Melihat Hubungan antara Sifat Fisik Mie dan Hasil Uji Rating Hedonik

47 itu akan dibuat matriks responnya dan dilakukan pengolahan data menggunakan Multivariate Analisis of Variance MANOVA. Untuk pembandingan secara visual, hasil pengolahan data juga ditampilkan dalam bentuk spider web.

b. Uji Rating Hedonik

Uji rating hedonik dilakukan oleh 30 orang panelis tidak terlatih dengan menggunakan skala garis. Skala garis berupa garis horizontal dengan panjang 15 cm. Pada sisi kiri diberi label sangat tidak suka dan pada sisi kanan diberi label sangat suka. Panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap tingkat kesukaan dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal. Data didapatkan dari respon panelis dengan cara mengukur dari ujung kiri hingga titik pertemuan garis vertikal dan garis horizontal. Selanjutnya data direkap dalam tabel. Data yang diperoleh diolah menggunakan prosedur statistik ANOVA dan bila terdapat perbedaan tingkat kesukaan terhadap sampel akan dilakukan uji lanjut Duncan.

4. Melihat Hubungan antara Sifat Fisik Mie dan Hasil Uji Rating Hedonik

Setelah mengetahui apakah kelima mie basah jagung yang dihasilkan memiliki potensi untuk dibuat menjadi mie basah jagung berdasarkan sifat fisiknya, dillihat apakah panelis menyukai mie basah jagung berdasarkan parameter-parameter sifat fisik tersebut. Mie dikatakan berpotensi menjadi mie jagung berdasarkan sifat fisiknya apabila mie jagung memiliki nilai-nilai yang masuk ke dalam kisaran sifat fisik mie terigu yang ada pada umumnya. Mie dikatakan cukup berpotensi menjadi mie jagung berdasarkan sifat organoleptiknya apabila memiliki rata-rata nilai kesukaan yang cukup disukai. 48 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Penelitian ini menggunakan lima varietas jagung hibrida untuk ditepungkan yang selanjutnya diproses menjadi mie jagung. Lima varietas jagung tersebut adalah jagung varietas NT 10 yang diperoleh dari Provinsi Sumatra Barat dan jagung varietas Bisi 16, Nusatara I, Jaya, dan Prima yang diperoleh dari Dinas Pertanian Ponorogo. Keunggulan dan produktivitas kelima varietas jagung ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Penepungan jagung yang dilakukan pada penelitian ini adalah penepungan jagung dengan proses penggilingan kering. Proses penepungan ini dipilih karena prosesnya yang lebih mudah dilakukan dan lebih efisien dari segi waktu dibandingkan dengan proses penggilingan basah. Proses pembuatan tepung jagung dengan penggilingan kering terdiri dari beberapa tahapan. Pertama, sortasi biji jagung dari biji jagung yang cacat dan adanya benda asing. Selanjutnya dilakukan proses penggilingan I menggunakan disc mill dengan ukuran saringan 10 mesh agar terbentuk grits jagung. Selanjutnya grits jagung diambangkan di dalam air bersuhu normal, sehingga kulit ari dan lembaga jagung berada di atas permukaan air dan dapat dipisahkan secara manual. Kulit ari dipisahkan karena kandungan seratnya yang tinggi sehingga dapat menyebabkan tepung yang dihasilkan bertekstur kasar. Selain itu, menurut Lestari 2009 kulit ari harus dipisahkan karena batas maksimal jumlah serat kasar dalam tepung jagung menurut SNI 01- 3727-1995 adalah 1.5. Lembaga dipisahkan dengan tujuan untuk menghindari tepung menjadi cepat tengik. Hal ini dikarenakan lembaga merupakan bagian jagung yang paling banyak mengandung lemak. Lemak yang terkandung dalam lembaga jagung sebesar 33.2 Johnson 1991. Setelah itu dilakukan proses perendaman grits jagung selama 3 jam. Hal ini dilakukan untuk memperlunak endosperma sehingga mudah digiling. Air yang digunakan untuk merendam grits jagung dibuang dan grits jagung dijemur hingga grits jagung tidak terlalu basah dan tidak pula terlalu kering. Hal ini ditandai dengan grits jagung yang tidak menggumpal satu sama lain 49 dan tidak lengket di tangan. Jika grits jagung terlalu basah, pada penggilingan kedua bahan akan menempel di disc mill sehingga dapat menyebabkan kemacetan pada alat. Sedangkan jika kadar air grits terlalu kering, endosperma jagung sudah kembali menjadi keras sehingga sulit untuk dihancurkan, akibatnya jumlah tepung yang lolos saringan 100 mesh pada proses pengayakan menjadi lebih sedikit. Hal ini mengakibatkan tepung jagung yang dihasilkan memiliki rendemen yang rendah. Selanjutnya dilakukan pengeringan tepung menggunakan oven pengering dengan suhu 50 o C selama 2 jam dan diayak menggunakan vibrating screen dengan ukuran ayakan 100 mesh. Ukuran ini dipilih berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Pratama 2008 yang menyatakan bahwa ukuran tepung 100 mesh merupakan ukuran tepung terbaik untuk dijadikan mie basah jagung. Mie jagung yang dihasilkan dari tepung jagung berukuran 100 mesh memiliki tekstur yang lebih halus. Selanjutnya, tepung jagung dikeringkan lagi di oven pengering pada suhu 50 o C selama 2 jam yang bertujuan mengurangi resiko tepung mengalami kerusakan. Suhu pengeringan ini dipilih karena dikhawatirkan jika tepung dikeringkan pada suhu yang lebih tinggi akan terjadi kerusakan pada granula pati dan menyebabkan sifat fungsional pati berubah sehingga tidak dapat menghasilkan mie dengan tekstur yang baik. Selain itu, juga dikhawatirkan terjadi denaturasi protein pada tepung jagung yang mengakibatkan kelarutan serta daya serap tepung menjadi berkurang karena tepung terlalu kering. Menurut Winarno 2008, protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya akibat lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik keluar, sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofil terlipat ke dalam. Tahap terakhir adalah pengemasan tepung jagung dalam plastik PP tiap 200 g untuk memudahkan pembuatan mie basah jagung dengan basis tepung 200 g yang selanjutnya disimpan dalam freezer agar tepung terhindar dari kerusakan akibat kapang dan hama kutu yang sering menyerang. Selama penyimpanan, tepung diberi silika gel untuk menjaga kelembaban tepung dan mempertahankan kadar air tepung selama penyimpanan. 50 B. KARAKTERISASI TEPUNG JAGUNG

1. Karakteristik Fisikokimia Tepung Jagung