Sifat Pati yang Diinginkan untuk Produk Mie

18 diacu dalam Pomeranz 1976. Granula pati bersifat tidak larut air dingin, tetapi menyerap air bila berada dalam kelembaban yang tinggi atau direndam dan akan kembali ke bentuk semula. Apabila campuran pati dengan air dipanaskan hingga di atas suhu kritis, ikatan hidrogen yang mengatur integritas pati akan melemah sehingga air masuk dan terjadi hidrasi terhadap amilosa dan amilopektin Wurzburg 1989. Menurut Wurzburg 1989 lebih lanjut, ketika granula mengembang, amilosa akan keluar dari granula. Suspensi menjadi bening dan viskositasnya akan meningkat terus hingga mencapai puncak di mana granula pecah dan terpotong-potong membentuk molekul polimer atau agregat dan viskositasnya menurun. Fenomena gelatinisasi sangat dipengaruhi oleh ukuran granula, kadar amilosa, berat molekul dan struktur miselar granula pati. Suspensi dari pati jagung, tepung terigu, beras, dan bahan lain yang mempunyai kadar amilosa tinggi dapat membentuk gel yang opaque pada saat didinginkan. Suhu gelatinisasi dapat ditentukan dengan Brabender Viscoamylograph dan Differential Scanning Calorimetry Whitsler 1984. Suhu gelatinisasi berbagai jenis pati dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati Sumber pati Suhu gelatinisasi pati o C Beras 65-73 Ubi jalar 82-83 Tapioka 59-70 Jagung 61-72 Gandum 53-64 Sumber : Fennema 1996

5. Sifat Pati yang Diinginkan untuk Produk Mie

Sifat fungsional pati akan sangat menentukan kualitas mie yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena sifat fungsional ini berkaitan dengan pembentukan adonan dan kualitas tekstur mie. Menurut Lii dan Chang 1981 diacu dalam Collado et al. 2001, pati yang ideal untuk produk mie adalah pati yang memiliki swelling power dan kelarutan yang terbatas serta memiliki kurva viskositas Brabender yang tidak memperlihatkan puncak pada 19 viskositas maksimum, namun viskositasnya cenderung tinggi dan tetap dipertahankan atau meningkat selama pemanasan. Selain itu karakter pati yang baik untuk mie adalah pati yang stabil terhadap panas dan pengadukan bahkan cenderung mengalami peningkatan selama pemanasan serta memiliki nilai persen sineresis yang rendah Chen et al. 2003, memiliki viskositas yang tinggi pada suhu rendah dan cepat mengalami retrogradasi Tam et al. 2004. Mie yang dihasilkan dari pati dengan karakter seperti yang disebutkan di atas memiliki kualitas cooking loss yang rendah, untaian mie yang kuat dan kompak, elastis, serta kelengketan yang rendah Collado et al. 2001; Purwani 2006. D. MIE BASAH Menurut Mulyanto 1985 dalam Badrudin 1994, berdasarkan kadar air mie dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu mie kering dengan kadar air maksimal 12, mie basah dengan kadar air 25-35 dan mie setengah basah dengan kadar air 15-17. Adapun berdasarkan jenis mie yang dipasarkan, produk mie dibedakan menjadi dua, yaitu mie basah mie ayam dan mie kuning dan mie kering mie telur dan mie instan dengan proses pembuatan yang hampir sama. Menurut SNI 01-2987-1992, mie basah merupakan produk makanan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan. Mie basah merupakan mie dengan kadar air maksimal 35 bb. Proses pembuatan mie basah terdiri atas beberapa tahapan, yaitu pencampuran bahan, pengadukan, pembentukan lembaran, pemotongan, pematangan, dan pelumuran dengan minyak sawit. Pencampuran bahan bertujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen, menghidrasi tepung dengan air dan membentuk adonan dari jaringan gluten sehingga adonan menjadi halus dan elastis. Setelah pencampuran, dilakukan pengadukan agar adonan lebih homogen. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengadukan adalah jumlah air yang ditambahkan, suhu adonan, dan waktu pengadukan. Tahap selanjutnya dalah 20 pembentukan lembaran dengan tujuan menghaluskan serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran Badrudin 1994. Lembaran mie yang dihasilkan kemudian dipotong dengan ukuran 1-3 mm. Untaian mie yang dihasilkan kemudian dikukus agar diperoleh mie basah matang. Proses pematangan ini bertujuan agar terjadi gelatinisasi dan koagulasi gluten sehingga mie menjadi kenyal Badrudin 1994. Gelatinisasi menyebabkan pati meleleh sehingga terbentuk lapisan tipis pada permukaan mie yang memberikan kelembutan pada mie, meningkatkan daya cerna pati, dan mempengaruhi daya rehidrasi mie. Tahapan akhir pembuatan mie basah matang adalah pemberian minyak sawit. Pelumuran dengan minyak sawit dilakukan agar untaian mie tidak lengket satu sama lain dan untuk memperbaiki penampakan mie agar mengkilap Bogasari 2005. Beberapa syarat mutu mie basah dapat dilihat pada Tabel 6. Karakteristik fisik penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan mie basah adalah warna dan tekstur Hou dan Krouk 1998. Secara fisik, diameter mie basah berkisar antara 1.5–2 mm Astawan 1999. Hou dan Krouk 1998 menyatakan persyaratan warna untuk mie basah matang adalah warna kuning cerah dan tidak pudar dalam 24 jam. Sedangkan untuk persyaratan tekstur, masih menurut Hou dan Krouk 1998, mie basah matang harus memiliki tekstur yang kenyal, elastis, tidak lengket, mudah digigit dan memiliki tekstur yang stabil dalam air panas. Pada penelitian ini mie jagung dibuat menggunakan metode ekstrusi, berbeda dengan metode pembuatan mie terigu secara umum yang biasanya menggunakan metode calendering. Pembuatan mie dengan metode ekstrusi terdiri dari beberapa tahapan yakni, pencampuran bahan, pengadonanpengadukan, pembentukan lembaran secara manual, pengukusan pertama, ekstrusi, dan pengukusan kedua. Proses pencampuran, pengadonan, dan pembentukan lembaran memiliki tujuan yang sama dengan proses pembuatan mie terigu. Pengukusan pertama bertujuan untuk menggelatinisasi sebagian pati pada tepung jagung sehingga mudah dicetak dalam ekstruder pencetak. Pati tergelatinisasi yang diperoleh pada tahapan ini berfungsi 21 sebagai matriks pengikat adonan, sehingga adonan mudah dicetak menjadi untaian mie. Keberadaan pati tergelatinisasi ini menggantikan fungsi protein gluten yang terdapat pada terigu. Setelah adonan dikukus, adonan dicetak menggunakan ekstruder sehingga dihasilkan untaian mie jagung. Selanjutnya untuk menyempurnakan gelatinisasi setelah tahapan tersebut, dilakukan pengukusan untaian mie agar dihasilkan mie yang cukup elastis. Tabel 6 Syarat mutu mie basah menurut SNI 01-2987-1992 No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan : 1.1. Bau 1.2. Rasa 1.3. Warna - - - normal normal normal 2. Kadar air bb 20-35 3. Kadar abu bb maks. 3 No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 4. Kadar protein bb min. 3 5. Bahan tambahan pangan : 5.1. Boraks dan asam borat 5.2. Pewarna 5.3. Formalin - - - tidak boleh ada sesuai SNI-02220 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722MenkesPerIX88 6. Cemaran logam : 6.1. Timbal Pb 6.2. Tembaga Cu 6.3. Seng Zn 6.4. Raksa Hg mgkg mgkg mgkg mgkg maks. 1.0 maks. 10.0 maks. 40.0 maks. 0.05 7. Arsen mgkg maks. 0.05 8. Cemaran mikroba 8.1.Angka Lempeng Total 8.2. E. coli 8.3. Kapang kolonig APMg kolonig maks. 1.0 x 10 6 maks. 10 maks. 1.0 x 10 4 E. MIE JAGUNG DAN TEKNOLOGI PROSESNYA Mie jagung merupakan mie dengan bahan baku utama tepung jagung. Pembuatan mie jagung telah banyak diteliti, tetapi masih belum banyak diperdagangkan. Penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan mie jagung 22 basah maupun mie jagung kering, pembuatan mie jagung dengan bahan baku tepung dan pati jagung, desain proses dan formulasi yang berbeda untuk membentuk mie jagung yang terbaik dilihat dari sifat fisik mie dan sifat kimia mie jagung itu sendiri, dan paket teknologi dalam memproduksi mie jagung. Perbedaan antara mie jagung dan mie terigu adalah komponen pembentuk tekstur mie. Pembentuk tekstur yang elastis dan kompak pada mie terigu adalah gluten. Adanya gluten pada mie terigu menyebabkan terbentuknya tekstur yang elastis dan kompak setelah terigu ditambahkan air, sehingga adonan tersebut dapat dibentuk menjadi lembaran. Hal tersebut tidak dapat terjadi ketika tepung jagung ditambahkan air, sehingga membutuhkan bahan atau proses tertentu agar terbentuk adonan yang memiliki tekstur elastis dan kompak. Berdasarkan Soraya 2006 dan Putra 2008, pembentukan adonan pada mie jagung berasal dari matriks yang terbentuk akibat gelatinisasi pati. Mie non terigu seperti mie beras, kacang hijau dan ubi jalar lebih memanfaatkan pati daripada protein untuk membentuk struktur mie. Berbagai teknik pembuatan mie jagung telah dikembangkan dan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1 pembuatan mie jagung dengan teknik calendering yang meliputi proses pembentukan lembaran sheeting dan pemotongan sliting atau modifikasi teknik mie terigu Juniawati 2003; Budiyah 2005; Fadlillah 2005; Rianto 2006; Soraya 2006; Kurniawati 2006; Putra 2008, dan 2 pembuatan mie jagung dengan teknik ekstrusi Fahmi 2007; Etikawati 2007; Hatorangan 2007; Susilawati 2007. Penggunaan teknik calendering pada produk mie yang berbahan baku non terigu sulit dilakukan karena adonan tidak dapat membentuk lembaran yang kohesif, ekstensibel dan elastis. Pembentukan adonan mengandalkan proses gelatinisasi, sehingga teknik yang dianggap paling sesuai untuk mie jagung adalah teknik ekstrusi menggunakan ekstruder pencetak, baik proses gelatinisasi terpisah maupun yang menyatu di dalam ekstruder. Budiyah 2004 melakukan penelitian untuk membuat mie jagung instan dengan bahan baku pati jagung dengan penambahan baking powder, CMC dan Corn Gluten Meal CGM. Basis teknologi yang digunakan adalah teknologi pembuatan mie terigu teknik calendering. Teknik pembuatan mie yang 23 dikembangkan Budiyah 2004 memiliki kelebihan utama dalam produksi masal yaitu peralatan dan mesin yang telah siap. Namun kelemahan dari teknik ini adalah waktu pengolahan yang lama karena terdiri dari tahapan proses pencampuran bahan, pengukusan pertama, pengulian, pembentukan lembaran, pemotongan, perebusan, perendaman dalam air dingin, dan pelumuran mie dengan minyak. Menurut Rianto 2006, pembuatan mie dengan menggunakan teknik calendering, secara garis besar terdiri dari tahapan pencampuran bahan-bahan, pengukusan, pencetakan pressing, sheeting, dan slitting, dan perebusan. Putra 2008 membuat mie kering jagung dengan teknik calendering dengan tahapan pencampuran bahan-bahan, pengukusan adonan, penggilingan adonan, pencetakan sheeting dan slitting, pengukusan mie, dan pengovenan. Penelitian Rianto 2006 mengenai pembuatan mie basah berbahan baku tepung jagung dengan teknologi calendering menghasilkan mie dengan parameter mutu terbaik yang dibuat dengan penambahan air 30 ml dan waktu pengukusan 3 menit. Formula tersebut menghasilkan mie basah jagung dengan KPAP 17.6, elongasi 19.78, dan mie yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu lengket. Soraya 2006 dalam penelitiannya mengenai perancangan proses dan formulasi mie basah jagung berbahan dasar High Quality Protein Maize yang juga menggunakan metode calendering, menghasilkan mie basah jagung terbaik dengan penambahan guar gum 0.6 dan pengukusan selama 5 menit. Mie yang dihasilkan memiliki parameter mutu KPAP 10.10, elongasi 14.7, dan kelengketan serta kekerasan yang relatif rendah. Penelitian Putra 2008 menghasilkan mie jagung dengan mutu yang semakin baik, yaitu KPAP 8.21 dan elongasi 219.96-268.34. Pembuatan mie jagung dengan metode ekstrusi yang dilakukan oleh Fahmi 2007 menghasilkan produk mie basah jagung terbaik dengan komposisi tepung jagung 60 gram, kadar air 70, dan diolah pada suhu 90 o C dengan kecepatan ulir ekstruder 130 rpm. Proses pembuatan mie basah jagung tersebut terdiri dari tahap pencampuran bahan, pemasakan yang terjadi selama di dalam ekstruder, pencetakan dan perendaman dalam air dingin. Proses pengolahan mie basah jagung ini berbeda dengan pengolahan mie basah terigu 24 karena setelah pencampuran bahan baku dilakukan pemasakan di dalam ekstruder. Pemasakan yang terjadi di dalam ekstruder diperlukan agar adonan dapat dibentuk dan dicetak menjadi mie. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh optimasi produksi mie basah berbasis tepung jagung dengan teknologi ekstrusi menggunakan alat ekstruder pemasak forming extruder model Scientific Laboratory Single Screw Extruder type LE25-30C dari Labtech Engineering Co. Ltd., Thailand. Mie jagung yang dihasilkan memiliki parameter mutu yang cukup baik, yaitu KPAP sebesar 2.24 dan elongasi sebesar 324.05. Hatorangan 2007 yang juga menggunakan teknik ekstrusi dengan ekstruder yang sama menghasilkan mie basah jagung yang memiliki nilai elongasi, kekerasan, tekanan, kelengketan yang lebih tinggi dibandingkan mie glosor dan spaghetti. Mie basah jagung yang dihasilkan dengan menggunakan ekstruder ini memiliki diameter yang cukup besar yaitu 4.53±0.12 mm Hatorangan 2007. Jika dibandingkan antara teknik pembuatan mie jagung dengan calendering dan ekstrusi terlihat bahwa dengan menggunakan teknik ekstrusi dihasilkan mie jagung dengan mutu yang lebih baik. Kelebihan dan kekurangan kedua teknik tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Teknik pembuatan mie jagung dengan ekstrusi piston Subarna et al. 1999 serta teknik pembuatan mie jagung dengan sistem ekstrusi ulir Waniska et al. 2000 memiliki kelebihan yaitu proses yang lebih sederhana karena tidak memerlukan tahapan proses sheeting, slitting, dan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. F. KEUNGGULAN MIE JAGUNG Mie basah jagung memiliki beberapa keunggulan dibandingkan mie terigu, antara lain: 1 memiliki kandungan indeks glikemik yang sedang, 2 mengandung beta karoten sebagai pewarna alami pada mie jagung, dan 3 dapat dijadikan makanan yang cocok bagi penderita alergi gluten dan penderita autis karena mie jagung 100 tidak mengandung gluten. 25 Tabel 7 Kelebihan dan kekurangan metode pembuatan mie teknik calendering dan ekstrusi Teknik Calendering Teknik Ekstrusi Kelebihan Banyak digunakan di industri besar dan kecil Lestari 2009 • Tidak membutuhkan proses pembentukan lembaran dan pemotongan untaian mie Fahmi 2007; Hatorangan, 2007; Etikawati 2007. • Lebih efisien dari segi waktu produksi • Proses gelatinisasi dapat menyatu di dalam ekstruder Fahmi 2007; Hatorangan 2007; Etikawati 2007. • Mutu mie basah yang dihasilkan berdasarkan Fahmi 2007: KPAP 2.25, elongasi 324.05; berdasarkan Hatorangan 2007: KPAP 581.55, elongasi 2.83 Kelemahan • Adanya proses pembentukan lembaran sehingga sulit diterapkan pada pembuatan mie jagung dari 100 tepung jagung Ahmad 2009 • Memerlukan tambahan proses pengukusan diantara tahap pencampuran bahan dan proses pembentukan lembaran Ahmad 2009 • Waktu produksi lebih lama • Mutu mie basah yang dihasilkan berdasarkan Rianto 2006: KPAP 17.6, elongasi 19.78, berdasarkan Putra 2008 : KPAP 9.99-11.42, elongasi 219.96-268.34 • Belum banyak diterapkan di industri besar dan kecil • Dengan ekstruder tipe forming extruder model Scientific Laboratory Single Screw Extruder type LE25-30C masih dihasilkan mie dengan diameter yang besar 26 Menurut Loehr and Schwartz 2000 jagung merupakan salah satu bahan pangan yang tergolong memiliki IG indeks glikemik yang sedang yaitu sebesar 59. Makanan dengan nilai IG tinggi akan menyebabkan terjadinya loncatan kandungan gula darah yang tinggi secara tiba-tiba. Kadar gula darah menjadi tidak stabil, tubuh tiba-tiba merasa kenyang namun juga segera cepat menjadi lapar kembali. Perputaran siklus “lapar-cepat kenyang-cepat lapar kembali” cenderung menyebabkan seseorang makan sebelum waktunya, dan seringnya dengan jumlah yang tidak terkontrol dengan baik, sehingga berpotensi menimbulkan problem makan yang berlebihan Thomson et al. 2006. Oleh karena akan menguntungkan apabila mengkonsumsi bahan pangan dengan IG yang rendah atau sedang, salah satunya dengan mengkonsumsi mie jagung. Perbedaan yang dapat dilihat jelas antara jagung dan jenis serealia lainnya adalah warna kuning pada jagung. Warna kuning pada jagung dikarenakan kandungan karoten dan beta karoten. Jagung kuning mengandung karoten 1.3 ppm dan beta karoten 0.7-1.46 ppm Howe dan Tanumiharjo 2006, diacu dalam Lestari 2009. Pigmen alami tersebut memberikan nilai tambah pada jagung yaitu memiliki aktivitas provitamin A, terutama karena adanya beta karoten. Selain itu beta karoten juga memiliki fungsi sebagai pelindung sel normal dari sel mutan pemicu penyebab kanker, menangkal radikal bebas yang dapat merusak jaringan tubuh, meningkatkan sistem imunitas tubuh terhadap serangan infeksi, dan dapat memberikan perlindungan terhadap kebutaan, khususnya yang disebabkan oleh katarak Anonim d 2009. Mie jagung diperkirakan masih mengandung sejumlah beta karoten setelah serangkaian proses yang dilakukan dalam pengolahannya. Namun, jumlah beta karoten dan karakter sifatnya dalam mie jagung masih perlu diketahui melalui penelitian lanjutan. Tidak adanya gluten pada tepung jagung menjadi keunggulan tersendiri bagi mie jagung yang dihasilkan. Ketiadan gluten menjadikan mie jagung cocok dikonsumsi oleh penderita alergi gluten dan penderita autis. Menurut Dr. Hariss Steinman dikutip oleh Nirmala 2008 adanya kandungan protein gandum termasuk gluten dalam jumlah sedikit saja di dalam makanan, 27 secara langsung akan menyebabkan timbulnya gangguan pada mereka yang sensitif, seperti gatal-gatal pada kulit dan eksim, gangguan pencernaan kram perut, mual dan muntah, serta gangguan pernapasan. Reaksi alergi juga bisa berupa serangan asma bakers asthma. Reaksi alergi ini melibatkan antibodi IgE yang terdapat di dalam darah. Antibodi IgE bereaksi terhadap protein gluten yang dianggap sebagai alergen bahan penyebab alergi. Inilah yang menimbulkan reaksi alergi. Pernyataan Dr Natasha Campbel McBride dikutip oleh Nirmala 2008 menginformasikan bahwa makanan yang mengandung gluten dicurigai dapat mempengaruhi kesehatan usus pada penderita autis. Bagi penderita autis, gluten dianggap sebagai racun karena tubuh penderita autis tidak menghasilkan enzim untuk mencerna jenis protein ini. Akibatnya, protein yang tidak tercerna ini akan diubah menjadi komponen kimia yang disebut opioid atau opiate. Opioid bersifat layaknya obat-obatan seperti opium, morfin, dan heroin yang bekerja sebagai toksin yang dapat mengganggu fungsi otak dan sistem imunitas, serta menimbulkan gangguan perilaku. Berdasarkan hal tersebut konsumsi mie jagung yang bebas gluten merupakan salah satu alternatif makanan yang sesuai bagi penderita alergi gluten dan penderita autis. G. RHEOLOGI MIE BASAH Rheologi adalah ilmu tentang deformasi dan aliran bahan Bourne 1989, diacu dalam Faridi 1994. Pada bahan padat rheologi merupakan hubungan antara gaya dengan perubahan bentuk, sedangkan pada bahan cair merupakan hubungan antara gaya dengan aliran. Pada produk mie beberapa sifat rheologi yang penting di antaranya adalah kekerasan, kekenyalan dan kekuatan tarik Fahmi 2007. Kekenyalan elasticity merupakan kemampuan suatu bahan untuk kembali ke bentuk semula bila diberi gaya, dan saat gaya tersebut dilepas kembali. Pada produk mie, kekenyalan merupakan salah satu parameter mutu organoleptik yang sangat penting. Kekenyalan dapat diukur dengan menggunakan Texture Analyzer. Alat ini akan mengukur besarnya gaya yang 28 diperlukan sampai bahan padat mie mengalami perubahan bentuk Fahmi 2007. Pada bahan dilakukan penekanan dengan kecepatan konstan, kemudian pada jarak tertentu tekanan dihentikan. Bahan mengalami relaksasi dan resistensi bahan menurun. Pada waktu tertentu tekanan ditarik decompression, dan bahan mengalami proses perubahan kembali ke bentuk semula. H. EKSTRUSI Ekstrusi adalah proses pengolahan pangan yang mengkombinasikan beberapa proses secara berkesinambungan antara lain pencampuran, pemasakan, pengadonan, shearing, dan pembentukan Fellows 2000. Teknologi pangan ekstrusi dapat didefinisikan sebagai teknologi pengolahan pangan yang menggunakan prinsip-prinsip proses mendorong bahan di dalam suatu laras barrel dengan mekanisme transport menggunakan ulir screw sampai melewati suatu bukaan lubang pencetak atau die untuk menghasilkan bentuk yang diinginkan Ahza 1996, diacu dalam CFNS 1997 Proses ekstrusi yang menggunakan prinsip transport bahan dengan tekanan hidraulik, umumnya diterapkan pada pengolahan bahan yang tidak disertai dengan pemasakan. Sebagai contoh, teknik pencetakan cookies, kue, mie, makaroni, dan atau produk pasta lainnya, yaitu untuk proses-proses pencetakan adonan yang umumnya tidak menggunakan pemanasan Ahza 1996 dalam CFNS 1997 Prinsip ekstrusi adalah proses pengolahan menggunakan alat yang sekaligus dapat berfungsi mendorong bahan dan mengadoni bahan sampai melewati die CFNS 1997. Alatnya dikenal dengan nama ekstruder. Ekstruder adalah alat untuk melakukan proses ekstrusi Harper 1981. Menurut Muchtadi et al. 1988, fungsi ekstruder meliputi gelatinisasi, pemotongan molekular, pencampuran, sterilisasi, pembentukan dan pengelembunganpengeringan. Kombinasi satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam proses ekstrusi. Berdasarkan kemampuannya, ekstruder dikelompokkan ke dalam kelompok ekstruder pemasak dan ekstruder pencetak CFNS 1997. Menurut 29 Fellows 2000 pada ekstruder pemasak cooking extruder, makanan dipanaskan pada suhu di atas 100 o C. Adanya gesekan yang menghasilkan panas dan tambahan panas lainnya mengakibatkan peningkatan suhu yang cepat. Muchtadi et al. 1988 mengatakan bahwa ekstruder pencetak forming extruder dirancang agar dapat dioperasikan dalam keadaan dingin dengan cara mengurangi timbulnya panas antara silinder dan model ulir serta didinginkan dari luar, dan untuk menghasilkan tekanan tinggi yang diperlukan untuk memperoleh bentuk tertentu. Fellows 2000 menambahkan bahwa pada ekstrusi dingin, suhu akan dipertahankan tetap untuk mencampur dan membentuk makanan, seperti produk pasta dan daging. Alat ini dirancang untuk memproses adonan lembek dan cair dengan kelembaban lebih tinggi yang dioperasikan pada kecepatan lebih rendah sehingga diperoleh proses pemasakan yang lebih lunak dan lebih lama Muchtadi et al. 1988. Pada ekstrusi dingin, produk diekstrusi tanpa proses pemasakan. Ekstruder memiliki deep-flight screw yang beroperasi pada kecepatan rendah dalam barrel untuk menguleni dan mengekstrusi material dengan sedikit gesekan. Alat ini biasa digunakan untuk memproduksi pasta, hot dog, adonan pastry, dan beberapa produk confectionary Fellow 2000. Berdasarkan jumlah ulirnya, ekstruder terdiri dari ekstruder berulir tunggal dan ekstruder berulir ganda. Ekstruder berulir tunggal terdiri atas ulir silinder yang berputar pada barel yang juga berbentuk silinder Fellow 2000. Ekstruder berulir tunggal banyak digunakan dalam pengembangan produk baru seperti makanan ringan, makanan bayi, makanan ternak, breakfast cereal atau produk modifikasi pati Mercier dan Feillet 1975. Selain itu, juga digunakan untuk menghasilkan produk pasta, cookies atau permen Linko et al. 1981. Ekstruder berulir tunggal memiliki keuntungan karena biaya operasinya yang lebih rendah dibandingkan biaya ekstruder berulir ganda dan tidak dibutuhkan tenaga ahli untuk pengoperasian dan perawatannya Fellow 2000. Ekstruder inilah yang digunakan dalam penelitian ini. Lima jenis ekstruder berulir tunggal yang umum dipakai di industri pangan adalah pasta extruder, high-pressure forming extruder, low-shear cooking extruder, collet extruder, dan high-shear cooking extruder Muchtadi et al. 1988. 30 Ekstruder ulir ganda terbagi atas lima kelompok berdasarkan arah perputaran dan keterkaitan ulir, yaitu ulir berputar searah dan saling berkaitan, ulir berputar searah dan tidak berkaitan, ulir berputar berlawanan saling berkaitan, ulir berputar berlawanan tidak berkaitan dan ulir berbentuk kerucut berkaitan Hubber 2001. Menurut Fellow 2000, keuntungan utama ekstruder berulir ganda adalah kemampuannya dalam beroperasi lebih fleksibel, yakni dengan mengubah derajat penghancuran ulir, jumlah sayap atau sudut ujung ulir. 31 METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima varietas jagung kuning hibrida yang terdapat di Indonesia, yaitu varietas NT 10, Bisi 16, Nusantara I, Jaya, dan Prima. Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan adalah bahan kimia untuk analisis kadar pati NaOH, HCl, indikator PP, KI, H 2 SO 4, Na-thiosulfat, dan larutan Luff-Schoorl, kadar amilosa dan amilopektin asam asetat, I 2 , NaOH, etanol, dan larutan iod, dan analisis proksimat CuSO 4 , K 2 SO 4 , H 2 SO 4 , H 3 PO 3 , HCl, NaOH, dan Na 2 S 2 O 3 . Alat yang digunakan adalah penggiling tepung disc mill, vibrating screen, ekstruder pencetak mie model MS9, Multifunctional noodle modality machine, Guangdong Henglian Food Machine Co., Ltd., China, oven, sealer, freezer, panci pengukus, texture analyzer, rheoner, brabender amylograph, water bath, chromameter CR-200, sentrifuse, dan pH meter. B. TAHAPAN PENELITIAN Secara umum penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Pada tahap pertama dilakukan proses penepungan terhadap lima varietas jagung. Selanjutnya dilakukan beberapa analisis terhadap tepung yang dihasilkan untuk menentukan karakteristik setiap varietas jagung. Kemudian tepung- tepung jagung tersebut diolah menjadi mie dengan menggunakan metode ekstrusi dan dianalisis sifat fisiknya. Berdasarkan hasil analisis tersebut dilihat potensi kelima tepung jagung untuk dibuat mie jagung. Selain itu dilakukan pula uji organoleptik untuk melihat sifat fisik mie secara subjektif dan melihat tingkat kesukaan panelis terhadap mie basah jagung yang dihasilkan. Selanjutnya hasil uji organoleptik ini dihubungkan dengan sifat fisik mie yang diamati secara objektif dengan alat. Garis besar pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. 32 Gambar 4 . Garis besar pelaksanaan penelitian Gambar 2 Garis besar pelaksanaan penelitian. Penelitian ini diawali dengan pembuatan tepung jagung dari lima varietas jagung hibrida yang telah dipilih. Penepungan jagung dilakukan dengan proses penepungan kering. Secara garis besar proses penepungan jagung dengan teknik penggilingan kering terdiri atas pengilingan kasar dengan ukuran ayakan 10 mesh, pengambangan untuk memisahkan lembaga dan kulit ari jagung, pengeringan grits, penggilingan halus dengan ukuran ayakan 48 mesh, pengeringan tepung, pengayakan tepung 100 mesh, dan pengeringan tepung setelah diayak. Uji Organoleptik analisis subjektif mie: ▪ Deskripsi QDA ▪ Rating hedonik Karakterisasi tepung jagung: 1. Sifat fisik : pH, warna 2. Sifat kimia : Proksimat kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat, kadar pati, amilosa, amilopektin 3. Sifat fungsional : Sifat amilografi, water absorption capacity, kelarutan dan swelling volume. Pembuatan tepung jagung dengan metode dry milling Pembuatan lima mie jagung dengan teknik ekstrusi Analisis fisik mie secara objektif: ▪ Warna ▪ KPAP ▪ Elongasi ▪ Kekerasan Melihat hubungan tingkat kesukaan dengan parameter fisik mie Lima varietas jagung pipil 33 Proses penepungan diawali dengan penggilingan kasar jagung pipil menjadi grits dengan alat disc mill yang menggunakan saringan 10 mesh. Proses ini bertujuan untuk memisahkan bagian endosperma jagung dengan lembaga, kulit dan tip cap. Selanjutnya dilakukan proses pencucian yang berfungsi untuk mengambangkan lembaga dan kulit ari dari grits jagung sehingga bagian-bagian tersebut mudah dibuang dan dipisahkan. Kemudian grits jagung yang telah bersih direndam dalam air selama 3 jam dengan tujuan memperlunak endosperma sehingga memudahkan proses penepungan halus. Setelah itu, grits jagung dikeringkan dengan memanfaatkan sinar matahari hingga grits tidak terlalu basah dan tidak pula terlalu kering. Hal ini dilakukan agar proses penggilingan menjadi lebih efisien dan rendemen hasil penggilingan lebih tinggi. Selanjutnya grits jagung yang dihasilkan digiling kembali menggunakan mesin penggiling disc mill dengan saringan berukuran 48 mesh. Proses penggilingan kedua ini bertujuan untuk memperhalus ukuran jagung menjadi tepung. Setelah menjadi tepung jagung, tepung tersebut dikeringkan dalam oven pengering bersuhu 50 o C selama 2 jam untuk mengurangi kadar air tepung yang berasal dari grits jagung yang semibasah. Kemudian tepung diayak menggunakan vibrating screen dengan ukuran ayakan 100 mesh. Ukuran ini dipilih berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Pratama 2008 yang menyatakan bahwa ukuran tepung 100 mesh merupakan ukuran tepung terbaik untuk dijadikan mie basah jagung. Selanjutnya, tepung jagung dikeringkan lagi di oven pengering pada suhu 50 o C selama 2 jam yang bertujuan mengurangi kadar air sehingga mengurangi resiko tepung mengalami kerusakan dan memperpanjang umur simpan tepung. Proses penepungan jagung ini dapat dilihat pada Gambar 3. 34 Gambar 3 Diagram alir pembuatan tepung jagung Fahmi, 2007 dengan modifikasi. Pembuatan tepung jagung berdasarkan Fahmi 2007 dimodifikasi pada waktu lamanya pengendapan grits jagung dan banyaknya jumlah tepung yang disimpan dalam kemasan. Fahmi 2007 mengendapkan grits jagung selama 30 menit dan tepung yang dihasilkan dikemas sebanyak 250 g per kemasan. Sedangkan pada penelitian ini, grits jagung diendapkan selam 3 jam dan tepung yang dihasilkan dikemas sebanyak 200 g per kemasan. Tepung yang Penggilingan I dengan disc mill menggunakan ayakan berukuran 10 mesh Pengambangan jagung di air suhu normal untuk pembuangan kulit ari dan lembaga Pengendapan selama 3 jam Pembuangan cairan, penjemuran grits jagung sampai grits tidak terlalu basah Penggilingan dengan disc mill menggunakan ayakan berukuran 48 mesh Pengeringan dengan oven pada suhu 50 o C selama 2 jam Pengayakan dengan vibrating screen menggunakan saringan 100 mesh Pengeringan dengan oven pada suhu 50 o C selama 2 jam Pengemasan dengan plastik PP tiap 200 g, diberi silika gel dan disimpan di freezer Pembersihan jagung dari biji yang cacat dan benda asing Tepung kasar Grits jagung 35 diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan sifat fisiko-kimianya yang meliputi sifat fisik analisis pH dan warna, sifat kimia kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat, kadar pati, kadar amilosa, dan amilopektin. Selain itu juga dilakukan analisis sifat fungsional tepung jagung yang meliputi analisis daya absorbsi air water absorption capacity, kelarutan dan swelling volume. Analisis tepung jagung berdasarkan sifat fisiko-kimia dan sifat fungsionalnya ini bertujuan untuk mengkarakterisasi tepung jagung yang dihasilkan. Selanjutnya dilakukan pembuatan mie jagung dari tepung jagung yang telah dihasilkan. Menurut Muhandri 2008, secara garis besar proses pembuatan mie jagung terdiri atas tahapan-tahapan sebagai berikut: penimbangan bahan, pencampuran, pengadonan, pembentukan lembaran secara manual, pengukusan pertama, pencentakan mie dengan ekstruder, dan pengukusan kedua. Penimbangan bahan-bahan pembuatan mie basah jagung meliputi basis tepung jagung 100 g, NaCl 2 4 g, dan penambahan air hingga mencapai 70 bk adonan. Selanjutnya dilakukan pencampuran dan pengadonan yang bertujuan mendapatkan adonan yang homogen dan meratakan distribusi air ke dalam tepung sehingga tidak membentuk gumpalan. Pencampuran air dan garam dilakukan dengan cara melarutkan garam terlebih dahulu dalam air yang akan ditambahkan. Kemudian adonan dibentuk lembaran menggunakan pengepres kayu sampai ketebalan ± 0.5 cm dan dipotong kotak-kotak. Hal ini bertujuan untuk meratakan distribusi panas yang diterima adonan saat proses pengukusan pertama. Selama pengukusan, adonan akan mengalami proses gelatinisasi sebagian sehingga tekstur adonan akan menjadi lebih lunak, kenyal, dan elastis sehingga adonan mudah dicetak menjadi untaian mie. Pati yang tergelatinisasi pada proses ini akan berperan membentuk matriks pengikat sehingga adonan dapat dicetak menjadi mie. Setelah itu, adonan yang telah dikukus dimasukan ke dalam ekstruder tipe MS9 Multifunctional noodle modality machine. Adonan yang telah mengalami pencampuran di dalam ekstruder, kemudian akan keluar melalui lubangdie ekstruder khusus untuk mie dengan ukuran diameter die 1.5 mm. Selanjutnya mie yang dihasilkan 36 kembali dikukus untuk menyempurnakan proses gelatinisasi sehingga diperoleh tekstur yang lebih baik. Tahapan pembuatan mie basah jagung dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Diagram alir pembuatan mie basah jagung Muhandri 2008. Mie jagung yang telah dihasilkan selanjutnya akan dianalisis sifat fisiknya secara objektif yang meliputi analisis KPAP Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan, persen elongasi, kekerasan, dan warna. Berdasarkan nilai KPAP, persen elongasi, dan kekerasan mie basah jagung yang berada dalam kisaran KPAP, persen elongasi, dan kekerasan mie basah terigu, ditentukan potensi tepung jagung untuk diolah menjadi mie bsah jagung. Selain itu juga dilakukan analisis sifat fisik mie secara subjektif dengan uji organoleptik, yaitu uji deskripsi metode QDA. Selanjutnya, dilakukan uji rating hedonik terhadap mie yang dihasilkan untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap mie jagung. Pencetakan dalam ekstruder Mixing Pengukusan adonan selama 15 menit Pembuatan lembaran dengan ketebalan 0.5 cm Pengukusan mie selama 15 menit Tepung jagung Mie basah jagung Pencampuran dan pengadukan hingga NaCl larut NaCl Air sampai k.a adonan 70 bk 37 C. ANALISIS DAN PENGUKURAN

1. Analisis Karakterisasi Fisiko-Kimia dan Fungsional Tepung Jagung