakukan pengaturan ulang jam kerja dari ketiga operator
penyortiran botol kosong di PT. Sinar Sosro. Perbandingan pola jam kerja dari ketiga operator dapt dilihat pada Tabel 6.2 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.2. Perbandingan Pola Jam Kerja pada Kondisi Awal dengan Kondisi Usulan Interval Waktu Rotasi Kerja Awal 30 menit
Interval Waktu Rotasi Kerja Usulan 15 menit Shift Kerja
Operator Shift Kerja
Operator Shift 1
Shift 2 Shift 3
Bekerja Istirahat Shift 1
Shift 2 Shift 3
Bekerja Istirahat
00.00 - 00.30 08.00 - 08.30
16.00 - 16.30 AB
C 00.00 - 00.15
08.00 - 08.15 16.00 - 16.15
AB C
00.15 - 00.30 08.15 - 08.30
16.15 - 16.30 AC
B 00.30 - 01.00
08.30 - 09.00 16.30 - 17.00
AC B
00.30 - 00.45 08.30 - 08.45
16.30 - 16.45 BC
A 00.45 - 01.00
08.45 - 09.00 16.45 - 17.00
BA C
01.00 - 01.30 09.00 - 09.30
17.00 - 17.30 BC
A 01.00 - 01.15
09.00 - 09.15 17.00 - 17.15
CA B
01.15 - 01.30 09.15 - 09.30
17.15 - 17.30 CB
A 01.30 - 02.00
09.30 - 10.00 17.30 - 18.00
BA C
01.30 - 01.45 09.30 - 09.45
17.30 - 17.45 AB
C 01.45 - 02.00
09.45 - 10.00 17.45 - 18.00
AC B
02.00 - 02.30 10.00 - 10.30
18.00 - 18.30 CA
B 02.00 - 02.15
10.00 - 10.15 18.00 - 18.15
BC A
02.15 - 02.30 10.15 - 10.30
18.15 - 18.30 BA
C 02.30 - 03.00
10.30 - 11.00 18.30 - 19.00
CB A
02.30 - 02.45 10.30 - 10.45
18.30 - 18.45 CA
B 02.45 - 03.00
10.45 - 11.00 18.45 - 19.00
CB A
03.00 - 03.30 11.00 - 11.30
19.00 - 19.30 AB
C 03.00 - 03.15
11.00 - 11.15 19.00 - 19.15
AB C
03.15 - 03.30 11.15 - 11.30
19.15 - 19.30 AC
B 03.30 - 04.00
11.30 - 12.00 19.30 - 20.00
AC B
03.30 - 03.45 11.30 - 11.45
19.30 - 19.45 BC
A 03.45 - 04.00
11.45 - 12.00 19.45 - 20.00
BA C
04.00 - 04.30 12.00 - 12.30
20.00 - 20.30 BC
A 04.00 - 04.15
12.00 - 12.15 20.00 - 20.15
CA B
04.15 - 04.30 12.15 - 12.30
20.15 - 20.30 CB
A 04.30 - 05.00
12.30 - 13.00 20.30 - 21.00
BA C
04.30 - 04.45 12.30 - 12.45
20.30 - 20.45 AB
C 04.45 - 05.00
12.45 - 13.00 20.45 - 21.00
AC B
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.2. Perbandingan Pola Jam Kerja pada Kondisi Awal dengan Kondisi Usulan lanjutan Interval Waktu Rotasi Kerja Awal 30 menit
Interval Waktu Rotasi Kerja Usulan 15 menit Shift Kerja
Operator Shift Kerja
Operator Shift 1
Shift 2 Shift 3
Bekerja Istirahat Shift 1
Shift 2 Shift 3
Bekerja Istirahat
05.00 - 05.30 13.00 - 13.30
21.00 - 21.30 CA
B 05.00 - 05.15
13.00 - 13.15 21.00 - 21.15
BC A
05.15 - 05.30 13.15 - 13.30
21.15 - 21.30 BA
C 05.30 - 06.00
13.30 - 14.00 21.30 - 22.00
CB A
05.30 - 05.45 13.30 - 13.45
21.30 - 21.45 CA
B 05.45 - 06.00
13.45 - 14.00 21.45 - 22.00
CB A
06.00 - 06.30 14.00 - 14.30
22.00 - 22.30 AB
C 06.00 - 06.15
14.00 - 14.15 22.00 - 22.15
AB C
06.15 - 06.30 14.15 - 14.30
22.15 - 22.30 AC
B 06.30 - 07.00
14.30 - 15.00 22.30 - 23.00
AC B
06.30 - 06.45 14.30 - 14.45
22.30 - 22.45 BC
A 06.45 - 07.00
14.45 - 15.00 22.45 - 23.00
BA C
07.00 - 07.30 15.00 - 15.30
23.00 - 23.30 BC
A 07.00 - 07.15
15.00 - 15.15 23.00 - 23.15
CA B
07.15 - 07.30 15.15 - 15.30
23.15 - 23.30 CB
A 07.30 - 08.00
15.30 - 16.00 23.30 - 24.00
BA C
07.30 - 07.45 15.30 - 15.45
23.30 - 23.45 AB
C 07.45 - 08.00
15.45 - 16.00 23.45 - 24.00
AC B
Frekuensi Istirahat Frekuensi Istirahat
Operator A 5 kali
Operator A 10 kali
Operator B 5 kali
Operator B 11 kali
Operator C 6 kali
Operator C 11 kali
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 6.2 dapat dilihat bahwa dengan menerapkan pola interval waktu rotasi kerja selama 15 menit akan didapatkan frekuensi istirahat
yang lebih sering dibandingkan dengan interval waktu rotasi kerja selama 30 menit. Dengan frekuensi istirahat yang lebih sering diharapkan akan dapat
mengurangi terjadinya kelelahan mata pada operator selama melakukan penyortiran botol.
Selain dari itu, dengan menerapkan pola interval waktu rotasi kerja 15 selama 15 menit dapat menurunkan persentase jumlah botol non standar yang
tidak tersortir oleh operator. Perbandingan persentase jumlah botol non standar yang tidak tersortir oleh operator pada kondisi awal dengan kondisi usulan
berdasarkan hasil eksperimen dapat dilihat pada Tabel 6.3 berikut.
Tabel 6.3. Perbandingan Kondisi Awal dengan Kondisi Usulan Shift Kerja
Persentase Jumlah Botol Non Standar yang Tidak Tersortir Kondisi Awal
Kondisi Usulan
Shift 1 8,28
6,02 Shift 2
5,02 4,00
Shift 3 6,28
5,07 Rata-Rata
6,53 5,03
Sumber : Hasil Pengolahan
Dari Tabel 6.3 diatas, dapat dibuat kedalam bentuk diagram untuk dapat melihat penurunan persentase botol non standar yang tidak tersortir oleh operator
seperti pada Gambar 6.9 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6.9. Persentase Jumlah Botol Non Standar
Berdasarkan Gambar 6.9 diatas dapat dilihat bahwa terdapat penurunan persentase jumlah botol non standar yang tidak tersortir oleh operator pada
kondisi awal dengan kondisi usulan sebesar 1.5 selama 3 shift kerja. Penurunan persentase jumlah botol non standar yang tidak tersortir oleh operator ini akan
meningkatkan jumlah output yang dihasilkan selama 3 shift kerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada kondisi usulan illuminasi 140 lux dengan
interval waktu rotasi kerja selama 15 menit terjadi peningkatan produktivitas perusahaan bila dibandingkan dengan kondisi awal illuminasi 140 lux dengan
interval waktu rotasi kerja selama 30 menit.
Universitas Sumatera Utara
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis pemecahan masalah dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil pengolahan data untuk uji homogenitas varians dengan
menggunakan uji bartlett pada setiap taraf faktor dari faktor illuminasi, interval waktu rotasi kerja dan shift kerja didapatkan bahwa variansi hasil
pengukuran Flicker Fusion Frequency mata operator pada setiap taraf faktor dari faktor illuminasi, interval waktu rotasi kerja dan shift kerja adalah
seragam. 2.
Berdasarkan hasil perhitungan desain eksperimen dengan menggunakan ANAVA didapat pengaruh utama dan pengaruh interaksi dari variabel
penelitian sebagai berikut : a.
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor illuminasi terhadap Flicker Fusion Frequency Ho ditolak.
b. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor interval waktu rotasi
kerja terhadap Flicker Fusion Frequency Ho ditolak. c.
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor shift kerja terhadap Flicker Fusion Frequency Ho ditolak.
Universitas Sumatera Utara